LELAKI BATU (Eksotika Literasi di Negeri Tulang Batu)

Dimulai ketika kuterima surat dari Kemendikbud tertuju a.n I Gede Arysantika (nama pemberian orang tuaku:konon artinya kehidupan yang damai). Sungguh terkejut sekaligus terharu bagaikan mendapat surat undangan menghadiri penghargaan FFI (Festival Film Indonesia) karena biasanya selalu mendapatkan surat tagihan pembayaran air yang telat 3 – 5 bulan.

Aku pun menaiki seekor burung besi berlabel Citylink dari negeri seribu pura menuju negeri tulang batu. Capek adalah sebuah kata yang terukur secara gamblang sesampai di kota ini. Namun hadirnya sebaris narasumber hebat pilihan negara meyakinkanku bahwa negeri ini butuh tokoh-tokoh pegiat bahasa guna membuat seisi negara ini “hebat”. Literasi adalah jawabannya. Begitu banyak cerita yang dilontarkan para narasumber untuk membuat kami khususnya aku untuk bisa menulis inovatif. Cerita-cerita beliau menghentikan denyut nadi guna tetap memandang,dan mendengar cerita-cerita hebatnya. Mulai dari cerita harus menyiapkan baju-baju untuk 6 kegiatan (cerita versi Bu Dina :begitu sebutan akrabnya), cerita Ketika Belalang ingin Pulang (cerita versi Bu Wiwik: sosok wanita pendongeng hebat), dan cerita tentang satu kaki di surga (akh..kelanjutannya lupa saking lucunya Pak Eko:narasumber yang mirip peserta stand up comedy). Cerita-cerita tersebut sangat hebat sehebat cerita Malin Kundang yang telah mampu membius menyihir sekian generasi.

Ternyata, negeri Tulang Batu ini adalah tempat pilihanNya untukku belajar menulis bahan literasi. Negeri Tulang Batu kudedikasikan untukmu Sang Malin dan tulisan ini kupersembahkan untukmu rakyat literasi.

Janjiku, “akan kurawat literasi di era digital ini tanpa memupuk sebuah intoleransi yang digadang-gadang menjadi momok termanis negeri ini”.

Salam literasi !

Padang, 13 September 2017

Penulis: Peserta Workhop Bahan Literasi Bagi GTK Paud dan Dikmas Tahap II