Pantai Sinyal
Pantai Sinyal
Saya menyebutnya Pulau Sinyal. Pulau kecil ini jaraknya tidak jauh dari tempat tugas. Untuk sampai ke pulau ini jika menggunakan speedboat bisa ditempuh sekitar 15 menit. Namun jika menggunakan perahu ketinting bisa sampai 30-45 menit. Dari strukturnya, pulau ini termasuk bagian dari pulau Kurudu Kepulauan Yapen, Papua. Bagian bibir pantai dari pulau ini menjadi sangat istimewa. Bagi perantau tempat ini adalah tempat yang sering didatangi. Karena hanya di bibir pantai inilah para perantau dapat melepas kerinduan, kegalauan, kebahagiaan, dan lain-lain dengan cara berkomunikasi dengan sanak keluarganya. Di bibir pantai inilah terdapat sinyal. Meski hanya dapat digunakan untuk SMS dan telepon saja. Sinyal ini berasal dari sebuah perusahaan kayu milik swasta yang membuat pemancar sinyal untuk para pekerjanya. Batas akhir sinyal itu berada di pinggir pantai pulau ini. Sementara sekitar 3km menuju tempat tugas sinyal itu sudah tidak dapat ditangkap.
Pasca tiba di tempat tugas baru sekitar 3 minggu kemudian kami bisa menyeberang ke pulau ini. Jadwal menuju pulau tersebut lebih cepat 1 minggu dari rencana jadwal menyeberang.
“Pak Guru, kita ada urusan darurat untuk telepon keluarga di kampung. Pak Guru mau ikut telepon???”, ujar bapak Kepala Sekolah
“kapan bapak ?”, tanya kami berdua.
“Sebentar sekitar pukul 14.00 menunggu pengemudi speedboat Bapak Rumi menyiapkan”, jawab Bapak Kepala sekolah.
Dengan semangat kami langsung menjawab “iya bapak, kami ikut”.
Sambil menunggu pukul 14.00 WIT, kami meminta untuk dinyalakan mesin diesel untuk charge handphone kami masing-masing. Untungnya handphone yang kami miliki sudah terisi pulsa yang cukup untuk menghubungi keluarga.
Menaiki speedboat sekitar 15 menit sudah tiba di bibir pantai. Cuaca dan angin sangat mendukung untuk perjalanan kami. Setibanya kami di tempat tersebut handphone langsung berdering adanya sms masuk. Orang yang saya telepon pertama adalah ayah dan ibu, kemudian menelepon pacar. Baris sinyal di hp penuh. Waktu di kampung lebih lambat 2 jam dari waktu Papua. Jadi saat saya telepon ayah dan ibu sekitar pukul 12.00 WIB.
“Assalamualaikum, Pak, Bu, ini saya ilham. Saya baru sempat memberi kabar karena bar uke tempat sinyal.” ujar saya melalui handphone.
“Yaa Allah, kamu nak? Apa kabar kamu di sana? Sehat ya? Bagaimana makan kamu disana?”, tanya ibu yang sangat senang mendapat telepon dari anaknya.
“Alhamdulillah Pak, Bu, kabar di sini baik, sehat, dan urusan makan sudah sangat tercukupi” jawab Ilham
“kamu makan nasi di sana??”, tanya ibu.
“hahahaha,,, alhamdulillah Bu, tidak seperti yang dibayangkan di awal. Tiap hari kami makan nasi, makan ikan setiap hari, jadi sehat terus.” Jawab Ilham dengan meyakinkan Ibu bahwa anaknya hidup seperti biasanya di tempat tugasnya.
Singkat cerita dari komunikasi pertama yang dilakukan bersama ayah dan ibu ini menjadi obat penawar rindu setelah 3 minggu tidak saling memberi kabar. Ayah dan Ibu pun juga sepertinya sangat senang mendengar berita yang saya berikan. Sudah lama juga ternyata ibu menunggu kabar. Setiap hari menyuruh kepada ayah dan adik untuk mencoba telepon ke nomor saya alhasil memang tidak bisa dihubungi. Setelah komunikasi dengan orang tua, tak lupa juga berkomunikasi dengan pacar yang juga jauh di sana. Meski tangis kerinduan saja yang saya dengar dari suaranya cukup mengobati rasa rindu setelah sekitar 1,5 bulan tidak bertemu. Si dia kaget dengan telepon dari saya. Sambil berbasa-basi perasaannya selama ditinggal, dan cerita-cerita perkuliahannya yang sedang dijalaninya.
Waktu telepon hanya 2 jam saja. Mengingat waktu sudah akan petang kami segera kembali ke kampung halaman. Waktu 2 jam itu sangat cepat sekali. Masih banyak sebenarnya yang ingin saya hubungi. Namun di waktu 2 jam itu saya hanya bisa berkomunikasi dengan orang yang selalu dalam kerinduan hati selama di tempat tugas saja.
Berawal dari pengalaman menyeberang ke pulau sinyal ini, kami mulai bisa merencanakan sendiri sesuai keinginan untuk menyeberang. Hari sabtu atau minggu merupakan hari yang sangat tepat untuk menyeberang. berkomunikasi dengan keluarga, kekasih, maupun mendapatkan informasi penting dari lembaga. Tempat ini menjadi salah tujuan para pendatang untuk berkomunikasi selain menuju ke kota.
Berdasar pengalaman, ada 2 cara untuk mencapai pulau tersebut yaitu dengan naik speedboat atau perahu ketinting. Sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika menaiki speedboat ini maka perjalanan akn lebih cepat, namun jika menaiki transportasi ini harus melewati Teluk Sasorai dimana teluk ini adalah pertemuan arus sungai, laut, dan samudera. Jadi pengemudi harus bebar-benar pintar menjalankannya dengan melihat bentuk air yg terjadi di teluk tersebut. Berbeda dengan transportasi tradisional yang dibuat oleh rakyat setempat. Perahu ketinting yang terbuat dari kayu adalah transportasi yang cukup aman karena tidak melewati Teluk Sasorai. Masyarakat menyimpan perahu ini di bibir-bibir pantai. Sehingga jika akan digunakan sudah siap, namun jika menaiki perahu ini harus sabar. Karena mesin perahu berjalan cukup pelan dibandingkan dengan menaiki speedboat.
Meski kedua transportasi ini siap digunakan, ketika cuaca dan angin yang tidak baik, perjalanan menuju pulau ini harus digagalkan. Mengingat keselamatan tetap harus diutamakan. Jadi hanya berharap kepada yang Maha Kuasa untuk memohon agar cuaca segera membaik jika ingin melakukan perjalanan untuk mencari sebaris sinyal di ponselnya.
Bangkalan, 27 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kenangan yang tak akan terlupakan