Ichsan Hidajat

Write. Just write....

Selengkapnya
Navigasi Web

Ayah

Tiap hari ayah menikamkan sejarah di dadanyameludahkan darah, tubuh anak-anak sebagai kanvasdesis mantra, muntah rupa-rupa lukawangi dupa dan tembakau bau napasnya

Ayah menancapkan riwayat layaknya pemahatmenggoreskan sawah gerimis, tebu berbaris-baris,bilur telapak kaki menginjak matahari,jasmani hangus, sungai keringat, rongsok pundak,bertaruh tiap jejakrayakan malam bangkrut di meja judi,kartu-kartu kalah, hidup-hidup yang payah

Ayah mencorengi dahi dan kedua pipi anaknyaseakan totemmenumpahkan sihirLalu anak-anak mengonggok jasad merekadi sudut kamar, dirubung debu dan sawang: Terlupakan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow keren..Puisi yang menggoreakan pilu dalam bait2 indah...Salam literasi Pak...

06 Jan
Balas

Terima kasih, bu Rini. Salam literasi

06 Jan

Pilu aku membacanya,mengingatkan akan perjuangan almarhum bapakku untuk menghidupi anak anaknya, salam literasi pak Ichsan.

09 Jan
Balas

Semoga Allah ampuni dosa-dosa almarhum, aamiin. Salam literasi, bu.

09 Jan



search

New Post