Ichsan Hidajat

Write. Just write....

Selengkapnya
Navigasi Web
Jungkir Balik Bahasa

Jungkir Balik Bahasa

Jungkir Balik Bahasa

#Tantangan Menulis 30 Hari

#tantangangurusiana

Hari Ke-19

“Yg Pesan Buku Induk, Sdh Ada di SMP 2. Silakan Ambil.”

Ketika seorang teman mengirimi saya pesan singkat melalui ponsel seperti kalimat di atas, muncul beragam pemaknaan dalam pikiran saya. Pertama, siapakah atau apakah yang sudah ada di SMP 2? Siapakah atau apakah yang memesan buku induk? Bagaimana cara saya menemukan pola S-P-O dalam kalimat tersebut? Siapakah pelaku dalam kalimat tersebut? Juga, mana verbanya? Oh ya, betulkah bahwa kata *yg dalam kalimat di atas adalah singkatan dari “yang” dan *sdh adalah singkatan dari “sudah”?

Ketika saya menggerutu, teman saya membela diri dengan mengatakan, “Yang penting penerima pesan mengerti maksud pengirim pesan.”

Betul juga.

Kata-kata teman saya ada benarnya. Namun, menurut saya, ketika bahasa digunakan sebagai alat komunikasi, maka terdapat aturan, kaidah, dan pedoman yang harus dipatuhi. Bahwa penulisan sebuah kata merupakan konsensus di antara para penutur bahasa yang kemudian dituangkan dalam pedoman umum ejaan. Pedoman ini adalah sebuah dokumen resmi yang seharusnya dipedomani oleh penutur bahasa. Maka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah kitab yang mau tidak mau harus sering kita buka untuk memastikan benar atau salah cara kita mengeja sebuah kata. Coklat dan cokelat, apa bedanya? Pikir dan fikir? Analisis dan analisa? Dipolitisir atau dipolitisasi? Lebay, apa sebenarnya arti kata lebay? Seronok, apa pula ini?

Belum lagi diksi yang dipengaruhi oleh tata nilai dan budaya. Apabila, misalnya, Anda mengabarkan bahwa “Ibu saya mati.”, maka besar kemungkinan Anda dianggap sebagai anak durhaka. Alih-alih, “Ibu saya wafat.” akan lebih berterima. Anda selamat dari julukan anak durhaka.

“Persib berhasil dikalahkan oleh Arema”

Nah, mari kita periksa. Siapakah yang berhasil? Persib? Jadi, keberhasilan Persib diukur dari kekalahannya dari Arema? Wah. Bobotoh Persib tidak akan suka dengan simpulan ini. Media massa adalah salah satu pihak yang punya andil besar dalam menjungkirbalikkan logika berbahasa seperti contoh di atas. Pada materi maupun kepala berita bertaburan contoh-contoh kalimat yang kurang memperhatikan logika berbahasa. Maka pencuri pun berhasil ditangkap polisi. Mengapa tidak diubah kalimatnya menjadi “Polisi berhasil menangkap pencuri”? Bagaimana dengan kalimat "Kepala sekolah membawahi dua orang wakil kepala"? Juga ini "Dengan membangun perpustakaan daerah akan meningkatkan minat baca di kalangan pelajar."

“Gubernur Hadiri Ulang Tahun Kabupaten Sukabumi Ke-149”

Untuk membedah kalimat ini, saya sarankan Anda mengingat pelajaran Geografi. Periksa daftar nama kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Ada berapakah nama daerah di Indonesia yang diberi nama Kabupaten Sukabumi yang Anda ketahui? Ada 149? Banyak sekali.

"Dirgahayu HUT RI Ke-75"

Ayo buka kamus. Periksa dengan teliti apa makna kata dirgahayu.

Masih banyak contoh yang saya temukan. Anda juga tentu sering menemukan kekonyolan yang tidak jauh berbeda. Mungkin dari tulisan Anda sendiri.

Atau justru dari tulisan ini.

Mari saling mengoreksi.

..

@20022020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post