Melupakan Ayah
#Tantangan Menulis 30 Hari
#tantangangurusiana
Hari Ke-4
.
.
.
Tiap hari ayah menikamkan sejarah di dadanya
meludahkan darah, tubuh anak-anak sebagai kanvas
desis mantra, muntah rupa-rupa luka
wangi dupa dan tembakau bau napasnya
...
Ayah menancapkan riwayat layaknya pemahat
menggoreskan sawah gerimis, tebu berbaris-baris,
bilur telapak kaki menginjak matahari,
jasmani hangus, sungai keringat, rongsok pundak,
bertaruh tiap jejak
rayakan malam bangkrut di meja judi,
kartu-kartu kalah, hidup-hidup yang payah
...
Ayah mencorengi dahi dan kedua pipi anaknya
seakan totem
menumpahkan sihir
Lalu anak-anak mengonggok jasad mereka
di sudut kamar, dirubung debu dan serangga
...
Terlupakan
.
.
.
@05-02-2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Diksinya, dalam.
Puisi harus merevolusi bahasa, ia menampilkan diri dalam bentuk yang belum pernah ada. Mudahmudahan memberikan makna bagi kehidupan.
Sudah saya follow, follow back ya, salam kenal, salam literasi
Salam kenal, Pak Radi.
Wih..keren banget tulisannya
Terima kasih, bu Rika
Mantap tulisannya!
Terima kasih, Bu Nurli. Atau bu Yanti?