KOPI CINTA
Helai dedaunan kering gugur tertiup angin. Musim kemarau panjang serasa menguji kesabaran. Menanti sebuah harapan akan kehidupan baru yang membersamai turunnya hujan. Masih lama, dan aku masih setia menanti. Rindu akan hijau nan segar bahasa alam, serta warna-warni kelopak bunga.
Mengamati wajahmu yang menegang sedari tadi. Gemas rasanya ingin mencolek hidung mancungmu. Kemarahanmu membuat mereka takut untuk mengganggu, namun bagiku saat itulah rasa jahilku naik satu peringkat. Suara papan ketik yang kau siksa sedari tadi sungguh menggelitik. Ingin rasanya kuajak kau berlari menyusuri bukit, menikmati pemandangan gersang hutan jati di kejauhan. Seperti itu hatiku saat ini, saat merindu senyummu sedari kemarin.
“Maaf sudah mengabaikanmu”, bisiknya sembari memelukku. Aroma tubuhnya selalu membiusku, hangat dekapannya melenakan. Berbalik, kutangkup wajah tampan itu, membelai bibir yang kini lembut mengecup pipiku. Aku sedih ketika dia merajuk dalam cemburu. Masihkah dia meragukan semua cinta dan ketulusanku. Padahal semua tahu hanya ada dia dia yang merajai hatiku. Sehebat apapun lelaki di luar sana, dialah satu-satunya yang istimewa. Dua cangkir kopi terdiam tak tersentuh. Nikmatnya belum menyapa lidah, namun harumnya telah membawa kekasihku dalam pelukan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar