Iin Tri Kusminarni

Saya adalah pengajar tetap di SMA Muhammadiyah 3 Surabaya. Sejak tahun 2000 merantau ke kota pahlawan untuk kuliah di sana. setelah lulus kuliah, saya bekerja d...

Selengkapnya
Navigasi Web

Hikmah dibalik peristiwa

Lebaran kali ini berbeda, biasanya kami sekeluarga selalu mudik ke kampung halamanku Lamongan.Tak jarang mertuapun ikut serta mudik bersama kami mencari suasana berbeda lebaran di kampung. Karena covid-19 ini kami tak bisa kemana-mana, di rumah saja.

Senja itu hari terakhir ramadhan, aku, suami, dan anakku berkunjung ke rumah mertua di Surabaya. Tujuannya adalah untuk menjemput mereka, mengajak ke rumah kami sekalian menjenguk tetangga yang sakit karena kecelakaan. Saat menjenguk tetangga, kami mendapat kabar bahwa Bu Pit pedagang sayur yang rumahnya tak jauh dari mertua telah terinveksi virus corona. Sontak kaget kami dibuatnya.

Sebenarnya malam itu juga kami berniat untuk mengajak mertua ke rumah kami Sidoarjo, tapi mereka menolak karena ingin sholat ied dulu di masjid esok hari. Bapak ingin melaksasanakan sholat ied di masjid kampungnya karena Masjid perumahan kami tidak mengadakan. Memang sejak pandemi, masjid perumahan kami sudah meniadakan kegiatan ibadah yang berpotensi mengundang banyak jamaah seperti sholat jumat dan pengajian. Ramadhan kali inipun sepi. Tak ada taraweh, buka bersama, kajian, tadarus, maupun lomba-lomba keagamaan. Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Masjid hanya dibuka saat sholat lima waktu dan I’tikaf di sepuluh malam terakhir ramadhan karena jumlah jamaahnya hanya sedikit. Protokol kesehatan pun selalu diterapkan di sana seperti membawa perlengkapan ibadah sendiri, memaki masker, membersihkan tangan dengan handsanitizer yang disediakan masjid dan memberi jarak satu meter antara jamaah satu dengan lainnya.

Sekitar jam tiga dinihari ibu mertua dikejutkan oleh kabar yang dikirim ke grup whatshapp. Innalillahi wainnailaihi rojiuun, Bu Pit yang tadi malam kami bicarakan telah berpulang kehadirat-Nya. Astagfirullahaladziimmm….bergetar tubuh ini mendengar kabar tersebut. Sebagai manusia biasa kami sedih, takut dan panik. Hanya padamu ya robb kami berlindung dari ganasnya virus ini. sambil terus beristigfar kupanjatkan doa semoga kami semua dilindungi.

Tak ada yang bisa kami lakukan selain do’a untuk almarhum dan keluarganya. Kami tak diijinkan untuk keluar rumah apalagi takziah. Mobil ambulan berwarna putih bersih berukuran besar masuk ke gang sempit depan rumah Bu Pit untuk menjemput jenazahnya. Jenazah akan dimakamkan di daerah keputih Surabaya, khusus pemakaman warga yang terkena Corona. Keluarganya juga dibawa serta untuk di tes lengkap dan isolasi mandiri di asrama haji sukolilo.

Setelah selesai sholat ied, pagi ini kami sungkeman ke mertua saling mendoakan dan bermaaf-maafan satu sama lain. Tak lupa kami juga menelpon orangtuaku yang ada di desa untuk meminta maaf. Butiran bening mengalir dari kedua sudut mataku, rasa haru bercampur aduk mengguyur- guyur jiwaku saat itu.

Sebelum berangkat ke rumahku, kami semua sarapan serundeng daging masakan ibu bersamaku tadi malam. Tak lama setelah kami sarapan, adik bapak dan keluarganya berkunjung ke rumah. Kami menyambutnya dengan sukacita. Setelah itu kami segera berangkat ke sidoarjo karena ternyata adik suami beserta keluarga kecilnya sudah menunggu di depan rumahku. Untung pagar rumahku tak terkunci, jadi mereka masih bisa menunggu di teras. Karena lumayan lama menunggu, akhirnya adik mencuci mobilnya di depan rumahku sementara istrinya menyapu terasku untuk duduk bersantai bersama anak-anaknya.  

