IMAM GHAZALI

Penulis Sedehana asal Jawa Timur...

Selengkapnya
Navigasi Web
Budaya dan Disiplin Positif

Budaya dan Disiplin Positif

Mengapa harus budaya positif? Karena sangat mendukung terlaksananya pembelajaran yang kondusif. Ia akan membuat lingkungan belajar lebih menyenangkan. Peserta didik belajar tanpa beban dan tekanan. Mereka belajar dengan kesadaran diri sepenuhnya. Selain itu, membentuk karakter positif menjadi budaya positif peserta didik dan budaya lingkungannya. Melihat pentingnya budaya positif, sudah sangat pantas jika ini perlu dan wajib terbentuk dan tercipta di lingkungan sekolah.

Apakah budaya positif? Nilai atau keyakinan universal dari kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid menuju pribadi yang bijaksana dan bertanggungjawab. Penekanannya yaitu keberpihakan pada murid, bukan pada guru. Karena di sekolah itu murid sebagai pribadi yang dididik, dilatih, dikembangkan, dan ditebalkan semua potensi yang ada pada dirinya. Sedangkan guru sebagai fasilitator, observer, dan pendamping.

Budaya positif, salah satunya terbentuk dari disiplin positif. Apakah makna disiplin? Penggunaan kata disiplin berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Yaitumenggali potensi dirinya menuju sebuah tujuan dan apa yang dia hargai. Namun dalam budaya kita, berubah menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kecenderungan umum adalah menghubungkan kata disiplin dengan ketidaknyamanan, bukan dengan apa yang kita hargai atau pencapaian suatu tujuan.

Apakah disiplin positif di sekolah? Yaitu pendekatan yang digunakan untuk mendidik peserta didik melakukan kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri. Ia tanpa kekerasan dan tanpa ancaman. Pada situasi ini terjadi komunikasi perilaku secara efektif antara guru dan peserta didik. Peserta didik diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Yang sangat penting, menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri, menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan peserta didik untuk melakukan sesuatu tanpa sogokan, ancaman, atau hukuman.

Disiplin positif melahirkan nilai-nilai kebajikan yang tersusun dalam profil pelajar Pancasila. Terdiri atas enam kebajikan yang harus dimiliki peserta didik. Pertama, Beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan berakhlak mulia. Ini berhubungan dengan keagamaan dan akhlakul karimah. Kedua, berkebinekaan global yang berhubungan dengan sikap pandang menyeluruh dalam kehidupan. Ketiga, gotong royong. Sebagai wujud kerjasama dan sama-sama bekerja sebagai warisan leluhur. Keempat, mandiri. Yaitu melaksanakan segala sesuatu dengan sadar diri. Kelima, Kreatif. Terwujud dengan daya inovasi dan kreasi. Keenam, bernalar kritis. Yaitu mampu berpikir secara mendalam dan mengambil keputusan yang baik.

Disiplin positif di sekolah salah satunya dengan keyakinan kelas bukan peraturan kelas. Karena keyakinan kelas jauh berbeda dengan peraturan. Keyakinan kelas lebih menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian peraturan. Alur menciptakan keyakinan kelas yaitu membuat, menyusun, dan menempel keyakinan kelas yang telah peserta didik sepakati. Contoh keyakinan kelas seperti dalam hal hormat menghormati. Maka keyakinan kelasnya: Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati semua orang dan barang milik orang lain.

Berbicara tentang keyakinan kelas, perlu juga berbicara tentang kebutuhan dasar manusia. Karena kebutuhan inilah yang menyebabkan peserta didik melaksanakan atau melanggar keyakinan kelas. Ada lima kebutuhan dasar hidup manusia. Pertama, kebutuhan bertahan hidup. Kebutuhan yang bersifat fisiologis seperti kesehatan, rumah, dan makanan. Kedua, Kasih sayang dan diterima. Hal ini berhubungan dengan kebutuhan psikologis dan koneksi sosial untuk tetap terhubung dengan yang lain. Ketiga, Penugasan. Kebutuhan ini dalam hal kekuatan mencapai sesuatu, terampil, kompeten, dan diakui atas prestasinya. Keempat, kebebasan. Yaitu seperti kebutuhan untuk mandiri, otonomi, memiliki pilihan, dan mengendalikan arah hidup. Kelima, kesenangan. Kebutuhan untuk bermain, mencari kesenangan, dan tertawa.

Ketika peserta didik melanggar keyakina kelas, saatnya guru melaksanakan lima posisi kontrol. Ini merupakan salah satu dari disiplin positif. Pertama, sebagai penghukum. Ini dilakukan dalam bentuk hukuman fisik maupun verbal. Kedua, pembuat merasa bersalah. Pada posisi ini, guru berkata lebih lembut. Pelanggar akan sangat merasa bersalah atas tindakan pelanggarannya. Ketiga, teman. Guru tidak menghukum maupun menyakiti murid. Namun, dia mengontrol peserta didik secara persuasif. Hal ini memiliki dampak positif dan negatif. Positifnya, tercipta hubungan yang baik antara peserta didik dan guru. Negatifnya, jika suatu saat guru tidak dapat membantu peserta didik dalam hal masalah melanggar keyakinan kelas, maka dia akan kecewa. Keempat, Pemantau. Posisi ini mengawasi dan memantau dengan berpegang pada peraturan, konsekuensi dan sangsi. Kelima, manajer. Yaitu guru berbuat sesuatu bersama peserta didik. Selanjutnya, muncul rasa tanggungjawab dan percaya diri. Peserta didik menemukan solusi sendiri atas permasalahan melanggar keyakinan kelas yang diperbuatnya.

Ketika melaksanakan posisi manajer, guru menerapkan segitiga restitusi. Yaitu proses membuat kondisi peserta didik memperbaiki kesalahan mereka, kembali pada kelompoknya dengan perilaku atau akhlak yang lebih tebal. Ini berisi tahapan tindakan dalam penanganan pelangggaran keyakinan kelas. Supaya peserta didik dapat mencari solusi untuk masalahnya, berpikir orang seperti apa yang diinginkan, tahu bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain, menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah, serta menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan universal yang mereka percayai.

Tahapan segitiga restitusi terdiri atas tiga hal. Pertama, menstabilkan identitas. Biasanya pada tahap ini berbicara tentang setiap orang pasti melakukan kesalahan. Kamu bukan satu-satunya yang melakukan pelanggaran keyakinan kelas tersebut. Kedua, validasi tindakan yang salah. Yang dilakukan seperti menanyakan alasan mengapa melakukan pelanggaran tersebut. Juga bertanya adakah cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang kamu butuhkan. Ketiga, menanyakan keyakinan kelas. Pada fase ini guru menanyakan keyakinan kelas yang telah dibuat dan yang dilanggar. Selanjutnya, ingin menjadi pribadi seperti apa.

Dari uraian di atas, saya sudah menerapkan budaya dan disiplin positif pada peserta didik kelas IVB, IIIB, dan IB. Namun, yang akan saya ulas yang kelas IVB. Salah satu keyakinan kelas yang telah dibuat yaitu marilah saling menghormati dan menghargai setiap pribadi. Keyakina ini telah dilanggar oleh Faidol Awaid. Saya langsung memanggilnya ke ruang guru untuk menyelesaikan permasalahannya. Saat itu saya berposisi sebagai menajer. Selanjutnya, menerapkan segitiga restitusi. Saat menstabilkan identitas, setelah saya rasa cukup mendengarkan jawaban fawaid, saatnya saya mengucapkan bahwa setiap orang itu juga bisa membully seperti kamu. Jadi, kamu bukan satu-satunya yang melakukan bully. Kemudian, melaksanakan validasi tindakan dengan menanyakan alasan mengapa membully temannya. Jawabannya, Fawaid pernah di bully oleh anak itu. Saya lanjutkan, kira-kira seharusnya apa yang harus kamu lakukan dengan dibully oleh temannya. Dia menjawab harus lapor ke guru. Tahapan selanjutnya yaitu menanyakan keyakinan kelas yang telah dilanggar fawaid. Dia benar menjawabnya. Maka, saya bertaya lagi bahwa Fawaid ingin menjadi apa dengan tidak membalas bully dari temannya. Dia menjawab ingin menjadi anak yang bertanggungjawab atas dirinya dengan menyelasaikan masalah secara benar dan tidak ingin menjadi pembully.

Itulah uraian tentang budaya positif di sekolah dan kelas. Semoga pembaca bisa memahami dengan baik. Kemudian melaksanakan di lingkungan sekolah dan kelas. Tujuannya yaitu mendukung pembelajaran yang berpihak pada murid. Tidak memunculkan rasa dendam dan tidak suka pada guru. Namun, muncul rasa percaya diri, tanggungjawab, mandiri, dan menemukan solusi atas masalah yang dilakukan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

28 Oct
Balas

pakah disiplin positif di sekolah? Yaitu pendekatan yang digunakan untuk mendidik peserta didik melakukan kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri. Ia tanpa kekerasan dan tanpa ancaman. Pada situasi ini terjadi komunikasi perilaku secara efektif antara guru dan peserta didik. Peserta didik diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Yang sangat penting, menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri, menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan peserta didik untuk melakukan sesuatu tanpa sogokan, ancaman, atau hukuman. Luar biasa

28 Nov
Balas

Di kelas 6b masih ada beberapa siswa yang kadang tak sengaja mengumpat salah satu temannya. Kata tak sengaja bagi sebagian orang sesuatu yang lumrah. Bentuk keterbatasan manusia. Tapi bukan bentuk pembenaran yang harus selalu kita tolelir. Juga ketika umpatan itu diakhiri dengan sebuah lagu viral di Tiktox " becanda....becanda".Geregetan dengarnya....kira kira bagaimana peran posisi manajer menyikapinya....

02 Dec
Balas



search

New Post