TANTANGAN MENGAJAR DI SEKOLAH INDONESIA KOTA KINABALU
oleh : Iip syarip Hidayat, S.Pd
Sebagai guru kelas Sekolah Dasar, saya harus siap di tugaskan untuk mengajar di kelas mana saja baik itu kelas tinggi mauapun kelas rendah. Pengalaman mengajar di Indoenasia selama hampir sepuluh tahun belumlah cukup untuk saya dalam menangani anak- anak di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu Malaysia. Karena sangat berbeda sekali anatara mengajar anak – anak Indonesia yang berada di dalam negeri dengen mengajar anak- anak Indonesia yang beada diluar negeri khususnya di malaysia.
Mengajar anak –anak SIKK khususnya di kelas rendah merupakan sebuah tatantangan tersendiri bagi saya karena disitu saya bisa banyak belajar bagaimana menangani anak – anak yang berbeda karakter dan latar belakang. Dari berbagai karakter anak serta latar belakang pendidikan orang tua membuat saya terus mempelajari satu persatu anak – anak didik saya. Setiap kali saya masuk kekelas, saya tak langsung mengajak mereka belajar, akan tetapi saya lebih membiasakan mereka untuk tertib, belajar disiplin, jujur , menghargai orang lain, dan mandiri. Untuk mengajarkan hala – hal seperti demikianlah yang justru lebih mereka butuhkan dan mengajarkan hal demikain tak semudah mengajkan materi pelajaran, butuh waktu yang cukup lama, ksabaran serta ketekunan.
Ketika musim pembagian raport saya manfaatkan untuk mempelajari latar belakang orangtua siswa. Saya ajak mereka berdialog tentang kebiasaan mereka dan anak –anaknya di rumah, pekerjaan mereka, latar belakang pendidikan mereka serta keadaan keluarga mereka. Saya ingin mengetahui informasi bagaimana kehidupan anak – anak didika saya serta latar belakang orangtuanya. Ternyata memeng rata- rata orangtua anak didik saya hampir berpendidikan rendah. Dan hampir semuanya sebagai buruh kasar yang sangat sibuk dengan pekerjaannya serta tidak punya banyak waktu dengan anak – anak mereka. Jika saya perhatikan anak- anak SIKK kebanyakan kurang perhatian dan didikan dari orangtuanya. Ditambah dengan lingkungan sosial yang kurang sehat, walhasil anak – anaknya sedikit mendapatkan pendidikan dasar dari orangtua mereka. Sedangkan pendidikan awal yang lebih mendasar sebelum siswa masuk kesekolah adalah pendidikan orangtua.
Selain latar belakang orang tua, budaya mereka sangat berbeda sekali dengan budaya anak – anak Iindonesia yang berdada didalam negeri. Anak- anak Indoensaia di malaysia khusunsya di SIKK seolah seperti kehilangan jati diri mereka. Mereka seperti tidak mengenal tatakrama, sopan santun, etika, serta keramhan yang diagungkan bangsa Indonesia. Hal ini karean mereka lahir dan dibesarkan di negara orang. Maka disinilah tantangan terbesar saya bagaimana mengembalikan jati diri mereka sabagi bangsa Indoenasia yang terkenalsantun, ramah dan sopan.
Pengalaman mengajar dari kelas satu ke kelas yang lain membuat saya lebih kaya akan informasi tentang anak- anak SIKK. Berbagai kejadian sering saya alami ketika saya masuk dan mengajar dikelas. Terutama yang paling menarik ketika mengajar dikelas satu, saya banyak menemui anak- anak yang berkelahi, saling memukul dan nhampir setiap ngajar pasti ada yang nangis. Kejadian kekerasan terhadap teman sudah merupakan cutlure anak –anak di SIKK karena kebiasaan kehiupan keras. Tapi hal itu masih dianggap wajar karena memang di setiap sekolah pasti akan ada kejadian seperti itu, Namun yang membuat saya geleng – geleng kepala ketika menemui anak –anak yang seolah tidak tahu etika. Misalnya katika saya masuk kelas dan membawa barang kedalam kelas seperti leptop, buku, spidol, proyektor, pulpen akan mereka ambil tanpa ada rasa sungkan, malu atau meminta izin terlebih dahulu. Sampai suatu ketika saya mau mengajar dan menyalakan proyektor tiba- tiba anak- anak berkumpul dengan tangannya masing mengambil barang yang saya bawa dan mereka mainkan. Hal seperti demikian mereka seolah tidak ada rasa malu atau sungkan bahkan takut. Barang – barang yang mereka ambil mereka mainkan dan bahkan kadang mereka bawa kerumah seperti pulpen dan lainya yang mudah mereka bawa. Saya mencoba memeberi nasihat bahwa hal yang demikian merupakan prebuatan tidak baik krena mengambil barang orang lain tanpa seizin yang punya. Dan ternyata mereka memang tidak tahu akan hal itu. Ketika saya berbicara di dalam kelas, banyak diantara mereka yang cuek seolah tidak mendengar apa yang guru katakan dan tidak peduli apapun yang guru katakan. Saat mereka berbicara, mereka akan berbicara dengan suara yang snagat keras dan ramai seperti dipasar.
Disitu saya berfikir, mengajar anak – anak di SIKK memang harus dimulai mengajarkan karakter terlebih dahulu. Tidak bisa tiba- tiba langsung mengajakan materi pelajaran . karena pada dasarnya mereka tidak mendapatkan itu sebelum mereka masuk sekolah. Berbeda dengan anak – anak indoensia yang ada di dalam negeri, mereka sudah dibiasakan bagaimana bertindak sopan , bertutur kata yang baik, dan beretika. Jika di Indoensia seorang guru menasihati muridnya maka muridnya akan akan manggguk – mangguk sambil berkata “iya”. Berbeda dengan siswa di SIKK ketika guru menasihati mereka akan berbalik wajah bahkan akan mengatakan hal yang kurang enak didengar bahkan ngeyel. Itulah perbedaan dan sebuah tantangan terebesar saya ketika saya mengajar anak- anak di SIKK.
Tidak semua anak – anak di SIKK seperti demikian, tergantung dari bagaimana orangtua mereka masing- masing namun sebagian besar mereka tidak mendapatkan pendidikan moral dari tempat mereka tinggal. Sehingga tidak heran banyak terjadi hal –hal yang kurang enak didengar dilingkungan sekolah seperti pencurian, perkelahian, merekok, pelecehan. Namun itulah tantangan para pendidik di SIKK bagaimana mereka bisa menerapkan karakter baik pada anak – anak bangsa yang tidak mengenal karakter bangsanya sendiri.
Itulah tantangan terbesar dalam mengajar di SIKK terutama dikelas rendah dimana saya harus bisa pelan- pelan menerapkan karakter, etika, dan moral yang sebelumnya mungkin belum mereka dapatakan di tempat tinggal mereka. Pengalaman menghadapi anak- anak seperti ini merupakan hal baru bagi saya selama hampir sepuluh tahun mengajar di sekolah dasar. Saya harus ekstra keras memutar otak mencari solusi pendekatan – pendekatan dengan mereka. karena itulah sebetulnya yang lebih mereka butuhkan dibanding dengan akademik yang hanya mencetak generasi pintar saja tapi tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional dan berahklak mulia. Mereka lebih membutukan karena konsisi mereka yang hidup dilingkungan yang membesarkan mereka. Menjadi guru diantara anak –anak yang mempunyai banyak keterbatasan memang tidak mudah namun itulah yang akan terasa nikmatnya menjadi seorang pendidik. Disinlah keberadaan seorang pendidik betul – betul dibutuhkan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar