Menakar Kerugian Guru Honorer (Forum Guru Pikiran Rakyat 30/11/2017)
Oleh ILMAN FATUH RAHMAN A.F
Menakar Kerugian Guru Honorer (Forum Guru Pikiran Rakyat 30/11/2017)
Tidak dimungkiri, keberadaan guru honorer sangat dibutuhkan dalam membantu pemerintah untuk menghidupkan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Hampir di setiap sekolah dimanfaatkan jasa tenaga guru yang dipandang belum memiliki kesejahteraan ini. Langkah praktis terpaksa ditempuh oleh sekolah untuk memenuhi kekurangan guru demi lancarnya proses kegiatan belajar mengajar. Faktanya, di beberapa sekolah terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) hanya ditempati kepala sekolah atau dengan satu dua orang guru definitif, selebihnya dipenuhi oleh guru honorer.
Tak ayal pengeluaran bagi pemenuhan honor bagi guru honorer pun membengkak, melebihi jatah yang ditetapkan oleh regulasi yakni 15 persen dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Aspirasi tingkat akar rumput pun muncul untuk mengevaluasi ketentuan ini karena sekolah “kelimpungan” untuk membayar hak guru honorer. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidin sebagaimana diwartakan Pikiran Rakyat edisi 28 November 2017, yang memohon dengan hormat penggunaan BOS tidak hanya 15 persen untuk membayar gaji honorer. PGRI mengusulkan 30 persen dan pengelolaannya diberikan kepada daerah untuk mengaturnya.
Bagi SMA/SMK di beberapa provinsi, gubernurnya memberikan keleluasan kepada sekolah untuk memungut iuran dari peserta didik untuk menggaji para guru honorer. Itu pun terbatas pada daerah provinsi tertentu yang menerbitkan payung hukum, sementara SMA/SMK lainnya, serta SD dan SMP masih berfikir keras untuk mengatasi defisit kuota pembayaran gaji guru honor. Yang ditempuh selanjutnya adalah membagi jatah 15 persen dana BOS ke dalam jumlah jam atau jumlah guru honorer, akibatnya gaji yang diterima semakin sedikit lagi, sehingga jelas menambah kerugian guru honorer.
Kerugian selanjutnya adalah syarat mengantongi sertifikat pendidik dan latihan profesi guru untuk bisa menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pemerintah cenderung setengah hati untuk memiliki keberpihakan kepada guru honorer, syarat nilai minimum 80 untuk lulus sertifikasi profesi tidak realistis dan sangat membebani karena berkaca pada hasil UKG raihan nilainya dikisaran 40-50. Syarat nilai minimal ini seakan menjadi tembok besar yang harus dijebol oleh guru honorer.
Ketentuan pengangkatan guru honorer dengan umur yang dibatasi maksimal 33 tahun. Syarat ini tertuang dalam Undang-Undang No 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengharuskan usia maksimal pengangkatan CPNS adalah 35 tahun, dengan rincian umur 33 tahun saat pengangkatan dan 2 tahun setelahnya masa pelatihan untuk jadi CPNS. Aturan ini dipandang tidak adil, karena jumlah tenaga honorer yang usianya di atas 33 tahun jumlahnya tidak sedikit.
Terbenturnya harapan pengangkatan guru honorer karena faktor usia menambah ketidak jelasan nasib kawan-kawan seperjuangan. Satu-satunya jalan adalah merevisi UU ASN, dengan mempertimbangkan rasa keadilan kepada pengabdi pendidikan yang sudah lebih lama memberikan dedikasinya sebagai suatu keharusan.
Memang tidak ada kata yang tidak mungkin bagi guru honorer untuk memantaskan diri agar diangkat menjadi CPNS sesuai UU ASN. Namun, ada persoalan ketidakadilan dan keberpihakan yang tersirat dengan sejumlah persyaratan yang telah ditentukan yang jelas sangat merugikan. Agar tidak dipandang setengah mata maka, eksekutif yang diwakili oleh pemerintah pusat dan daerah serta legislatif melalui Dewan Perwakilan Daerah dan Komisi X DPR yang membawahi masalah pendidikan untuk memberikan keberfihakan yang menguntungkan guru honorer.
Langkah strategisnya adalah mengevalusi semua kebijakan yang berkaitan dengan pengangkatan guru honorer menjadi CPNS. Persyaratan yang lebih mudah, realistis, memenuhi rasa keadilan dan mensejahterakan.
Penulis, Wakil Kepala SMP Negeri 4 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar