Ika Masruroh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

MERAIH ULIL ALBAB MELAULI RELEVANSI KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL

MERAIH ULIL ALBAB MELALUI RELEVANSI KECERDASAN

INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL DALAM KONSEP ISLAM

IKA MASRUROH, S. Pd

Guru Bahasa Indonesia MTsN 15 Jombang

Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu anugerah terbesar dari Sang Pencipta yang menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan mahkluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berpikir dan belajar sacara terus menerus. Kecerdasan memiliki manfaat yang besar bagi dirinya sendiri dan untuk pergaulannya di masyarakat. Pada umumnya orang memberikan predikat cerdas kepada orang yang mempunyai intelektual tinggi saja. Dalam tinjauan pendidikan, hal ini merupakan dampak dari orientasi pembelajaran yang tampaknya lebih menekankan pentingnya nilai akademik kognitif atau kecerdasan otak (IQ) saja.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi dewasa ini, orang tidak hanya berbicara mengenai kecerdasan umum atau kecerdasan intelektual (IQ) saja, melainkan juga kecerdasan emosi (EQ) serta kecerdasan spiritual (SQ). Fungsi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual sebagai alat untuk memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip tauhid, mencari dan mewujudkan kebenaran yang haq. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berkaitan dengan penerimaan dan pembenaran pengetahuan yang berdasarkan pada akal manusia sesuai fakta dan data. sementara itu kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang berkaitan dengan pengendalian nafsu impulsive dan nafsu agresif. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan kualitas rohani seseorang. Kecerdasan emosi dan spiritual dalam konsep islam adalah akhlak dan tuntunan dalam agama Islam, yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, dan dijelaskan dalam karya-karya klasik ulama salaf, jauh sebelum konsep EQ dan SQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang lebih penting dari IQ.

Konsep dan metodologi ajaran Agama Islam dalam membangun kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yaitu dengan menerapkan dan mengaplikasikan makna takwa secara lahiriah sebelum sampai pada puncaknya yaitu makna takwa secara batiniah. Kecerdasan ini sudah ada dan mengikuti diri manusia semenjak dia di lahirkan, untuk selanjutnya keluarga dan lingkanganlah yang akan mewarnai jalan kehidupannya. Kecerdasan seseorang tidak hanya dinilai dari aspek intelektual atau kognitifnya saja, selain bisa dilihat dari sisi psikomotor atau keterampilan yang dimilikinya, bisa juga dilihat dari afektif (sikap) yang ada pada dirinya, serta aspek spiritualnya. Penentu keberhasilan seseorang bukan terletak pada seberapa tinggi kecerdasan intelektualnya (IQ) saja, melainkan bagaimana keadaan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritualnya (SQ) yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang. Ketiga kecerdasan tersebut sangat membantu individu dalam meningkatkan kualitas diri. Selama ini masyarakat mempercayai bahwa seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar dari yang lainya. Namun pada kenyataannya, seseorang yang memiliki IQ tinggi tidak menjamin mereka meraih kesuksesan, hal ini disebabkan oleh rendahnya kecerdasan emosional yang di milikinya, karena kecerdasan emosional dapat di kembangkan seumur hidup dengan belajar belajar dan belajar lagi, maka dari sinilah kecerdasan emosi (EQ) membuktikan eksistensinya.

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memiliki kewajiban yang harus dilakukan untuk membuatnya pantas disebut sebagai makhluk yang istimewa. Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluq ciptaan Tuhan yang lainnya disebut sebagai alasan mengapa manusia dianggap makhluq paling istimewa atau ullil albab. Manusia tidak hanya satu-satunya makhluq ciptaan Tuhan, namun hanya manusialah yang disebut oleh Tuhan dalam Al-Qur’an sebagai makhluq yang paling sempurna diantara makhluq lain yang Tuhan ciptakan di alam ini. Sungguh sangat istimewa manusia sebagai makhluq tuhan yang diberi kesempurnaan akal dan kecerdasan sehingga diharapkan mampu mempergunakan akal atau pikiran dan kecerdasannya untuk mempertanggungjawabkan semua yang dilakukan di alam ini.

Faktor kecerdasan emosional berperan menentukan eksistensi dan martabat manusia di depan Allah, yakni sebagai makhluk yang dapat menaik turunkan derajatnya di mata Allah. Apabila dibandingkan dengan makhluk Tuhan yang lain, manusialah satu-satunya yang dapat disebut sebagai makhluk kualitatif, atau satu-satunya makhluk yang dapat membina dirinya secara nilai dan moral. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini maka segala perbuatan yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan dengan kesempurnaan akal yang dimiliki manusia, mereka berusaha mencari jalan terbaik untuk kembali menuju Tuhannya. Salah satu upaya untuk mengungkap misteri tersebut adalah dengan menggunakan dan mengembangkan kecerdasan emosionalnya dengan memanfaatkan akal yang telah dimilikinya.

