BELENGGU MASA LALU
Isyana diam meringis menahan perih, tangannya sibuk mengolesi salep di tubuhnya. Barisan luka yang hampir mengering. Bukan yang pertama, seakan sudah menjadi rutinitas. Luka memar, luka bakar bahkan luka sayatan benda tajam pernah menghiasi tubuhnya. Sudah jam lima sore, Isyana bergegas membereskan pekerjaan rumahnya. Ada rindu untuk Ayah dan Ibu, namun Isyana tak kuasa untuk menemui mereka. Tak ingin orangtuanya bersedih melihat penderitaannya. Dalam diam terkadang Isyana berharap kematian datang membebaskannya dari takdirnya yang kelam.
Suara canda tawa terdengar di depan rumahnya. Rombongan ibu-ibu muda di kompleknya lewat sepulang senam di rumah ibu RT. Isyana mengintip sembari melayangkan lamunan, andai dia bisa seperti mereka. Rumah mewah yang menjadi idaman orang lain nyatanya bagai penjara dan bahkan mungkin neraka dunia bagi Isyana. Pernah Isyana mencoba pergi, namun pelariannya berujung penyiksaan yang lebih kejam lagi. Tiada satupun yang percaya bahwa suaminya seorang psikopat yang mengerikan di balik topeng santun yang terpasang.
Tirai putih tersibak, kedua orang tua itu meneteskan air mata melihat berliannya yang terluka bak mayat hidup. Mereka menyesal tidak mempercayai putrinya. Perilaku menantunya yang ganjil dan kejam baru saja terbongkar. Ketika mereka datang tiba-tiba ingin memberi kejutan ulang tahun untuk Isyana, malah melihat tubuh putrinya yang hampir meregang nyawa. Menantu kesayangannya tak lebih dari pria bengis yang menakutkan ketika sedang di kuasai amarah. Menghancurkan apapun yang ada di depannya dan tak segan bahkan menikmati menyiksa orang lain.
Pelan Isyana berjalan menuju sebuah ruangan di ujung lorong. Menguatkan hati setelah sekian lama bangkit dari keterpurukan. Berdamai dengan masa lalu adalah pilihannya. Meski berat Isyana berusaha memberikan pengampunan pada orang yang pernah menjadi bagian hidupnya. Sosok lemah tak berdaya, matanya memerah meneteskan air mata. “Terimakasih sudah berkenan datang, aku memohon maaf atas semua dosaku padamu “ lirih bibir pucat dan kering itu bersuara. Isyana hanya diam mengangguk, mencoba mencerna masa lalu. Tubuh gagah dan menawan yang dulu pernah dia cintai tinggal tulang berbalut kulit. Isyana memberanikan diri meraih tangan itu dan tersenyum, mengantarkan kepergiannya menuju keabadian. Setelah di selamatkan orang tuanya Isyana memilih bercerai. Drama perceraian yang melelahkan dengan teror dan ancaman, berujung mantan suami mendekam di penjara karena menganiaya.
Mantan suaminya ternyata penderita kelainan jiwa. Isyana terlambat menyadari demikian pula orang-orang di sekitarnya. Kehidupan di penjara dan perpisahannya dengan Isyana membuatnya semakin tertekan dan akhirnya semakin merusak jiwanya. Isyana menaburkan bunga diatas pusara. Sebelum pergi dia berbisik seakan berpamitan. “Semoga kau tenang di sana, aku sudah memaafkan semuanya. Sepasang tangan hangat membantunya berdiri. Isyana tersenyum menatap imamnya yang kedua, semoga rumah tangganya kali ini ditakdirkan untuk bahagia hingga akhir nanti.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar