MENGADU (JAHATKAH YA RABB-KU?)
Gemeretak geraham beradu mengundang ngilu. Namun tak sesakit pilu di hati. Teringat dua orang istimewa nun jauh di kota kelahiran. Mereka yang menjadi perantara hadirnya di dunia, merawat dan mendidik dan membimbing dengan harapan menjadi manusia baik dan bertakwa. Dua orang bersahaja yang tidak mengeyam pendidikan tinggi, bukan sikaya harta maupun pemilik jabatan, namun Nhea bangga menjadi bagian darinya. Pemilik kejujuran, sikaya hati dengan penuh perjuangan mengantar putri mereka untuk meraih kesuksesan setara dengan anak-anak lain dari keluarga yang lebih berada dan terpandang.
Integritas sudah di jejalkan saat usianya masih dini, bagaimana pula melatih empati pada sesama. Hingga tak masalah bagi keduanya jika putri mereka tumbuh menjadi orang dengan pikiran kritis dan terbuka. Fase yang tak mudah di lalui dan di setujui oleh setiap orang. Nyatanya berpuluh tahun kemudian sifat itu menyakitkan bagi beberapa orang. Kebenaran yang dia junjung tinggi seakan harus diberangus karena mengganggu budaya mereka yang hobi korupsi dan memakan bangkai orang lain. Hadirnya dianggap kesalahan, bahkan mungkin nafasnya adalah sesuatu yang fatal dan tak seharusnya ada.
Terpekur di penghujung malam dengan segala resah. Sakitnya sudah tak tertanggungkan lagi. Fitnahan datang bertubi selama ini berhasil di hadapi. Ramadhan kali ini mungkin membuat sensitif hati. Tatkala rindu pada kesayangan tak bisa terobati dengan pelukan dan ciuman nyata. Justru momen suci di mana orang berlomba meningkatkan kualitas diri dan ibadahnya tak membuat menciut nyali tiga orang perusak untuk menjahatinya lagi. Lelah, sungguh lelah hati ini. Dunia tak tahu berapa luka yang dia sembunyikan di balik punggungnya. Mungkin ada yang belum mengering dan masih bernanah namun sekuat tenaga mencoba tegap berdiri dan tersenyum. Nhea lelah Gusti, langkahnya sudah goyah. Mungkin dia tak lagi setegar biasa meski banyak tangan pula yang engkau kirimkan untuk menopang dan memeluknya dengan erat. Kali ini ada tanya yang nyaris tak bisa terbendung. “Gusti sang pemilik hati, bolehkah meminta padaMU dengan bebas?”. Yang kedua kalinya dia terisak perih dengan teriakan memekakkan relung sunyinya. “Jahatkah Nhea ya Rabb jika mengadukan perbuatan mereka pada izrailMU?.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasannya bun
cerpen yg menarik bu