Naina masih termangu di jendela. Memandang tirai hujan yang membasahi bumi. Suara guntur menggelegar bersahutan. Mengingat kejadian tadi pagi hatinya kembali terasa sakit. Tidak mengira orang yang dia cintai tega menyakiti sedalam ini. Naina datang ingin memberi kejutan bagi suaminya. Apadaya dia sendiri yang justru di kejutkan pemandangan di depannya. Suami serta teman baiknya tega  berkhianat.

Buka meminta maaf, nyatanya dua mahluk kejam itu justru menyudutkan Naina. Perih tak terhingga, orang yang dia sayangi justru tega menusuk belati. Merana, merasakan takdir yang terasa begitu kejam. Ibu mendekap raganya yang tergugu pilu. Mengecup lembut pucuk kepalanya dengan penuh kasih. Dialirkan cinta lewat usapan yang menguatkan sembari teriring doa yang tulus. Putri semata wayang semoga tegar menjalani ujiannya.

Dua jasad tertutupi kain batik di ranjang rumah sakit. Naina menatap nanar, rasa di hati tak bisa dilukiskan. Merelakan sebuah maaf di akhir hayat mereka. Kecelakan hebat membuat Suami dan temannya kritis. Mengingat kesalahan dan dosa yang mereka perbuat, terbatas memohon bertemu dengan Naina. “Teruslah bangkit dan berjuang, bersinarlah Naina, jemput kebahagianmu” bisik Ibu sebelum Naina keluar dari kamar. Lima tahun berlalu, kini Naina siap menempuh hidup baru kembali bersama imam yang soleh.