Ichsan Hidajat

Write. Just write....

Selengkapnya
Navigasi Web

Bibliofili, Hatta dan Buku

#Tantangan Menulis 30 Hari

#tantangangurusiana

Hari Ke-6

Pencarian kata pada situs kbbi.kemdikbud.go.id sore ini tiba-tiba berhenti pada kata bibliofili. Dan serentak saya langsung teringat pada sosok Mohammad Hatta, proklamator kemerdekaan dan wakil presiden pertama republik ini.

Mohammad Hatta adalah bibliofili. Bahkan lebih maniak. Seorang pecinta buku yang sejati. Sejak kecil Hatta tidak pernah dapat dilepaskan dari buku, tiada hari tanpa membaca. Menurut kakaknya, Ny. R. Lembaq Tuah, di sekitar Hatta selalu ada buku. Setiap lembar kertas dari bukunya, dibuka secara hati-hati dan dibaca secara cermat.

Sejak usia belia, Hatta sudah memiliki wawasan yang lebih baik dibanding anak-anak sebayanya berkat kegemarannya ini. Sepanjang hayatnya, Hatta mengoleksi sepuluh ribuan judul buku. Koleksinya berasal dari berbagai literasi, mulai dari berbahasa Inggris, Belanda, Prancis, hingga Jerman. Ekonomi menjadi genre favoritnya, selain koperasi, agama, hukum, dan sejarah. Jumlah koleksinya menjadikan Hatta masuk kelompok “orang langka Indonesia”. Pun setelah beliau berhenti sebagai wakil presiden, Bung Hatta semakin mencintai hari-harinya bersama buku-buku. Koleksi pribadinya masih tersimpan di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Sewaktu diasingkan ke Boven Digul dan Banda Neira, Hatta membawa 16 peti berisi buku-bukunya. Ke manapun pergi ia selalu membawa koper yang berisi buku-buku. Dalam sehari ia menghabiskan waktu dengan buku antara 6 sampai 8 jam sehari. Di pengasingan Hatta punya waktu lebih leluasa untuk melahab buku-buku koleksinya. Baginya, dengan buku dia merasa bebas. “Setiap orang yang meminjam bukunya, selalu dicatat dalam buku: nama, tanggal meminjam, tanggal mengembalikan serta orang tersebut selalu diingatkannya agar menjaga buku yang dipinjam sebaik-baiknya,” ujar Ny. Lembaq dalam biografi Bung Hatta: Pribadinya dalam Kenangan.

Ketika menikah, Bung Hatta menjadikan buku sebagai mas kawin. Sempat sang bunda gusar karena Bung Hatta memberikan buku karangannya itu untuk sang calon istri. Bung Hatta tetap pada pendiriannya, akhirnya buku berjudul Alam Pikiran Yunani itu menjadi mas kawin pernikahan Bung Hatta kepada Rahmi Rachim.

Dalam buku Soekarno-Hatta: Persamaan dan Perbedaannya (1981) Rahmi Hatta pernah mengatakan, suaminya punya tiga istri yang sangat dicintainya. Tentu saja ucapan Rahmi membuat wartawan terkejut. Mereka tahu Hatta adalah sosok yang sangat konsekuen dan setia kepada satu istri. Ketika ditanya: “Siapa saja istrinya?” Rachmi pun menjawab, “Pertama tikar sembahyangnya, kedua buku-bukunya, ketiga saya sendiri!”

Ada juga yang mengatakan bahwa buku adalah pacar kedua Hatta. Dalam buku Bung Hatta Kita: Dalam Pandangan Masyarakat (1982), Basyariah Sanusi Galib, bertutur, “Buku itulah pacar kedua”. Tetapi, “… Hatta sebenarnya bukan pacar yang pencemburu. Ia bahkan suka sekali menyumbangkan buku-bukunya yang kebetulan dimilikinya lebih dari satu misalnya pada Pustaka Hatta, Bukit Tinggi.”

Saking cintanya terhadap buku, sampai Hatta tersinggung jika ada buku yang dilipat. Dalam buku Pribadi Manusia Hatta: Hatta dan Sumpahnya (2002) dikisahkan bahwa suatu hari ia melihat Hasjim Ning membaca buku sambil melipatnya sehingga bagian kulit depan dan bagian kulit belakang buku bertemu satu sama lain. Melihat kejadian tersebut, Hatta marah seketika seraya berkomentar, “Tak boleh buku dilipat semacam itu.”

Dalam buku yang sama, Galib menceritakan bahwa Hatta mengatur sendiri letak buku-buku koleksinya, tidak suka melihat buku terbalik. Kalau mau membaca buku beliau tiup dulu agar bersih, dan saat membaca buku terbitan lama yang sudah tidak terbit lagi, beliau sangat hati-hati supaya tidak sobek. Selain itu, menurut penuturan anaknya, Hatta mencintai buku dan berusaha memenanamkan rasa cinta buku kepada ketiga anaknya. Oleh karenanya, sejak kecil mereka diberi bacaan-bacaan bermutu.

Salah satu pesan Bung Hatta yang bisa dijadikan pelajaran adalah “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”

Kebiasaan membaca Bung Hatta membentuk karakter hidup dan perjuangannya yang terus diyakininya, sebelum dan setelah Indonesia merdeka. Membawanya kepada dunia pergerakan dan intelektual di Indonesia. Buku dijadikannya referensi bagi pemikiran-pemikirannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta mendorong terbentuknya generasi terpelajar yang mampu menghadirkan organisasi perjuangan dan serangan intelektual terhadap rezim penindas. Melalui organisasi pergerakannya, Pendidikan Nasional Indonesia, Bung Hatta mengarahkan para kader pada analisis serta pemecahan masalah nyata. Para kader Pendidikan Nasional Indonesia pun dianjurkan membaca bacaan wajib seperti buku Indonesia Vrij dan Tujuan Politik Pergerakan Nasional di Indonesia karya Bung Hatta sendiri, buku Indonesia Menggugat karya Bung Karno, serta majalah Daulat Rakyat.

Pada zaman milenial dan serba digital saat ini, menemukan seorang bibliofili, seperti Bung Hatta, adalah pekerjaan yang muskil.

Hampir mustahil.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bu Susi mengidap bibliofili juga?

08 Feb
Balas

Semoga akan lahir kembali sosoksosok seperti beliau

08 Feb
Balas



search

New Post