Ketika seorang suami sedang sakit atau mengalami kesusahan maka istrinyalah yang dicarinya. Tapi ketika penyakit dan kesusahan itu diangkat oleh Allah, dia lupa pada istrinya. Sehat dan senangnya ia berikan pada orang lain. Betapa pujian sangat penting baginya.

Citra sebagai orang baik itu harus ia perjuangkan meskipun mengorbankan perasaan istri dan anak-anaknya. Bila anaknya bersalah tidak segan-segan dia menghardiknya, tapi kesalahan yang sama dilakukan temannya dianggap biasa saja.

Membuat orang lain bahagia itu lebih penting dari pada melihat mata berbinar istrinya yang berbahagia bila keinginan sederhananya dipenuhi oleh suaminya. Tapi itu tidak pernah terjadi. Melihat deraian air mata istrinya itu biasa saja, tidak ada rasa bersalah atau mencari tahu apa penyebabnya.

Saat dia sibuk menjaga perasaan orang lain, orang terdekat yang menjadi tanggungjawabnya justru dibuat menderita. Jangan salahkan bila seseorang datang dengan kasih sayangnya meruntuhkan kesetian istrinya.

Akhirnya hanya penyesalan yang dirasakan. Demi kesenangan sesaat, kebaikan yang di berikan Allah di dalam rumahtangganya disia-siakan.

Kini sang istri menyerah dan melepaskannya. Saat melepaskan itulah istrinya baru bisa mengenggam yang lebih baik untuk kehidupan dan kebahagiaan di masa depannya.

Kini baru disadarinya, bahwa sesungguhnya akhlak terbaiknya seharusnya dia persembahkan kepada istri dan anak-anaknya. Kini semuanya telah lepas, ia hanya bisa menatap mereka pergi dengan penuh penyesalan.