Pendidikan Islam di samping berupaya membina kecerdasan intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati nuraninya. Kecerdasan dalam perspektif Islam lebih cenderung berada dalam nuansa spiritual. Pendekatan yang dipergunakan sebagai cara untuk memberdayakan kecerdasan yang dimilikinya melalui aspek rohaniyah. Dalam diri seseorang sebenarnya telah dikaruniai oleh Tuhan sebuah jiwa, dimana jiwa tersebut bebas memilih sikap, bereaksi positif atau negatif, benar atau salah, marah atau sabar, reaktif atau proaktif, baik atau buruk. Kita memiliki kebebasan untuk memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita. Karena diri sendirilah yang menjadi penanggungjawab utama atas semua perilaku kita.

Sesuai dengan konsep dalam Islam bukan hanya otak yang berperan sebagai pengendali perilaku manusia. Rasulullah Saw pernah bersabda tentang suatu organ tubuh yang jika organ itu baik, maka baik pulalah seluruh organ tubuh. Namun jika organ itu rusak, maka rusak pulalah seluruh organ tubuh. Organ tubuh yang dimaksud disini adalah hati. Suatu proses dalam membangun kecerdasan hati adalah dengan mensinergikan seluruh potensi kecerdasan yang ada pada diri setiap individu, walaupun kenyataanya rasio atau kecerdasan intelektual sangat menunjang terbentunya kedewasaan manusia, namun kecerdasan yang paling dominan adalah keseimbangan antara rasa dan iman yang ada dalam diri manusi karena lebih mampu membangun kecerdasan hati nurani. Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal sehat juga kecerdasan tentu saja harus memanfaatkan kemampuan akal dan kecerdasannya tersebut semaksimal mungkin dalam kehidupan. Karena merupakan sebuah konsekuensi logis bahwa kecerdasan itu harus dibuktikan dan dimanfaatkan bagi kehidupan, tidak hanya untuk manusia semata, tetapi juga harus sampai pada segenap unsur yang ada didalam kehidupan alam semesta. Akal inilah yang akan mengatur dan mengontrol diri setiap manusia atas apa yang hendak ia kerjakan atau lakukan.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia dalam memberi makna dalam kehidupannya. Kecerdasan spiritual erat hubungannya dengan kondisi jiwa, batin, dan rohani seseorang. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi dari bentuk kecerdasan yang lainnya, karena ketika seseorang mempunyai kecerdasan spiritual yang baik, maka ia dapat memaknai kehidupannya dalam kebijaksanaan. Manusia yang mempunyai taraf kecerdasan spiritualanya tinggi mampu menjadi lebih bahagia dalam menjalani hidup, sehingga dalam kondisi yang burukpun diharapkan kecerdasan spiritual mampu menuntun manusia untuk menemukan makna kehidupan yang haqiqi. Kecerdasan spiritual dalam pandangan Islam adalah suatu bentuk kesadaran manusia untuk mengaktualkan prinsip-prinsip tauhid yang telah ditanamkan dalam jiwa manusia sejak di alam arwah. Proses untuk mengaktualkan kecerdasan spiritual dilakukan melalui struktur manusia baik eksternal maupun internal. Dalam dunia tasawuf objek pengaktualan kecerdasan spiritual adalah nafs, jika manusia telah mencapai stuktur nafs muthmainnah, maka manusia akan mencapai struktur tertinggi manusia yakni ruh.

Pada dasarnya manusia sudah memilki potensi untuk menjadi yang sempurna sejak dilahirkan sebagai manusia secara fitrah. Alam dunia adalah tempat manusia mengimplementasikan potensi yang diberikan Tuhan. Proses untuk mengaktualisasikan potensi tersebut memerlukan nafs dan jasad. Tahap awal pengaktulisasian dimulai dari proses mengendalikan syahwat dan hawa nafsu, keduanya berada pada struktur manusia yakni kalbu atau hati dan ego yakni akal. Manusia harus mengupgrade hati dan akalnya supaya tidak dikendalikan oleh syahwat dan hawa nafsu. Ketika manusia tidak bisa mengendalikan ego (akal) atau lepas kendali dari hati, maka nafs akan dikendalikan oleh hawa nafsu dan syahwat, sebaliknya jika ego dan hati dapat dikendalikan maka nafs tidak dapat dikendalikan oleh hawa nafsu dan syahwat.

