Kemana perginya kemeriahan. Mengapa sunyi malam ini terasa berbeda. Menyesakkan, suram dan mencekam. Tanda kehidupan seolah menghilang, selain nafas satu-satu yang berat memikul beban. Mata Andre menantap nanar bayangan hitam di kejauhan. Pikirannya sedari tadi mengembara, masih sibuk mencari jejak memori tentang hangatnya senyum sang bidadari.

Andini mengintip malu-malu diantara lekungan rumpun mawar yang subur diujung taman. Jemari lentiknya membelai kelopak harum yang mekar sempurna di bawah sinar purnama. Raga yang tegap kini tinggal ringkih terbalut nestapa. Andini ingin berlari meraihnya dalam dekapan, menyugar surai rambutnya yang kini berantakan tertiup angin malam. Tak tahan berkata semua akan baik-baik saja. Mereka akan berbahagia dan bersama selamanya.

“Selamat menempuh hidup baru, semoga bahagia selalu”, penuh derai tawa ucapan selamat bertubi dia terima.  Andre tersenyum dan melirik perempuan yang baru saja menjadi istrinya. Bersyukur ada dia yang menerimanya apa adanya. Namun dibalik semua hanya dia yang tahu masih ada ruang terjaga untuk permaisurinya. Terpejam menghembuskan nafas penuh harap semoga Andini mengizinkannya meneruskan hidupnya tanpa sekalipun melupakan arti hadirnya. Di kejauhan sepasang mata mengerjap meneteskan air mata bahagia. Melihat suaminya kembali menemukan semangat hidupnya. Hembusan angin malam menggugurkan kelopak Kamboja di atas pusara Andini yang sedang beristirahat hingga nanti dipertemukan dengan suaminya kembali dalam reuni abadi.