PENDIDIKAN TERBAIK, INVESTASI TERBAIK
Catatan Mohammad Ihsan, Gurusianer MediaGuru
Lelaki kecil itu sudah siap dengan nampannya. Belasan gelas berisi air sirup ada di atasnya. Berat membawanya, tentu saja. Tapi bukan itu yang membuat anak itu enggan masuk ke ruang tamu.
Anak SMP itu sadar, habis ini pasti dia merasa dipermalukan. Oleh ayahnya sendiri. Di depan tamu-tamunya yang banyak.
“Ini anak saya nomor sebelas,” kata sang ayah. Semua tamu tertawa mendengarnya. Suasananya meriah.
Gelas demi gelas diletakkan di atas meja. Anak itu melakukannya secepat yang dia bisa. Tanpa berkata-kata. Targetnya, selekas mungkin bisa meninggalkan ruangan yang pecah dengan tawa riang tamu-tamu ayahnya.
Bahwa dia anak ke-11 dari 12 bersaudara itu memang fakta. Tapi, teman-temannya pas SD sudah pasti ngakak sengakak-ngakaknya ketika data jumlah saudara itu dibuka guru saat sesi perkenalan di depan kelas.
Makanya begitu masuk SMP, anak itu ngakunya hanya punya 7 saudara. Disesuaikan dengan daftar nama dalam Kartu Keluarga terbaru. Lima kakaknya sudah pisah KK karena sudah menikah.
Tapi di rumah dia nggak berkutik. Nggak bisa ngeles kayak di kelas. Sebab ayahnya sendiri membuka rahasia yang selama ini ditutupinya.
Momen berat itu selalu berulang setiap tahunnya. Saat lebaran. Karena tamu-tamu ayah ibunya memang tak pernah sepi. Apesnya, di antara semua saudara, ya cuma dia langganan jadi pelayan tamu. Mungkin karena dia anak lelaki terkecil. Saudaranya yang lain bebas unjung-unjung berlebaran ke rumah tetangga.
Titik balik terjadi pas sudah menginjak usia SMA. Hari itu tamu ayahnya benar-benar banyak. Dua set sofa di ruang tamu penuh sesak.
Arrgghhh…. Itu artinya nampan harus diisi lebih banyak gelas. Lebih berat membawanya. Dan tentu saja, bakalan lebih banyak orang yang akan tertawa terbahak-bahak mendengar sang ayah memperkenalkan dia saat masuk ruangan.
Seperti biasa, begitu anak ini masuk ruang tamu, ayahnya memperkenalkan. “Ini anak saya yang nomor sebelas. Dari dua belas bersaudara.”
Tawa seruangan kembali pecah. Anak ini kembali merasa dipermalukan. Bayangan teman-teman di SD yang ngakak mem-bully-nya kembali terbayang.
Tapi, hari itu tamu ayahnya sangat banyak. Dia nggak bisa cepat-cepat meninggalkan ruangan. Harus pindah ke sofa satunya untuk membagikan minuman di nampannya.
Begitu tawa tamunya mulai reda, tuan rumah melanjutkan bicara. “Saya berjanji pada istri. Kita memang sudah terlanjur punya 12 anak, tapi saya tidak ingin ada satu pun di antara mereka yang tidak tamat perguruan tinggi.”
Mak jleb. Kalimat retorik itu benar-benar menusuk hati. Bertahun-tahun anak itu merasa ayahnya telah mempermalukannya di depan para tamu. Hari itu segalanya berubah. Yang semula malu dan benci, berganti jadi bangga dan haru.
Ternyata, ayah ibunya itu orang tua yang sangat hebat. Nggak banyak orang desa bisa seperti mereka berdua. Sukses mengantarkan semua anaknya lulus perguruan tinggi.
Kisah nyata ini sebenarnya sudah berlalu lebih dari 30 tahun. Saya merasakannya seperti baru terjadi kemarin. Iya, itu momen spesial lebaran antara saya dan Abah tercinta, Haji Abdul Djalil rahimahullah.
Saya tak akan pernah melupakannya. Sebab itu benar-benar menjadi salah satu titik balik dalam perjalanan hidup saya.
Sejak usia SMA itu, jika sedang memperkenalkan diri, saya akan berkata dengan bangga, “Saya anak ke-11 dari 12 bersaudara. Abah saya pernah bertekad, tidak ada satupun anaknya yang tidak menamatkan pendidikan tinggi, dan alhamdulillah kami semua lulus kuliah, kecuali satu orang yang meninggal di waktu kecil.”
Tentu saja Abah harus bersusah payah menyekolahkan semua anaknya hingga sarjana. Karena kami bukan keluarga kaya. Abah dan Emak sendiri hanya tamatan madrasah setingkat SMA. Lalu keduanya mengabdi menjadi guru agama hingga akhir hayat, yang kita tahu gajinya juga tak seberapa.
Tapi saya juga kenal baik tekad Abah dan Emak. Bahwa untuk biaya pendidikan, beliau berdua akan rela melakukan apa saja. Termasuk jika harus mengencangkan ikat pinggang menjalani hidup sederhana.
Karena melalui pendidikan itulah masa depan anak-anaknya dipersiapkan. Jika harus membelanjakan harta, pendidikan terbaik adalah pilihan investasi terbaik.
Surabaya, 7 Mei 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sepakat pak komandan... Maaf Lahir dan Bathin.. Sukses selalu
Mohon maaf lahir batin, saya anak ke 7 dari 12 bersaudara Pak Komandan, Barokallah