SETIAP SISWA ADALAH JUARA
Oleh : Iip syarip Hidayat, S.Pd
“ angka – angka yang ada dalam raport sekolah yang disebut sebagai nilai dari anak – anak kita hanya berguna untuk bisa naik kelas dan lulus di sekolah tapi yang dibutuhkan suskes dihidup nyata bukan angka – angka tersebut meliankan sebuah visi hidup yang jelas, kreatifitas dan karakter yang positif “- Robert Kyosaky-
Ketika musim pembagian raport tiba, kita sering mendengar satu pertanyaan yang sama, baik dari orang tua siswa atau pun siswa itu sendiri kata “ rengking ke berapa ? “. Pertanyaan seperti demikian sesungguhnya menyenangkan bagi beberapa siswa, tetapi juga kurang begitu menyenangkan bagi sebagian besar siswa yang lainnya, bahkan hal tersebut bisa menjadi momok menakutkan. Karena biasanya para guru akan membuat daftar rangking pada raport siswa mulai dari lima besar sampai sepuluh besar. Tak ada yang salah sebetulnya dalam hal ini, karena selain akan menjadi tolak ukur keberhasilan siswa sang guru bisa mengetahui sejauh mana siswa bisa berkompetisi.
Namun jika ketika seorang guru selalu melihat bahwa seorang siswa yang unggul adalah siswa yang mendapat rengking teratas dikelasnya, dalam hal ini hanya dilihat dari angka – angka yang ia peroleh dari hasil ujiannya.? ”
Sehingga muncul pertanyaan- pertanyaan seperti :
a. Bagaimana dengan potensi siswa lainya yang tidak bisa dilihat dengan angka – angka nilai ujian atau raport ?
b. Apakah dari 30 siswa hanya sepuluh siswa saja yang unggul dan 20 siswa lainya merupakan siswa yang kurang unggul ?
c. Apakah apakah 20 siswa tersebut tidak punya kesempatan untuk menjadi siswa unggul dan berprestasi dibidangnya masing- masing ?
Sebelum menjawab pertanyaan diatas, mari kita lihat beberap uraian singkat penjelasan mengenai kecerdasan siswa. Setiap siswa mempunyai kelebihan dan kecerdasan masing masing. Maka saya lebih setuju jika setiap siswa adalah juara. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda atau biasa disebut “ Multiple Intelliegence” yang dikemukan oleh Howard Gardener dalam teorinya. Berikut adalah delapan kecerdasan menurut Howard Gardener, yaitu :
a. Kecerdasan linguistik ( kemampuan untuk menggunakan kata- kata secara efektif, baik secara lisan amupun tulisan ).
b. Kecerdasan logik matematik ( kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah ia mampu memikirkan dan menyusun solusi / jalan keluar dengan urutan yang logis / masuk akal )
c. Kecerdasan Visual dan Spasial ( kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial seacra akurat / cermat )
d. Kecerdasan Musik ( kemampuan untuk menikmati, mengamati membedakan membentuk dan mengekspresikan bentuk – bentuk musik )
e. Kecerdasan Interpersonal ( kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud , motivasi, dan perasaan orang lain )
f. Kecerdasan Intrapersonal ( kemapuan yang berhubungan dengan kesadaran dan penegtahuan tentang diri sendiri )
g. Kecerdasan Kinestestetik ( kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide dan perasaan )
h. Kecerdasan Naturalis ( kemampuan untuk mengendali, membedakan, mengungkapkan dan membuat katagori terhadap apa yang dinjumpai di alam amaupun dilingkungan )
Demikian merupakan beberapa kecerdasan yang di ungkapkan oleh teory Howard Gardener, belum jika di pecahkan lagi dengan beberapa mata pelajaran dan keterampilan yang masing – masing dimiliki oleh setiap siswa.
Rangking kelas sesungguhnya hanya memberikan sebuah penghargaan bagi beberapa siswa sementara sebagian besar siswa yang lain tidak mendapatkan sebuah penghargaan apapun. Secara tidak langsung hal demikian akan membuat kebanyakan siswa rendah diri dan akhirnya tidak percaya akan kemampuan dirinya. Padahal ada banyak talenta – talenta lain ataupun kecerdasan – kecerdasan lain yang tidak bisa diukur dengan sebuah angka.
Musibah terbesar dalam pendidikan terjadi ketika sekolah menggiring anak didiknya untuk menilai diri mereka sebagai anak bodoh, peringkat itulah yang menjadi alat ukurnya. Seperti yang dikatakan diatas tadi, bagi tiga atau lima orang tua yang anaknya menjadi juara kelas merupakan suatu kebanggan, tetapi bagi dua puluh orang tua yang lain merupakan waktu untuk mengeksekusi anaknya. Tidak sedikit oarang tua yang kecewa, menghina, meremehkan bahkan memukul anaknya anaknya karena tidak mendapatkan juara kelas.
Kebanyakan sekolah dan masyarakat teralalu mensakralkan juara atau rengking kelas. seakan – akan tujuan utama pendidikan adalah untuk meraih nilai yang tinggi. Padahal tidak ada kaitan sama sekali dengan tujuan pendidikan Nasional yaitu “ Membentuk manusia Indonesia yang berakhlak mulia “ Bukan mempunyai rengking atau peringkat tertinggi dikelasnya. Seperti kata john holt, penggagas home schooling, “ kita menghancurkan rasa cinta belajar pada diri anak, yang sesungguhnya mereka memiliki sangat kuat di masa kecil, dengan mendorong mereka untuk belajar demi penghargaan, bintang emas, atau kertas yang diberi angka 100”.
Kebanyakan orang tua kurang peduli dengan perkembangan karakter anak. Yang ingin diketahi dari anaknya adalah nilai dan rengking berapa ?. mereka beranggapan jika anakanya juara maka anaknya bisa mengungguli anak – anak yang lain. Semakin anak – anak yang lain dikalahkan akan semakin hebat. Kecerdasan di lihat dari deretan angka – angka.
Jika orang tua dan guru masih memvonis kecerdasan anak memalui perbadingan dengan kecerdasan anak yang lain. Maka sangat tidak adil sekali, karena itu tadi setiap anak punya keunikan. Sudah selayaknya orangtua maupun guru memahami keunikan – keunikan anaknya. Jika keunikan – keunikan itu terus diasah dan dilejitkan maka setiap anak akan menjadi juara dibidangnya masing – masing. Maka dari itu saya sendiri tidak khawatir ketika anak saya tidak menjadi tiga terbaik dikelasnya. Saya justru lebih khawatir jika anak saya melakukan segala cara untuk memperoleh nilai baik.
Akan lebih indah jika setiap sekolah memberikan kesempatan kepada setiap siswanya menjadi juara dibidangnya masing – masing. Sekolah harus bisa memfasilitasi kolaborasi multi talenta untuk mejawab tantangan zaman. Mereka tidak akan merasa terbebani oleh tumupkan pengetahuan demi mengejar nilai tinggi. Semua tertantang untuk berkarya dibidangnya masing-masing. Siswa pandai dibidang – oleh raga akan menjadi jura dibidang oleh raga, siswa pandai pada matematika akan menjadi jura di bidang matematika. Begitupun bakat – bakat lainya, semua harus di apresasi agar timbul kepercayaan dalam dirinya. Tugas guru memberi ruang kepada setiap siswa untuk memunculkan setiap potensi mereka. sehingga mereka akan tumbuh menjadi pribadi – pribadi yang lebih percaya diri dengan potensi yang ia miliki. Sehingga semua siswa berpeluang untuk menjadi yang hebat dan pada dasarnya setiap siswa diciptakan untuk menjadi juara baik untuk dirinya maupun keluarganya.
Kota kinabalu 4 april 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pola pikir yang harus kita perbaiki
Betul bu Ihat, kompetensi memang perlu, namun tetap kita prolioritaskan hak setiap anak
Iya itulah memang sebuah pandangan umum masyarakat kita dari dulu
Memang biasanya dan sudah menjadi kelaziman bahwa kepandaian seorang anak diukur dari perolehan ranking di kelas, padahal hal ini dapat mendeskreditkan beberapa anak lain yang tidak mendapatkan ranking tadi bahkan walaupun bentuk laporan hasil akhir siswa didalamnya tidak dicantumkan ranking pada kenyataannya orang tua saat pembagian raport ada yang menanyakan anaknya pada ranking berapa