Satu Meter serasa Satu Kilometer (Pengalaman Merasakan Malaria Tertiana di Papua)
Saat melakukan perjalanan ke Papua pasti harus waspada dengan sakit malaria. Ini yang selalu terngiang dalam pikiran sehingga menjadi sebuah ketakutan. Bagaimana tidak takut. Kalau di Jawa, Sakit malaria ini bisa mematikan. Sakit demam berdarah saja sudah seram apalagi Malaria. Sehingga wajar saja ketika saya diumumkan untuk bertugas di Papua 1 tahun harus menaruh rasa takut. Tidak terjadi pada saya, 39 orang yang akan bertugas di daerah endemik malaria ini merasa khawatir.
Berawal dari minum pil kina satu minggu sekali adalah upaya pencegahannya. Hari jumat saya menginjakkan kaki di Papua. Di hari itu juga saya pertama kali mencicipi pahitnya pil kina (klorokuin) saat tersendat di lidah. Pahitnya bukan main, serasa ingin muntah. Ini adalah ihtiar kami supaya terhindar dari sakit malaria menurut pesan dari dokter di jawa. Berjalannya waktu di setiap hari jumat itulah menjadi waktu rutin untuk minum obat yang sangat pahit itu. Kurang lebih selama satu setengah bulan sejak berada di Papua mengikuti saran untuk minum pil kina.
Sejak sampai di tempat tugas, saya sudah tidak rutin minum. Sehingga harus saya putuskan untuk tidak minum dikhawatirkan akan mengganggu fungsi ginjal jika dikonsumsi terus menerus. Ada alasan yang kuat sehingga saya berhenti karena saran dari Mama angkat di sana.
“Pak Guru, tidak usah ko minum pil kina itu sering-sering ! nanti ginjal pak guru bermasalah”, ujar Mama menggunakan dialek.
“Kami dapat saran dari dokter saat di Jawa untuk meminum obat itu seminggu sekali supaya tidak terkena sakit Malaria”, ujarku kepada mama setelah minum obat.
“Pak Guru, orang yang bisa terkena malaria itu kalau sering tahan lapar dan orang yang punya pikiran berat contoh rindu kampung halaman dan lain-lain. Jadi Pak guru selama di sini tidak boleh lapar. Dapur selalu terbuka kalau pak guru mau makan. Pak guru juga jangan bapikir yang ada di kampung. Di sini harus senang supaya terbebas dari Malaria”, ujar mama.
“(Sambil tersenyum) Baik ma, terimakasih atas nasehat dan pemberian mama kepada kami. Semoga kami tidak terkena malaria selama bertugas di sini aamiin”, sahut kawan saya Pak Haris.
Kurang lebih berjalannya waktu sekitar 6 bulan saya sehat-sehat saja tanpa sakit. Namun, setelah mendampingi kegiatan perkemahan anak-anak, saya sedikit kurang enak badan. Saat itu badan terasa demam tetapi demam biasa. Saya langsung periksa Kesehatan saya ke dokter yang ada di puskesmas pembantu. Meski tidak dilakukan tes darah, diprediksikan gejala malaria. Oleh karena itu obat yang diberikan adalah resep sakit malaria yaitu paracetamol, klorokuin.
Kondisi setelah 2 hari kemudian sudah membaik. Pasca berkomunikasi dan telepon dengan orang tua dan mendapat kabar kalau Ibu sedang sakit, saya kepikiran ibu yang di kampung. Kesempatan untuk telepon juga tidak ada karena cuaca yang kurang baik untuk menyeberang ke pulau sinyal. Saya pun siang malam memikirkan keadaan ibu. Pikiran negatif pun selalu muncul siang malam. Hanya doa yang bisa saya panjatkan untuk kesembuhan ibu di kampung. Sampai-sampai bermimpi ibu meninggal dunia. Sejak mimpi itulah menambah pikiran tidak karuan.
Akibat dari terlalu beratnya pikiran, saya terjatuh sakit lagi. Namun saya menganggap ini adalah sakit masuk angin biasa akibat kurang tidur. Setelah makan siang bersama teman guru dan mama, tiba-tiba suhu tubuh langsung tinggi. Demam melandaku cukup tinggi sampai menggigil padahal itu siang hari. Perjalanan pulang dari rumah mama ke tempat tinggal saya sangat dekat. Namun perjalanan itu terasa lama sekali. Kaki sulit melangkah karena menggigil dari efek demam. Saya minta teman dan anak murid untuk membantu berjalan sampai ke rumah. Entah saat itu yang saya rasakan serasa mau mati. Karena disamping menggigil, pandangan mata saya sudah agak buram. Namun Allah swt masih menjaga saya. Dua jam setelah minum obat penurun panas dan klorokuin, demam turun ditandai dengan keringat. Dibantu dengan segelas teh manis panas, demam semakin menurun dan tubuh tidak terasa lemas lagi.
bersambung ....
Bangkalan, 31 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar