DULU MALU, KINI LUCU
Catatan Mohammad Ihsan, Gurusianer MediaGuru
Ada banyak kisah pilu yang pernah terjadi di masa lalu. Seiring bertambahnya waktu, saat mengingatnya kembali kita merasa lucu. Rumus alay-nya: tragedi + waktu = komedi.
Saya sering mengalami “tragedi” itu pas masih kecil. Dulu menderita banget saat mengalaminya. Sekarang, kami bisa terngakak-ngakak mengingatnya. Beberapa kepiluan akan saya tulis di sini. Awas, jangan lanjutkan membaca kalau nggak siap ketawa. Hahaha…
Lahir dari keluarga biasa, saya memaklumi jika hidup kami apa adanya. Pagi hari menu sarapan kami hanya nasi. Iya, cuma nasi. Tanpa lauk.
Adalah Cak Bisri, kakak lelaki saya, punya daya kreasi luar biasa. Jawara MasterChef Indonesia pun saya pikir nggak akan seliar ini imajinasinya.
Itu nasi dicampuri parutan kelapa, plus ditaburi sedikit garam. Lalu dikepal-kepal dengan tangannya. Kalau sudah jadi bulatan, disodorin ke saya, “San, iki ndog-mu (ini telur kamu)!”
Herannya, saya hooh saja. Saya bisa melahap bulatan demi bulatan nasi kepel itu serasa membayangkan nikmatnya menyantap telur ayam rebus. Lezatnya bikin nagih. Tiap mau berangkat sekolah, menu andalannya itu soalnya. Apa karena efek campuran keringat tangan kakak saya, ya? Ih, jijay marajay, wakakak…
Bersama kakak ketiga ini saya punya pengalaman gokil lain. Waktu itu kami naik bus ke Probolinggo. Sepanjang perjalanan perut saya sudah mbuneg-mbuneg. Mabuk darat, tapi saya berusaha menahannya. Malu sekali kalau sampai muntah dilihat banyak penumpang.
Pertahanan saya jebol begitu turun dari bus. Ambyar, isi perut keluar semua. Sepatu saya pun kena muntahan.
Alih-alih menenangkan, Cak Bisri malah ngomelin. “Koen iku muntah sego jagung. Ngisin-ngisini didelok uwong (kamu itu muntah, yang keluar nasi jagung. Malu dilihat orang).”
Saya cuma bisa menatap mata Emak. Sambil dalam hati memelas, tadi pagi dikasih sarapan nasi jagung, muntahnya ya nasi jagung. Kalau mau isi muntahnya keren dan nggak malu-maluin, misalnya spaghetti atau nasi briyani, ya kasihlah hamba ini asupan makanan yang sesuai. Hiks.
Kisah ngenes lain, kalau beberapa waktu lalu Anda pernah baca berita viral ada ASN lelaki tertangkap kamera sedang upacara pakai sepatu perempuan, saya juga pernah mengalaminya.
Alkisah, hari itu kami sekeluarga siap bepergian. Nggak ada sepatu saya yang layak pakai. Abah menyarankan saya pinjam sepatu hitam kakak yang baru beli. Jadilah saya pakai sepatu perempuan dari bahan kulit imitasi yang masih gilap itu.
Awalnya saya enjoy ajah. Mana ada orang memperhatikan kaki? Bodo, ah.
Ternyata saya salah, pemirsa. Pas di angkot, mata seluruh penumpang sepertinya menatap sepatu hitam yang mengkilap itu. Duh, Emak. Saya maluuuu semalu-malunya.
Saya yakin, pasti banyak pembaca yang juga punya pengalaman mirip. Dulu malu, menyakitkan, nggak enak hati, saat menjalaninya. Sekarang kita membicarakannya sambil ketawa-ketiwi.
Bakalan keren ini kalau ada puluhan penulis berbagi kisah yang dulunya menyakitkan, tetapi kini serasa menggelikan. Nanti kita terbitkan jadi buku antologi tergokil se-Indonesia. “Melas-melas Dahulu, Ngakak Kemudian”, hahaha…
Surabaya, 19 April 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap. Kisah yg lucu tapi berkesan, kenangan yg tak terlupakan
Alhamdulillah, anak kecil yang dibesarkan dalam situasi itu bisa gede dan sehat, hehe...
Mantap. Kisah yg lucu tapi berkesan, kenangan yg tak terlupakan
Mari...mari...kita kumpulkan biar ngajak berjamaah. Pasti super duper keren.
Ngakak berjamaah
Kisah lucu sekaligus mengharukan. Saya dulu juga agak sering saat masih sekolah di MI sambil berangkat dikasi kepalan intip, bukan nasinya, Abah.
Lho, keras itu. Kalau nasi masih lembut, hehe...
Njih, agak ulet2 gurih saat itu, Abah.
Ulasan yang sangat menarik pak Kumendan, apalagi kelak dijadikan buku, pasti banyak peminatnya baik yang menulis maupun yang membaca. Salam literasi
Wah menarik ini kunendan, kisah waktu kecil kalo sekarang emang bikin ngakak. Kalo dibuat antologi keren banget kumendan. Salam sehat dab sukses selalu.