Iik Rita Komalasari

Nama saya Iik Rita Komalasari, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 3 Songgom, Brebes, Jawa Tengah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ketika Semua Berakhir

#KETIKA SEMUA BERAKHIR

Oleh: Ummu Abdullah

Namaku Melati Cantika, mungkin ayah ibuku berharap aku bisa tumbuh secantik dan semerbak mewangi seperti sekuntum bunga melati. Kata banyak orang, aku memang cantik. Wajahku bulat telur, hidung mancung seperti hidung almarhum bapakku, dan bibirku bagus seperti bibir ibuku. Rambutku ikal sebahu dan kulitku putih seputih kulit ibuku. Postur tubuhku terbilang lumayan tinggi untuk anak perempuan dua belas tahun. Tinggi badan 150 cm dengan berat badan 45 kg membuat diriku terlihat lebih dewasa dari umurku yang sebenarnya.

Aku pernah duduk di bangku SMP kelas delapan sebelum aku memutuskan untuk keluar dari sekolah. Ceritanya panjang. Aku bingung mau mulai dari mana.

***

"Kamu anak kelas 8 A, ya?" tanya cowok keren yang tiba-tiba muncul di depanku saat aku dan kedua teman perempuanku sedang menunggu es teh yang kami pesan ke Bu Lik Timah, ibu kantin di sekolahku. Aku tak tahu, pertanyaannya itu ditujukan kepadaku atau kepada kedua teman perempuanku.

"Ditanya kok gak ada yang njawab, sih?" ujarnya jengkel.

"Kakak nanya siapa?" Ulfi balik nanya ke cowok itu.

"Kepada kalianlah! Gak mungkin kepada Bu Lik Timah, kan?" jawab cowok itu sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya. Aku hanya melihatnya sekilas. Kebetulan es teh pesananku sudah sampai di tangan. Ulfi dan Zahra juga sudah menerima es tehnya.

" Kami memang anak 8 A. Kami pergi dulu ya, Kak!" pamit Ulfi kepada cowok itu. Ulfi. Zahra, dan aku meninggalkan kantin sambil cekikikan membicarakan cowok keren yang tidak kami ketahui namanya itu.

" Nama kalian siapa?" teriaknya. Kami hanya melambaikan tangan sambil tertawa. Tak lama kemudian kami sampai di halaman kelas kami. Waktu istirahat pertama tinggal lima menit lagi. Secepat busur yang melesat dari panahnya, jajanan kami ludes tak bersisa. Es teh kami pun tinggal plastik pembungkus dan sedotannya. Tak sengaja ekor mataku menangkap bayangan cowok keren yang ketemu di kantin tadi. Ternyata, dia pun sedang memandangiku. Kupalingkan wajahku, pura-pura tak melihatnya. Sekilas aku melihat dia tersenyum. Malu sekali rasanya, seperti maling ketangkap basah.

Tiba-tiba lagu "Padamu Negeri" berkumandang sebagai tanda istirahat pertama berakhir. Saatnya belajar matematika dengan Bu Novita.

***

" Eh, ketemu lagi!" kata sebuah suara di belakangku.

" Namamu Cantika, kan? Anak kelas 8 A. Kenalkan, namaku Jae. Aku anak kelas 9 B, " kata cowok keren yang pernah ketemu di kantin sekolah waktu itu sambil mengulurkan tangannya ke arahku. Aku ragu-ragu untuk menerima tangannya yang terulur. Dalam hati aku berkata, " Oh, namamu Kak Jae." Rupanya Kak Jae tahu keraguanku. Dengan sigap diambilnya tanganku dan terpaksalah aku berjabat tangan dengannya.

" Foto kopi apa?" tanya Jae sok akrab.

" Materi bahasa Indonesia, Kak," jawabku sambil menunjukkan buku EYD yang kupinjam dari perpustakaan sekolah. Rasanya aku pun ikut terbawa suasana akrab yang diciptakannya.

" Guru bahasa Indonesiamu Bu Iik, ya?" tanyanya.

" Iya," jawabku sambil tersenyum.

" Sama, dong!" katanya. "guru bahasa Indonesiaku juga Bu Iik."

" Kakak foto kopi apa?" tanyaku. Kulihat dia tidak membawa apa pun untuk difoto kopi.

" Ah, nggak. Aku tadi beli bakso. Terus kulihat kamu ada di depan toko ini. Jadi, sengaja aku ke sini untuk menyapamu" jelasnya panjang lebar.

" Ini, Tik! Semuanya Rp6000,00!" kata Mas Danu sambil menyerahkan buku EYD yang asli dan foto kopiannya.

" Ini uangnya! Makasih ya, Mas!" kataku sambil menyerahkan uang sesuai dengan jumlah yang dimintas Mas Danu. Aku segera beranjak dari tokonya Mas Danu berniat pulang.

"Aku antar, Tik!" kata Kak Jae sambil menstater motornya.

"Gak usah, Kak, terima kasih!" jawabku sambil terus berjalan.

"Ayolah, Tik! Izinkan aku mengantarmu!" suara Kak Jae membujukku.

"Gak usah, Kak. Itu rumahku!" jawabku sambil menunjuk sebuah rumah bergaya minimalis bercat coklat tua dan muda.

"Oh, itu rumahmu?" tanya Kak Jae penasaran, "bukan, rumah nenekku," jelasku.

"Boleh main ke rumah nenekmu?"

"Nanti aku tanyakan dulu ke nenekku, ya," jawabku agak geli, membayangkan Kak Jae ngobrol berdua sama nenekku.

" Tika masuk dulu ya, Kak, " pamitku tanpa menawarinya untuk mampir. Kak Jae terihat kecewa, tapi hanya bisa mengangguk sambil melambaikan tangannya.

***

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post