MENANTI YANG TIDAK PASTI
sambungan.....
Keberadaan kami di pusat kabupaten ini seharusnya tidak lama. Pasca penerimaan oleh Pemda dan pengumuman lokasi pengabdian seharusnya kami langsung diberangkatkan. Namun, kenyataannya saat itu tidak ada kepastian kami kapan mulai bertugas. Antara senang atau tidak senang. Senangnya berlama-lama di tempat itu bisa menikmati sinyal dan komunikasi dengan keluarga meski hanya sebatas telepon dan sms. Tidak senangnya keterbatasan air untuk mandi dan harga makanan yang sangat mahal.
Ketidakpastian jadwal pemberangkatan kami berlangsung selama 20 hari. Di waktu 20 hari itu banyak pengalaman yang kami rasakan. Mulai mencari air ke tengah hutan, menikmati cuaca dan udara yang sangat panas sekali, sampai menyaksikan perkelahian antar warga senjata setiap hari.
Keterbatasan air sangat menjadi permasalahan setiap hari. Menyusuri hutan ke tempat sumber air dilakukan sehari 2 kali demi ingin mandi. Setiap selesai mandi tak lupa selalu membawa air yang diisi di dalam botol untuk persediaan air di tempat tinggal. Berbeda saat turun hujan, tidak susah-susah ke hutan untuk cari air. Cukup mengisi ember sampai penuh untuk mandi atau persediaan air bersih. Keadaan ini mengajarkan kami bahwa air memang sangat berarti untuk kehidupan manusia. Pengalaman ini menjadi pelajaran yang berharga juga untuk kami.
Terbatasnya air di pusat wilayah itu ditambag dengan panas sinar matahari yang mulai menyengat sejak pukul 06.00 WIT setiap hari. Lokasi yang kami tempati menurut informasi adalah pusat tambang batu bara. Pantas saja saat siang hari tidak hanya panas dari langit, dari bawah tanah juga menimbulkan panas. Untung saja rumah yang ditempati terbuat dari kayu. Ada jarak lantai dengan tanah sekitar 1 meter. Sehingga suhu panas dari bawah tidak langsung disalurkan ke bagian rumah. Selama 20 hari cukup menjadikan kulit tubuh ini menjadi agak gelap saat tinggal di sana.
Kejadian sosial di sekitar tempat tinggal juga hampir setiap hari kami temui. Perkelahian antar Individu dan antar kelompok dengan membawa senjata khas juga sering kami lihat. Panah dan busur panah serta senjata parang tidak terlepas dari tangan mereka yang berkonflik. Sebenarnya masalah-masalah ya g timbul karena masalah sepele. Tidak bayar hutang, berjanji namun tidak ditepati, dendam antar individu atau kelompok yang membuat suasana selalu tegang di halaman.
Waktu 20 hari itu menjadi waktu yang sangat tidak produktif. Namun, bagi kami itu semua pengalaman yang luar biasa. Tidak pernah kami rasakan saat berada di tempat tinggal kami di Jawa. Sampai saatnya tiba, kami 19 orang secara satu-persatu mulai diberangkatkan ke lokasi masing-masing. Menurut penelusuran informasi, keterlambatan pemberangkatan menunggu persediaan abhan bakar (bensin) mencukupi untuk berangkat k masing-masing distrik. Ada lokasi yang sangat jauh yaitu Distrik Dabra dan Rufaer yang perjalananmya menghabiskan dana sekitar 10 juta. Dana itu digunakan untuk bahan bakar pulang pergi serta bahan makanan selama perjalanan kurang lebih 3 hari. Mendengar semua penjelasan itu kami semua baru paham. Tidak mudah akses transportasi di sana, seglanya butuh persiapan dan persediaan dana yang cukup banyak.
Perjalanan istimewa ternyata di alami oleh saya dan kedua rekan. Bapak Doromi Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Mamberamo Raya langsung yang mendampingi kami sampai ke tempat tugas. Saat itu kmi mulai merelakan kehilangan sinyal untuk beberapa waktu kedepan. Keluarga sudah diinformasikan kalau di tempat tugas tidak ada sinyal. Jadi bisa berkomunikasi lagi kalau ada kesempatan ke tempat yang ada sinyal.
Perjalanan dari kota menuju loksi tugas ditempuh selama 3 hari. Sungai, muara, danau, laut kami lewati sebagai rangkaian perjalanan. Perjalanan hari pertama harus berhenti di kampung apung Mitiwi. Karena waktu sudah malam, kami terpaksa harus singgah dan bermalam di kampung d atas air tanpa listrik. Meski keesokan harinya cuaca sangat cerah, perjalanan tidak dapat dilanjutkan mengingat hari minggu masyarakt sekitar ada Ibadah. Konon menurut masyarakat sekitar tidak boleh melakukan perjalanan di hari minggu. Maka di hari itu kami isi dengan kegiatan mancing sampai waktu senja. Di hari ke 3 dengan cuaca yang sangat cerah, kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan melewati sungai, rawa dan danau. Kami juga sempat melihat buaya-buaya sepanjang perjalanan menemani speedboat kami. Melewati Kampung Anasi dan Bonoi, akhirnya saya dan rekan tiba di lokasi kmi bertugas 11 bulan kedepan. Nama kampungnya Poiwai, pusat dari Distrik Poiwai. Meski menurut orang sekitar tempat ini adalah pusat distrik, tak terlihat susana ramai dan fasilitas yang bagus seperti layaknya distrik/kecamatan di kota.
Sekitar pukul 17.00 WIT itulah kami tiba disambut dengan warga sekitar dan bapak kepala sekolah SMPN 1 Poiwai. Kami pun langsung menuju ke rumah bapak Har untuk beristirahat. Dengan ramah masyarakat menyambut kami, dengan spontan juga anak-anak sekolah langsung membawakan barang-barang kami dari pelabuhan ke rumah.
Perjalanan yang panjang ini berhasil kami selesaikan. Pada malam itu menjadi malam pertama tidur di tempat tugas. Ditemani suara jangkrik dan suara anjing menggongong di tengah malam membuat tidur dengn suasana yang sangat luar bisa dalam hidup saya.

Saat singgah di Kampung Tamakuri, tempat muara Buaya

Kampung Mitiwi (Kampung di atas air)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar