Muhasabah Cinta
Muhasabah Cinta (Renungan Jum'at Pikiran Rakyat)
Ilman Fatuh Rahman A.F
Pengajar PAI SMP Negeri 4 Cisarua Kabupaten Bandung Barat dan Penggiat Dakwah
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, waktu demi waktu berlalu, bergulir menyertai amal perbuatan manusia. Selama itu pula Allah Swt melihat, malaikat hadir di kanan dan kiri kita, mencatat setiap amal perbuatan. Seyogyanya muhasabah selalu mengiringi sebagai pengendali amal salah dan penyemangat amal shaleh. Secara sederhana, muhasabah dimaknai sama dengan introspeksi, yaitu mempertanyakan kepada dirinya sendiri tentang perbuatan yang dilakukan dan memastikan secara gamlang apakah perbuatan dalam kesehariannya sesuai dengan titah Allah Swt.
Muhasabah merupakan kebiasaan sahabat Rasulullah saw dan orang-orang shaleh. Sahabat Nabi mencontohkan, tidak pernah menutup malam harinya kecuali telah melakukan muhasabah. Menjelang akhir wafatnya, Abu Bakar berkata kepada putrinya Aisyah radhiyallahu anha “Sesungguhnya semenjak kita menangani urusan kaum muslimin, tidak pernah makan (dari dinar dan dirham mereka). Yang kita makan adalah makanan yang sudah keras dan sudah rusak” (HR Ahmad). Demikianlah Abu Bakar menghisab tentang makanan yang telah dikonsumsi oleh diri dan keluarganya, memastikan makanannya berasal dari sumber yang halal. Betapapun beratnya yang dilakukan Abu Bakar tersebut, tetapi terasa ringan tatkala muhasabah telah tertanam kuat dalam jiwa. Menganggap tidak ada yang lebih penting selain menyucikan diri demi cinta Ilahi.
Muhasabah semasa hidup di dunia sangat penting sebelum menghadapi perhitungan yang sebenarnya di yaumil hisab, hari dimana penyesalan tiada guna. Hari dimana keputusan yang bersifat inkracht, mengganjar manusia atas amalan yang telah diperbuat selama di dunia dengan surga atau neraka. Bagi seorang muslim sudah selayaknya meluangkan waktu setiap hari pada pagi hari dan sore atau malam hari untuk muhasabah diri. Sebagaimana para pedagang yang menghitung keuntungan dan kerugian dari transaksi di akhir penjualan setiap harinya. Kemudian hendaknya muhasabah dilakukan sebelum dan setelah melakukan suatu perbuatan apakah sudah sesuai syariat atau tidak.
Orang yang senantiasa bermuhasabah, berusaha mengamalkan semua perintah dan larangan Allah atas dasar kecintaan kepada Allah Swt, bukan karena pandangan manusia yang cenderung menghanguskan pahala amal kebaikan semisal riya dan sum’ah. Seorang penyair mengatakan, “Pada suatu hari ia akan tahu semua yang ia sia-siakan. Dan pada saat amal-amal ditimbang, ia akan tahu pula semua yang telah ia dapatkan. Cinta adalah pokok semua agama”. Pantas jika Umar Bin Khathab juga sering mengingatkan umat Islam untuk bermuhasabah. “Hasibu qobla an tuhasabu,” artinya hitunglah diri kalian sebelum datang hari perhitungan.
Dengan mencintai Allah, kita akan mendapat sejumlah keutamaan yang teramat besar. Pertama, cinta manusia kepada Allah akan menjadikan kekuatan yang mengarahkan perilakunya kepada hal-hal yang baik dan diridhai Allah, serta menjauhkannya dari semua yang dibenci dan dilarangnya. Dalam hal ini Rasulullah saw.bersabda, “Barang siapa mencinta karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, berarti imannya telah sempurna.” (HR Abu Daud).
Kedua, Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya, seorang mukmin akan mendapatkan kenikmatan yang tak tertandingi oleh kenikmatan apapun di dunia. Ia juga akan merasakan manisnya iman dalam hati. Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga hal yang apabila ada dalam diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. Kedua, ia tidak mencintai seseorang selain karena Allah. Ketiga, ia benci kembali kufur sebagaimana ia benci dirinya dimasukan ke dalam neraka.”(HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i).
Ketiga, Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya akan diampuni dosa-dosanya. Allah berfirman: “Katakanlah (kepada kaum muslim), “Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS 3:31).
Keempat, Rasulullah saw menjanjikan surga bagi orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Anas meriwayatkan, “Seorang lelaki bertanya kepada Nabi saw. Tentang hari kiamat. Ia bertanya, ‘Kapan Kiamat itu terjadi?’ Nabi saw.balik bertanya, ‘Lalu apa yang telah engkau persiapkan untuknya?’ Ia menjawab, ‘Aku tidak mempunyai persiapan apa-apa selain cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. ‘Beliau menjawab, ‘Kalau begitu, engkau akan bersama-sama orang yang engkau cintai (di surga).’ ’’(HR Bukhari)
Dengan demikian merugilah muslim yang menghabiskan umurnya tanpa muhasabah, menakar kecintaannya dan memastikan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar dari pada cinta kepada selain-Nya. Anugerah cinta kepada-Nya merupakan kepuasan ruhani paling tinggi yang tiada bandingannya. Senantiasalah kita panjatkan do’a yang Rasulullah saw ajarkan, “Ya Allah, berilah aku rezeki berupa cinta-Mu kepadaku dan cintanya orang-orang yang Engkau cintai.” (HR Tirmidzi). Wallahu a’lam bis-shawab!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
sama-sama pa, trims dah jadi folower pertama sy.
sudah lama nulis pa?
Hehehe...Ini Umi lho...Nanda Ustadz... Belum lama koq Umi nulis , akhir Desember gabung di Gurusiana.
Terimakasih Taushiyahnya...Nanda Ustadz....Slam Literasi dari Medan.
Terimakasih Taushiyahnya...Nanda Ustadz....Slam Literasi dari Medan.