MERAWAT KESAKTIAN PANCASILA (Forum Guru Pikiran Rakyat 2/10/2018)
Merawat Kesaktian Pancasila
Oleh: Ilman Fatuh Rahman A.F
Pascaperistiwa G30S/PKI 1965, ”Kesaktian” Pancasila kini mengalami fase penurunan bahkan cenderung sakit. Meninggalnya seorang pendukung sepak bola akibat dikeroyok suporter lainnya menjadi antiklimaks penanaman nilai-nilai Pancasila jelang Hari Kesaktian Pacasila 1 Oktober 2018. Kejadian minor ini menjadi buah bibir di kalangan anak-anak didik kita yang juga mengetahuinya dari video yang telah tersebar luas.
Seturut dengan itu, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia angka perundungan (bullying) terhadap siswa di sekolah sangat tinggi yakni 84%. Kontan saja dalam sepekan ini pembinaan melalui sosialisasi dan deklarasi anti perundungan dilakukan di berbagai sekolah, semisal di SMAN 3 Cimahi (“PR”, 27/9/2018). Pada edisi yang sama Heri Wibowo dalam opininya menyoroti jam-jam belajar-mengajar di sekolah yang menyisakan banyak waktu luang yang memerlukan pengendalian dan monitoring atas perilaku perisakan. Berbanding terbalik dengan situasi di sekolah, Fanny S. Alam dalam Suplemen Belia (“PR”, 25/9/2018) menyimpulkan bahwa perundungan sering dianggap tidak serius oleh pengajar, praktik tersebut masih dianggap hal yang wajar karena dapat memperkuat mental yang jelas keliru.
Kesenjangan gaung pendidikan karakter dengan realita di lapangan tentu harus dipersempit. Dengan demikian, sangat penting mengejawantahkan kembali urgensi menempa mentalitas berbasis nilai-nilai Pancasila untuk membendung degradasi moral yang kian ganas. Sebagai obat dari mentalitas generasi muda bangsa yang sedang sakit.
Teknologi informasi sebagai katalis perubahan, membuat perubahan menjadi revolusioner, sangat cepat dan intensif. Media digital menjadi pendobrak kearifan lokal, seperangkat nilai moral luhurnya goyah, tergeser dan tergusur. Norma yang berfungsi sebagai rem tidak berfungsi dengan baik dan terciptalah erosi nilai. Guru seyogianya mampu menyikapi perubahan dan kecenderungan negatifnya.
Kolaborasi guru dan Pancasila tentu akan berdampak pada gaung revolusi mental yang semakin kencang. Sejatinya Pancasila sudah tertanam dibenak peserta didik sejak dini. Namun Pancasila bukan sekadar untuk dihafal dan diucap ulang saat upacara penaikan bendera hari senin. Tetapi bagaimana “tanaman Pancasila” ini kemudian dapat tumbuh dan berkembang dengan subur sehingga berbuah pengamalan dalam sikap dan perbuatan sehari-hari. Lebih jauh mampu menangkal segala perilaku antipancasila semisal bullying
Memupuk kembali kesadaran berpancasila seutuhnya menjadi kebutuhan yang mendesak, utamanya di sekolah. Sekolah dengan guru sebagai ujung tombaknya harus mampu menjadi agen Pancasila. Tidak hanya upaya yang bersifat kognitif, melainkan secara afektif diaplikasikan dalam pembiasaan di sekolah.
Nilai ketuhanan diwujudkan dengan melekatnya aktifitas ibadah dan perayaan hari besar keagamaan serta toleransi dalam kehidupan antarumat beragama. Rasa kemanusiaan menjadi mata rantai hubungan sosial yang penuh empati dan mengelola konflik atau perselisihan di sekolah dengan cara-cara yang bijak dan beradab, serta berkomitmen pada nilai kejujuran. Persatuan Indonesia mampu mengikis sekat-sekat primordialisme, perbedaan suku, ras dan agama serta menjunjung tinggi karakter nasionalisme dan gotong royong. Sementara membudayakan musyawarah mufakat merupakan antitesa dari sikap otoriter, penghormatan atas perbedaan pendapat dan melaksanakan pembelajaran yang demokratis menjadi karakteristik sila ke empat. Terakhir, menata pergaulan guru dan siswa yang antidiskriminasi, kesetiakawanan sosial menjadi tuntutan dalam upaya harmonisasi Pancasila dan dunia pendidikan.
Meletakan Pancasila pada ranah afeksi dan psikomotor siswa adalah upaya konkrit merawat Pancasila. Melalui penetrasi nilai Pancasila dari dalam kelas, tantangan pembinaan akhlak yang dihadapkan secara“head to head” dengan ancaman degradasi moral diharapkan mampu menunjang Pancasila tetap sakti (diamalkan) dan tak tergantikan.
Penulis, Guru dan Wakil Kepala SMPN 4 Cisarua Kabupaten Bandung Barat
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar