SUSTAINED SILENT READING PART 2: DON'T JUDGE THE BOOK BY ITS COVER
Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, sekarang murid-muridku mendapat program baru: SSR. Dua kali dalam seminggu di jam pelajaranku, masing-masing selama 15 menit, anak-anak aku beri kegiatan membaca. Berbagai macam buku bacaan ringan aku berikan pada mereka. Mulai dari komik Crayon Sinchan, Dragon Ball, Komikuark, novel-novel remaja, KKPK, buku pengetahuan ringan hingga karya satra lama semacam Azab dan Sengsara aku tawarkan pada mereka. Sudah bisa ditebak, tentu saja yang laris adalah buku-buku super ringan semacam Dragon Ball dan KKPK. Tidak mengapa, karena memang target awalku adalah memperkenalkan mereka dengan hobi baru, membaca. Jika aku tawarkan buku-buku kelas berat di luar “reading level” mereka, aku kawatir minat mereka akan “terbunuh” dan mereka akan kehilangan minat sejak awal.
Di antara buku-buku yang aku sebut di atas, aku menyelipkan sebuah buku yang berjudul KISAH KEHIDUPAN. Buku ini adalah kumpulan cerpen dan catatan harian karyaku sendiri. Sebenarnya, karya itu bukan “benar-benar buku”. Buku itu memuat sekitar 16 tulisan berupa cerpen, catatan harian dan artikel sederhana. Buku itu aku cetak sendiri, aku gandakan dengan cara memfotocopy serta aku beri sampul sederhana dan aku jilid hingga benar-benar meyerupai sebuah buku. Seperti yang aku bilang, penampilan buku itu teramat sederhana, terutama sampulnya yang bergambar bunga matahari dengan judul KISAH KEHIDUPAN Kumpulan Cerita Kehidupan, Peristiwa dan Pengalaman. Di sisi kiri tertera namaku ICHA_HARIANI SUSANTI. Di pojok kiri bawah terdapat tulisan Terima Kasih Tuhan, atas Segala Karunia IndahMu, Desember 2014. Sampul sederhana itu aku cetak di selembar kertas HVS yang aku potong seukuran buku, kemudian aku lapisi plastik agar tidak cepat lusuh. Meski tampilan buku ini terlihat sederhana, beberapa teman yang sudah membaca isinya menilai bahwa tulisan-tulisan dalam buku ini mengalir dan enak dibaca. Karena itulah kemudian aku memutuskan untuk memberikan buku ini kepada anak-anak, tho isi buku ini sangat ringan; tentang cinta, kasih sayang anak kepada ibu dan ayahnya, kasih ibu kepada anak-anaknya, perjuanagn para pahlawan dsb, sesuai dengan umur mereka. Harapanku, mereka mau membaca tulisan-tulisanku, kemudian terpacu untuk mau menulis seperti aku. Setidaknya menulis catatan harian.
Namun, apa yang terjadi? Harapan hanya tinggal harapan. Hingga beberapa minggu berlalu, tak seorang pun yang mau menyentuh buku karyaku itu. Aku memperhatikan semuanya sambil mbatin dan mengelus dada. OMG....ternyata karyaku tidak menarik sama sekali L Pernah suatu kali aku pancing mereka dengan pura-pura bilang “Gak usah rebutan buku. Tuh kan masih banyak buku yang tersisa. Yang sampul putih itu kayaknya bagus juga.” Namun lagi-lagi mereka cuek. Mereka hanya melihat sepintas kemudian memilih buku lain yang bersampul lebih bagus dan menarik perhatian. Huff....ternyata mencuri perhatian itu susah juga ya, apalagi kalau dilakukan dengan malu-malu seperti ini.
Awalnya aku ingin murid-muridku tahu dengan sendirinya perihal buku karyaku itu. Namun kenyataannya tidak segampang itu. Setelah aku pikir dan pertimbangkan, aku memutuskan untuk “memromokan” buku itu ke salah seorang muridku. Pada suatu kesempatan, di jam baca, aku mendekati seorang siswa kelas 9C. Aku pilih dia karena selama ini dia suka cari-cari perhatian di hadapanku. Kini, gantian aku dong yang cari perhatian darinya. Boleh kan? Hehehe.... J Aku tawarkan bukuku itu padanya. Aku bilang’ “Nih buku tulisan Bu Icha. Bagus hlo. Baca deh kalau nggak percaya.” Dengan sedikit ragu anak itu menerima buku yang aku tawarkan. Mungkin karena takut menolak, atau karena sungkan padaku, atau juga karena alasan-alasan lain yang aku tidak tahu, pada akhirnya anak itu mulai membaca buku itu. Sesekali aku melihat sekilas ke arahnya. Aku perhatikan dia makin tenggelam pada bacaannya. Hingga jam baca berakhir, anak ini masih menawar minta waktu tambahan.
“Sebentar Bu. Lagi seru nih....”
“Emang kamu baca apa?” tanyaku.
“Mutik Bu. Lagi tegang nih, dipukul ayahnya.”
Melihat hal itu teman-temannya menjadi penasaran, ingin tahu apa yang dia baca. Pada pertemuan berikutnya, dia langsung mencari bukuku tersebut karena makin penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Usai baca dia memberi komentar, “Bu, kasihan sekali. Akhirnya Mutik meninggal dunia.”
Sejak itu, dia selalu mencari bukuku untuk membaca kisah-kisah berikutnya. Dia pun ngecap pada teman-temannya perihal cerita-cerita dalam buku itu. Anak-anak yang lain pun menjadi penasaran hingga kadang mereka berebut buku itu. Aku tersenyum lebar. Akhirnya mereka mau membaca dan mengapresiasi karyaku. Thanks God. Namun begitu, aku masih penasaran, mengapa pada awalnya mereka tidak mau menyentuh buku itu. Aku tanyakan hal itu pada mereka.
“Nggak tahu sih kalau buku itu karangan bu Icha” jawab satu anak.
“Habis, sampulnya jelek gitu. Jadi males ngeliatnya, Bu” jawab yang lain.
“Tapi isinya ternyata bagus Bu. Eh, kak Alam itu siapa? Pacarnya bu Icha ya?” Ada juga yang menggodaku seperti itu.
Hhmm...sekarang aku baru tahu kenapa amereka enggan menyentuh bukuku. Ternyata, sampul sederhana itu penyebabnya. Mereka sama sekali tidak tertarik untuk membaca karena sampulnya memang kurang menarik. Ibarat bunga, mahkotanya terlalu sederhana, tidak wangi pula, sehingga kumbang-kumbang pun enggan mendekat. Aku jadi ingat pepatah dalam bahasa Inggris. Don’t judge the book by its cover, jangan menilai buku dari sampulnya. Tapi, nampaknya aku perlu menambah isi pepatah itu agar pas dengan pengalaman yang aku alami. Dont judge the book by its cover...but we often forget one thing.....every good book needs a cover... Jangan menilai buku dari sampulnya. Tapi kita juga tidak boleh melupakan satu hal, setiap buku butuh sampul....sampul yang baik dan menarik perhatian (calon) pembaca.
Kedungadem, 9 Maret 2015
Pk. 12.29 WIB
Sembari mengawasi UAS kelas IX
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar