Hamidah

Guru kelas pada MIN 3 Sukabumi ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pulau Kosong

Pulau Kosong

Malam itu aku terdampar di sebuah pulau yang kalian pasti enggan mendengarnya, apalagi menghuninya walau semalam. Hujan sedang  turun sangat deras. Tenda terpal ala kadarnya yang kuhuni tak kuat menadah curah hujan. Tempiasnya masuk dengan deras karena tertiup angin  

Aku menekuk lutut kedinginan.Juga kebasahan. Suasana sekeliling hanya pekat. Lilin telah mati sejak tadi. Perut lapar. Sisa nasi siang tadi tergelatak di luar tenda, berjarak 10 meteran. Pasti bakal basah banget bila nekat mengambilnya.

Petir bergelegak berkali-kali. Suara ombak terdengar jelas ke dalam tenda.Sudah hampir pukul 21.00,aku tak merasakan ada tanda hujan balal mereda. Perut semakin lapar. Badan semakin basah. Apalagi tikar yang digelar di atas pasir yamg juga telah basah. 

Bangunan tua yg baru pertama kali kulihat ini terdiri dari batu-batu besar, membentuk tembok-tembok tebal. Akar-akar beringin menjuntai tak keruan. Ada lubang-lubang jendela besar di mana-mana. Sebuah pintu besar membuka di depan mataku.

Senternya diarahkan ke sekeliling. Plasssss!!!!

Daun-daun randu bergoyangan diempas angin kencang. Membentuk penampakan- penampakan aneh di mataku, juga di balik bambu-bambu tenda yang rapuh.

"Pak saatnya kita keluar mencari tempat yang lebih aman" 

"Hujan-hujan begini? belum makan pula" jawabku

Sudah waktunya, Pak, saya ndak berani melanggar perintah beliau.

Ia seolah bersiap. Nyalain senter, benerin mantel, pasang sendal.

"Ayo, Pak ' katanya lagi.

'Yakin keluar dalam hujan gini? ujarku.

Ia mengangguk mantap. Ya sudahlah, aku pun bersiap. Berdiri dengan punggung tertekuk di dalam tenda, pasang peci, mantel, nyelipin rokok, juga korek api.Sembunyi-sembunyi.

Saat ia bergerak keluar, jelas aku segera mengikuti. Hujan sontak mendera tubuh, kepala. Di sana, laut gelap sekali

Kami berjalan cepat di bawah hujan, juga pekat, sesekali diterangi senternya, di garis pantai yang senyap. Berkali-kali ombak menerjang kakiku hingga ke lutut! Dalam hati aku hanya bisa mengaduh, juga menggumamkan "Ya Allah, ya Allah, ya Allah....."

Terlintas dalam pikiranku kehangatan rumahku isteriku dan anakku biasanya kalau malam apalagi saat hujan kami berkumpul.menikmati kopi panas dan cemilan buatan istriku

Ah aku rindu mereka tapi disini aku harus menyelesaikan tugasku.Di ujung pantai yang bagai dibatasi karang- karang, kami berbelok, masuk ke arah daratan. Rumput-rumput, ranting - ranting dan belukar yang basah berkali-kali menyapa tubuhku.

Lalu berhenti.

Cahaya senternya menumbuk sebuah bangunan amat tua, jelek, seram, gelap, dengan belukar di sekujurnya.

"Itu apa, Mas?!!!! Suaraku terkuar spontan.

"Wah, Bapak lihat juga to? sahutnya.

I..iyaa. Apa itu?

"Mungkin itu yang disebut noni dengan wajah datar, Pak. Gak apa -apa ya, Pak. Kita masuk ke dalamnya, Pak....

Ia melangkah,dan kuiikuti dengan gemetar, gamang, deg-degan tak keruan.

Syukurlah disini di dalam sini lebih kering, walau suara tetes air terdengar jatuh di berbagai sisi. Lebih hangat. Suara kelelawar berkelepak di mana-mana. Juga...entah suara apa, sangat ganjil, tak pernah kudengar seumur hidup. Bagai suara burung di sarang, tapi sekilas lain bagai kikikan. Entahlah..

Di sebuah batu, kukira begitu dalam gelap, aku duduk. Temanku berpesan supaya kubaca doa yang telah kuhapal, dan diam saja, tidur pun boleh, tapi jangan ke mana-mana sampai pagi.

"Aman selamat, ya, Pak, bisiknya.

Ia pun balik badan, kulihat senternya mengecil, kecil, lalu gelap!

Kini aku benar - benar sendirian. Mataku tak sanggup menembus pekat. Saking gulitanya. Hujan masih terus terdengar bergemuruh .Juga suara- suara aneh bagai burung atau kikikan itu kian sering terdengar. Seolah datang dari arah kanan. Aku tak berani menoleh sama sekali.

Doa-doa kubaca terus-menerus.

Lama -lama rasa penat yang menjalar di pinggang mendorongku untuk menyelonjorkan  kedua kakiku perlahan. Di atas tanah yg entah modelnya apa, bagaimana, ada apa saja. Pelan, kedua sendalku menyorong hingga akhirnya selonjor penuh. Lalu giliran tubuh bagian atas, dari punggung sampai kepala.

Aku ingin  rebahan. Tidur barang sekejap.Tapi suara-suara aneh ituSuara-suara bagai burung atau kikikan itu terus saja muncul berulangkali menggangguku  Kadang sangat sering dan bagai bersahutan.

Entah di atas kepalaku atau di sebelahku.Segala macam ayat dan doa terus  kubaca terus berulang tanpa hitungan lagi.Aku ingat, aku membawa rokok di saku tas ranselku.Lalu kuambil, kupasang ke mulut, lalu kunyalakan korek. Cahayanya seketika menerangi mataku dan sekitar.

Ya Allah...Pas di depanku, mungkin dalam jarak 3-4 meter, ada yang sedang duduk. Pas badan dan wajahnya ke arahku .Tampak sekujur tubuhnya putih, tapi wajah itu datar tak ada bentuknya.

Aku berteriak dan berusaha berlari tapi kakiku begitu berat untuk melangkah ...dan tiba-tiba aku mendengar suara istriku " Mas bangun mas kamu mimpi apa? 

Oalah rupanya aku bermimpi ...

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi!

30 Sep
Balas

Terimakasih pak

30 Sep

mantap keren cadas... cerita keren menewen, ngeri-ngeri sedap.... salam literasi sehat sukses selalu teh Ida

01 Oct
Balas

Teeimaksih pak bun

01 Oct



search

New Post