Jalanan lengang, hanya sedikit kendaraan yang berseliweran. Bahkan saat sampai perumahanku pun jalanan masih sepi, hanya dua satpam penjaga gerbang yang menyambut kami. Semua rumah terkunci, pagar dan pintunya tertutup rapat. Tak ada aktivitas perayaan idul fitri sama sekali. Owh, miris hati ini.

Meski lebaran kali ini berbeda, tapi alhamdulillah di rumahku masih ramai. Ada mertua, saudara dan ponakan-ponakan kecil yang menghidupkan suasana. Tingkah polah mereka menjadi hiburan tersendiri.

Siang ini kubuat lodeh tewel udang kesukaan bapak, lengkap dengan kerupuk ikan dan lontongnya. Kebetulan adek juga membawa bumbu kuning tengiri pedas. Untuk anak-anak kusiapkan juga bakso yang sudah kugilingkan di pasar beberapa hari yang lalu. Hhhhmmm pas banget, endul mendul surendul takendul-kendul nggunnah sampai nambah makannya.

Seharian kami habiskan waktu bersama meski di rumah saja. Kerinduanku akan kampung halaman sedikit terobati oleh kehadiran mereka. Alhamdulillah ya Robb.

Keesokan harinya, tetangga sebelah rumah mertua telpon memberi kabar jika RT lima tempat mertua tinggal di isolasi karena kasus corona yang menimpa Bu Pit dan keluarganya. Warga yang sudah barada di rumah tidak boleh keluar, begitupun sebaliknya warga yang berada di luar, dilarang masuk. Karena itu kami meminta mertua untuk tinggal bersama kami sampai situasi aman. Apalagi selang tiga hari setelah kematian Bu Pit, kami mendapat kabar lagi jika ada tetangga mertua yang meninggal lagi karena kasus yang sama. Innalillahi wainnailaihi rojiuun, kembali kami berduka.

Dua hari pasca hari raya, mertua mengajak kami langsung puasa syawal. Meski awalnya berat tapi alhamdulillah kami semua bisa menyelesaikannya dalam waktu enam hari berturut-turut. Padahal tahun-tahun sebelumnya kami tidak pernah menyelesaikan puasa syawal langsung enam hari tanpa putus. Biasanya kami melaksanakan puasanya di hari senin dan kamis dalam bulan syawal atau menyesuaikan dengan keinginan. Apalagi saat mudik, kami pasti menunda dulu puasanya sampai balik ke rumah sidoarjo. Biasanya di kampung kami masih senang menghabiskan waktu berkunjung ke rumah saudara jauh maupun dekat. Masakan ala desa khas buatan ibuku juga selalu menggoda untuk di santap. Jadi kami baru bisa puasa saat kembali ke Sidoarjo. Tapi kini saat ada mertua dirumahku puasa syawal langsung selesai enam hari persis setelah lebaran. Setelah itu lanjut puasa qodho, mengganti puasa yang tertinggal saat haid di bulan ramadhan. Alhamdulilah, ada hikmah dibalik peristiwa.

Meski awalnya berat saat mertua ikut bersama dirumah dalam waktu yang lama tapi ternyata banyak kenikmatan yang kurasakan. Allah telah mencukupkan semua kebutuhanku. Anak dan suamiku yang dulunya malas bersih-bersih rumah, kini mereka gerak cepat tanpa kusuruh. Mereka sering membantu memasak dan menyiapkan makanan di dapur, mencucikan perabotan bekas memasak dan lainnya. Tak jarang suamiku juga yang melayani Bapak saat aku masih repot. Karena memang tangan dan kaki Bapak sudah tidak begitu kuat memegang akibat sakit yang dideritanya. Benar janji Allah, Ia akan memudahkan hidup kita jika kita berbakti kepada orangtua. Karena ridho-Nya bergantung pada ridho kedua orangtua. Wallahu A’lam bishawab.

 

Saatdirumahajah, 13 Juni 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

semangat bund, karyanya sungguh menginspirasi. sukses selalu

28 Jun
Balas

Akhamdulillah, turut berbahagia hanya kekasih terpilih yang bisa mengambil hukmah dari peristiwa. Keren Bun, semangat terus berkarysJazakillahu khairan katsiran atas kunjunganya ke gubuk reyot sayaBarokallohu

13 Jun
Balas

Terima kasih Bu Yiyis

24 Jun
Balas

Terima kasih Bu Yiyis

24 Jun
Balas

sukses juga untuk Teteh Enna

04 Jul
Balas



search

New Post