Hari ini cuaca mendung menggelayuti Kota Cirebon. Langit menghitam sementara hujan tetap tak mau turun. Udara sangat panas, angin seperti enggan berbisik menyibak dedaunan. Beberapa kali saya mengelap keringat yang mengucur di dahi sambil meringis menahan sakit. Ya, hari itu saya sedang sakit gigi. Sudah tiga hari sakit gigi ini tak mau juga pergi. Tiba-tiba teringat lirik sebuah lagu dangdut yang berbunyi :” Dari pada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini, biar tak mengapa..” Ahh, lirik ini sungguh sebuah pembohongan kepada publik. Kenyataan yang saya rasakan lebih baik tidak pernah sakit gigi apalagi harus sakit hati. Benar-benar terasa menyiksa!

Namun seperti biasa, hari itu pun saya tetap berangkat ke sekolah. Tugas guru memang tak pernah bisa diabaikan, apalagi jika mengingat tatapan mata para murid yang seolah bicara rindu kepada gurunya. Wah! makin tak terbendung keinginan untuk segera melangkahkan kaki menuju kelas meski sakit gigi tak mau juga beranjak pergi.

Ketika saya merapikan buku-buku di meja untuk dibawa ke kelas, wakil kepala sekolah bidang kurikulum menghampiri dan berbicara kepada saya. Dia meminta saya untuk menemani tamu dari Direktorat Pembinaan SMP Kemdikbud yang sedang melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap sekolah rujukan. Sekolah kami memang sekolah rujukan dan saya adalah salah satu koordinator program kegiatannya.

Duuuhh!!! Sambil menggaruk kepala dan bergumam dalam hati : “Sakit gigiku ditaruh dimana dulu ini?”.

Saya mencoba menolak permintaan wakasek kurikulum dengan halus, saya katakan saya sedang sakit gigi. Saya khawatir tidak dapat dengan maksimal mendampingi tamu dalam menjawab berbagai pertanyaan atau instrumen yang dibutuhkan. Namun temanku itu dengan tatapan merajuk terus memintaku. Akhirnya walaupun dengan terpaksa dan sesekali mengusap pipi yang agak bengkak, saya melangkah juga menemui tamu.

Saya tidak menyangka perjumpaan saya dengan Ibu Uci, sang tamu cantik dari Ditjen PSMP Kemdikbud membuat saya belajar banyak hal. Ternyata ditengah-tengah pekerjaan yang kami lakukan selama monitoring tersebut, akhirnya saya mengetahui beliau adalah seorang staf Satgas Literasi di Kemdikbud. Kami pun akhirnya asyik bertukar informasi seputar kegiatan literasi dan tak lupa bertukar PIN.

Satu hal lagi yang menambah ilmu bagi saya. Bu Uci membagikan juga teknik membuat origami yang dapat menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis. Singkat cerita, sehari itu saya mendapatkan berbagai ilmu baru tentang penerapan praktik baik literasi di berbagai sekolah dan pembelajaran, disamping menjalankan tugas memenuhi berbagai aspek monitoring sekolah rujukan yang diminta oleh beliau.

Hingga petang menjelang, sakit gigi saya pun tak terasa lagi. Rasa linu dan nyeri yang sangat mengganggu sejak tiga hari yang lalu menguap entah ke belahan negeri yang mana. Mungkinkah ini akibat obrolan asyik tentang literasi dan teknik origami? Entahlah, yang jelas keesokan harinya saya ingin segera mempraktikan teknik membuat origami untuk menstimulasi kegiatan pembelajaran menulis di kelas. Terbayang wajah ceria para murid ketika melipat-lipat kertas. Saya akan mengajak mereka membuat kupu-kupu, daun, dan bunga pagi hari. Kemudian lipatan-lipatan kertas itu akan menjadi imajinasi di kepala mereka dalam menulis kata dan merangkai kalimat.

Keesokan harinya, saya bergegas menuju ke kelas...

(Para pembaca yang budiman, nantikan apa yang akan terjadi, akankah sakit gigi itu kambuh kembali? Ataukah sembuh total karena berliterasi? Tetap nantikan kisah selanjutnya yaaa...)

...

Cirebon, 2 November 2017