Terimakasih, Fani!
Tarfiyani Arifah Harits. Itulah namaku, dan tahukah teman? Nama itu salah satu siswa penerima beasiswa. Beasiswa Siswa Miskin! Mengapa namaku? Atas dasar apa sekolah memberikan beasiswa. Itu sangat memalukan! Bisik Tarfiyani yang sejak tadi berdiri di kamar yang cukup luas. Meja belajar lengkap dengan lampu belajar berwarna pink. Warna favorit Tarfiyani sejak kecil. Buku-buku cerita berjajar di meja, yang dibelinya dengan menyisihkan uang saku. Guling warna pink yang tergeletak di atas seprai senada sangat cerah, siap memberikan ruang mencurahkan kegundahan hati. Pikirannya kembali menerawang pada kejadian di sekolah. Sejak ada panggilan dari Ibu Kepala, Tarfiyani tak habis pikir, mengapa harus dirinya? Bukankah masih banyak teman yang patut menerima Beasiswa Siswa Miskin¹ itu?
Aahh.. Entahlah. Tak tahu alasan yang sebenarnya, yang penting uang yang nanti akan diterima bukan haknya. Fani ingat ketika seleksi penerima BSM. Seleksi dari hasil nilai tes. Nilainya memang bagus, lebih bagus dari teman-temannya. Tapi… hasil nilai yang didapat bukanlah didapat dari kejujuran. Ah! Malu rasanya bila harus menceritakannya. Malu dengan ketidakjujuran yang dilakukannya selama ini. Malu dengan perbuatannya yang selalu menyontek. Ya Allah, maafkan Fani. Fani telah membohongi diri dan teman-teman. Bahkan Ibu Dania tidak tahu kebohongannya selama ini. Maafkan Fani Ibu…maafkan Fani teman-teman. Fani menjerit dalam hati, bila mengingat semua yang telah dilakukannya.
Sebenarnya Fani tidak perlu menyontek hanya untuk mendapatkan beasiswa. Dia tidak pernah kekurangan sesuatu apapun. Abi dan Umi selalu memperhatikan kebutuhan yang Fani perlukan. Keduanya selalu mendukung setiap kegiatan yang diikutinya.
“Kita haruslah bersyukur atas anugerah yang Allah berikan”. Itulah kalimat yang selalu mengingatkan Fani. Umi katakan dengan bahasa ibunya kulak canggeum bagja awak². Kita harus selalu bersyukur dengan apa yang selama ini kita punya.
“Fani!”suara lembut Widya yang duduk disebelahnya melumerkan pikiran yang tak lepas dari beasiswa siswa miskin.
“Oooohhh … yaaa mengapa.” Bisik Tarfiyani mencoba menutupi rasa kagetnya.
“Ada apa kemarin dipanggil Ibu Kepala?” Tanya Widya penuh penasaran.
“Enggak ada apa-apa” Tarfiyani mencoba menutupi masalah kepada sahabatnya. “Oooh..” Widya tidak memaksa Fani untuk menceritakannya. Widya sadar Tarfiyani biasanya tidak seperti ini. Sosok Tarfiyani adalah anak ceria yang penuh semangat. Hanya sejak ibu Kepala memanggilnya, Tarfiyani memilih diam tanpa mengungkapkan masalahnya. “Nanti juga Tarfiyani akan bercerita” Bisik hati Widya, sambil menghembuskan nafasnya yang terasa masih panas.
***
“Asyiiiik… Horeee!” Tiba-tiba teriakan bergemuruh terdengar. Tepuk tangan yang riuh rendah menandakan betapa senangnya anak-anak. Ibu Dania telah memberikan penjelasan tentang rencana mengisi jeda di semester ganjil tahun ini.
“Akhirnya kita bisa ke Situs Gunung Padang³…!” Tarfiyani kembali tersenyum lebar, matanya berbinar, wajahnya yang bulat terlihat senang. Rencana ke Situs Gunung Padang seakan-akan mobok manggih gorowon³, rencana yang sudah lama diimpikan.
Namun rencana kepergiannya ke Situs Gunung Padang hanya sesaat menghibur perasaan Fani. Hati kecilnya tidak bisa dibohongi. Tetap resah dan gelisah. Tinggal menghitung waktu tentang rencannya. Fani seakan tidak ada gairah lagi untuk ikut. Kejadian beberapa hari yang lalu ketika dipanggil oleh Ibu Kepala telah menyita perasaannya.
Sampai hari ini kegalauan tetap berkecamuk dalam hati. Sepanjang perjalanan ke sekolah, matanya menerawang jauh. Langkahnya seakan berat. Walau akhirnya Fani sampai di pintu gerbang sekolah.
“Assalamualaikum Fani” Salam Ibu Dania terdengar riang menyambut dengan senyumannya yang khas.
“Walaikumsalam Ibu….” Fani menjawab lesu sambil mencium tangan Ibu Dania.
Senangnya bisa bertemu lagi, bagaimana kabar anak ibu nih?” Ibu Dania tersenyum begitu tulus.
“Alhamdulillah Bu. Boleh bicara sebentar Bu …” suara Fani tertahan.
“Iya, Fani sayang…” Bu Dania menjawab dengan lembut. Dengan sedikit keheranan Ibu Dania hanya mengangguk mengiyakan keinginan Fani.
“Maaf Ibu, kemarin Fani dipanggil Ibu Kepala Sekolah. Beliau memberitahukan kalau Fani salah seorang penerima BSM. Pasti Ibu Kepala Sekolah salah. Masa Fani harus menerima uang beasiswa siswa miskin. Fani tidak terima ibu…” Fani sedikit tersekat suaranya.
“Jadi bagaimana Fani maunya sekarang?” Suara Bu Dania bagaikan air sejuk yang selama ini sangat didambakannya.
“Fani tidak mau menerimanya. Pasti ada yang salah hingga nama Fani yang tertulis sebagai penerima BSM. Ibu tau tidak? Widya lebih memerlukannya daripada Fani. Ayah Widya sedang sakit Bu, dan sekarang dirawat di rumah sakit. Ayah Widya kan hanya seorang pedagang asongan. Maaf Bu, Widya lebih berhak menerimanya.” Fani sedikit berbisik menjelaskan kepada gurunya. Seakan tidak mau ada orang yang mendengarnya.
“Darimana Fani tahu kalau Widya lebih berhak?” Selidik Ibu Dania tidak percaya.
“Kemarin secara tidak sengaja Fani melihat Widya menangis. Namun Widya tidak mau bercerita. Ya sudah Fani akhirnya pergi ke rumah Widya.” Cerita Fani terhenti, airmatanya nampak menggenang. Fani menceritakan kejadiannya ketika pergi ke rumah Widya.
“Fani sedih Ibu. Fani tidak sadar, sahabat Fani ternyata butuh bantuan.“ isak Fani.
“Fani anakku, ibu bangga dengan kamu Nak.” Ibu Dania menatap Fani dalam-dalam. “Kalau begitu, kita menghadap Ibu Kepala ya nanti siang. Sekarang kita masuk kelas ya, itu bel sudah terdengar” Bu Dania mengakhiri perkataannya. Fani mengangguk tapi hatinya kini sudah mulai tenang, gundah gulana yang dari semalam membuat dadanya sesak kini mulai tenang. Ah, Bu Dania memang guruku yang paling baik, selalu memberikan yang terbaik untuk kami. Beliau sosok yang selalu leuleus jeujeur liat landung kandungan laer aisan³ aisan bisik Fani sambil tersenyum.
***
Kegembiraan dan semangat terlihat ketika mereka mempersiapkan segalanya. Tarfiyani pun kini telah tersenyum pula. Terlihat Widya sibuk dengan bagpack nya. Bagi Fani, Widya adalah sahabatnya yang selalu sareundeuk saigel sabobot sapihanean sabata sarimbangan³. Widya yang tempo hari memutuskan tidak ikut pergi ke Situs. Pagi ini terlihat berbaur bersama untuk melihat keindahan Situs yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Tak terasa airmata Fani menitik hangat di pipinya. Cepat-cepat dihapusnya dengan tangan. Tarfiyani tidak mau lagi berbuat curang dengan ketidakjujurannya yang akan membuat dirinya menyesal seumur hidup. Maafkan aku Widya, kini kutebus kesalahanku dengan memberimu senyum.
Footnote
1. Beasiswa Siswa Miskin adalah beasiswa yang diberikan pemerintah kepada siswa miskin
2. kulak canggeum bagja awak artinya milik kita baik atau buruk ditentukan oleh Allah SWT.
3. Situs Gunung Padang adalah situs yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat merupakan tinggalan kebuadayaan megalitik
4. mobok manggih gorowon artinya
5. leuleus jeujeur liat tali landung kandungan laer aisan artinya harus selalu tabah dalam menghadapi suatu masalah perlu mendapat pertimbangan yang sangat bijak dan disikapi dengan seksama.
6. sareundeuk saigel sabobot sapihanean sabata sarimbangan artinya selalu bersama tidak pernah ada pertengkaran.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Selamat buat ceritanya dan salam buat fani