Kabut masih setia menyelimuti kedamaian. Suara tangis memecah kesunyian bersama datangnya sang fajar. Harapan baru bersemai di hati melihat mulut mungil mereguk asi dengan semangat. Satu kehidupan hadir, membawa izin untuk mengambil perannya di dunia. Kebaikan menjadi hal pertama yang di janjikan oleh sang perantara untuk diajarkan. Runutan doa terlantun agar jiwa suci itu terjaga, tumbuh menjadi pribadi yang welas asih, berbakti dan bermanfaat bagi dunia. Tak kalah penting yang utama adalah melihatnya tumbuh dewasa dengan takwa dan iman di dada.

Setiap hari istimewa dengan segala rupa kejadian dan pelajaran hidup yang ditemui. Mawas diri melangkah, jangan sampai hilang arah dan tujuan. Kelap-kelip indah tak selalu menawan, terkadang di baliknya ada jurang kelam yang siap menelan. Perbedaan warna menjadi harmonisasi kehidupan jika di pandang dengan hati yang bersih dan lapang. Tak perlu perdebatan untuk saling membenarkan diri sendiri, bukankah pelangi terlihat istimewa karena keberagamannya.

“Jadilah ksatria, tak silau dunia dan welas asihlah pada sesama” bisik Ibu sebelum aku terlelap. Damai pelukannya merengkuh jiwa lelahku yang seharian sibuk berpetualang. Mengejar kupu-kupu, menghirup bunga dan mengenal berbagai macam sifat manusia. Aku melihat keindahan dalam mimpiku, itukah surga yang dijanjikan. Jalan menuju kesana terasa berat. Ksatria kehidupan tak boleh jatuh pada godaan. Menggenggam iman sampai nanti ajal menjelang.