Bagaimana seorang bisa mencapai istimewa sehingga mampu mengkolaborasikan ketiga unsure kecerdasan yang ada pada diri manusia secara fitrah sehingga mampu menjadi seorang yang ulil albab sesuai konsep islam adalah:

Keajaiban Doa

Berdoa adalah salah satu bentuk meditasi dan bisa menjadi senjata yang ampuh dalam menjaga fisik dan mental kita. Doa tak hanya akan menyembuhkan secara spiritual saja, berdoa juga mampu meningkatkan kesehatan secara fisik. Dengan berdoa mampu meningkatkan kedekatan diri kepada Allah SWT sekaligus untuk memperbaiki diri. Berdoa berarti mengetahui bahwa Allahlah yang menentukan segala usahanya. Doa bisa diartikan sebagai satu permohonan dan pujian dalam bentuk ucapan dari hamba yang rendah kedudukannya pada Rabb Yang Mahatinggi. Ketika dan setelah berdoa, kita akan merasa damai, tenang, dan bahagia. Ini merupakan bukti, bahwa berdoa akan memicu munculnya respon psikologis yang positif sehingga mampu menjaga sistem kekebalan tubuh kita.

Dahsyatnya kekuatan Dzikir/Taqorrub

Dzikir merupakan perjuangan konstan untuk selalu mengingat Tuhan. Dengan berdzikir kita merasa diundang dalam keharibaan Tuhan, lebih dekat dengan Tuhan. Kita mencoba memusatkan pikiran dalam dzikir dan merasakan kehadliran-Nya. Tidak ada jarak anatara manusia dengan Tuhan saat berdzikir komunikasi secara langsung akan sangat terasa disaat manusia mulai terfocus untuk berdzikir dan taqorrub ilalloh. Dzikir merupakan salah satu bentuk komitmen keberagamaan seseorang, juga merupakan kunci ketenangan jiwa, karena menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan akan kembali pada Allah. Kondisi batiniah yang di dalamnya kepekaan terhadap Tuhan dan rasa takut kepada-Nya, kita menjadi sepenuhnya terlepas dari kepeduliaan terhadap dunia, setidaknya untuk sementara ini kondisi batiniah yang stabil. Saat berdzikir kita akan terasa “Sebelum ini hanya ada satu hati namun ribuan pikiran, sekarang semuanya menjadi Tiada Tuhan selain Allah”

Indahnya Istiqomah/Konsisten

Istiqomah adalah sikap teguh pendirian dan siap menerima resiko apa pun yang diakibatkan dari sikap tadi. Dalam artian siap menerima konsekuensi dari pilihan sikap walaupun itu kadang berat dan tidak menyenangkan. Istiqamah merupakan daya kekuatan yang diperlukan sepanjang hayat manusia dalam melaksanakan tuntutan Islam, mulai dari amalan hati, amalan lisan dan anggota tubuh lainya. Selain diartikan sebagaimana di atas istiqamah juga diartikan dengan “konsistensi” atau “keajekan.” Konsisten sendiri bermakna tetap (tidak berubah-ubah), taat, ajek, selaras, dan sesuai juga konsisten di dalam melakukan suatu kebaikan. Selain itu, orang yang istiqomah juga akan lebih teguh di dalam pendirian dan tidak pula akan tergoyahkan oleh beragam rintangan untuk memperoleh Ridho dari Allah.

Mujahadah An-nafs/Self Control/pengendalian diri

Pengendalian diri adalah menahan diri dari belenggu ego duniawi yang tidak terkendali, agar tidak keluar dari garis orbit, serta mengendalikan nafsu batiniah dan lahiriah. Dorongan nafsu yang berlebihan akan menghasilkan belenggu yang menutup aset paling berharga dari seorang manusia, yaitu fitrah. Fitrah yang tidak terbelenggu akan memurnikan suara hati, sehingga hati menjadi jernih dan dapat menjadikan manusia anfa’ lin naas. Mujahadah an nafs sering disebut juga dengan kontrol diri, yaitu perjuangan sungguh-sungguh atau jihad melawan ego atau nafsu pribadi. Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif, kontrol diri pun merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan

Kecerdasan hati merupakan konsistensi dari Intelegensi Emosional dan Spiritual yang mampu menjadikan kesempurnaan manusia menjadi lebih istimewa, karena dengan demikian, manusia dapat berfikir akan hikmah dari penciptaan dirinya dan alam semesta, serta cerdas dalam menjalin hubungan secara horizontal (manusia dengan manusia) maupun hubungan secara vertikal (manusia dengan Tuhan). Jika seseorang telah mampu mengkolaborasikan antara ketiga kecerdasan tersebut, maka ia telah mencapai Intelegensi tingkat tinggi dan pantas baginya disebut sebagai manusia istimewa sehingga berhak menyandang gelar “ulil albab”.

by.ikamasruroh

@iecharinnadya

[email protected]

10mei2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Trimakasih ibu ilmaryeti Salam kenal ibu

17 May
Balas

Aamiin ya rabbal'alamiin

10 May
Balas



search

New Post