Ilma Wiryanti

Ilma Wiryanti, mengajar adalah aktivitas sehari-hari saya. Namun saya punya hobi menulis dan berkebun. Hal yang juga menarik minat saya adalah masalah lingkunga...

Selengkapnya
Navigasi Web
Anak Nakal atau Anak Cerdas?
kecerdasan kinestetik sumber dancow.co.id.jpg

Anak Nakal atau Anak Cerdas?

Dulu ketika menemani anak belajar, sering terjadi salah paham antara saya dengan putra saya. Itu semua karena ketidaktahuan saya tentang kecerdasan yang dia miliki.

Suatu malam, saat dia menanyakan tentang PR matematika kelas lima yang dia tidak mengerti. Saya mencoba menjelaskan, meskipun awalnya kesulitan juga. Karena pelajaran matematika kelas lima sudah sulit-sulit. Saya lupa tentang materi apa. Tapi yang jelas sebelum menerangkan kepadanya, saya pelajari dulu materi tersebut dan contoh-contohnya di Mr. Google.

Dengan semangat saya menjelaskan dan menunjukkan tahap-tahap mengerjakan soalnya. Saya fokus melihat buku tulis dan menjelaskan langkah-langkahnya. Setelah selesai saya mengangkat muka dan melihat kepada putra saya. Alangkah kesalnya saya, ketika saya lihat dia asyik memainkan mobil-mobilannya dengan kakinya sementara saya menjelaskan PR-nya dengan serius.

Saya menyampaikan kekecewaan saya kepadanya, karena dia tidak memperhatikan apa yang saya jelaskan.

“Aku memperhatikan kok, Bun,” katanya membela diri.

“Memperhatikan bagaimana? Buktinya adik main mobil-mobilan,” kata saya kesal.

Merasa ucapannya tidak dipercaya, dia ingin membuktikan bahwa ucapannya tersebut benar.

“Coba bunda kasih aku soal,” katanya menantang.

Saya memberinya sebuah contoh soal dari materi yang baru saya terangkan. Ternyata dia mampu mengerjakannya. Berarti memang dia memperhatikan meski sambil kakinya terus bergerak memainkan mobil-mobilannya.

Peristiwa yang kedua yang juga terjadi karena saya belum memahami kebutuhan anak yang memiliki kecerdasan kinestetik. Bagi mereka tetap penting berolahraga pada saat dia semestinya harus lebih focus pada kegiatan yang lebih prioritas, seperti Ujian.

Saat itu dia sedang ujian nasional SMP. Biasanya hampir setiap hari dia main futsal dengan teman-temannya sepulang sekolah. Dia biasa main bersama tim sekolahnya atau dengan club teman-temannya dilingkungan perumahan. Kerena sedang ujian nasional, maka saya melarang dia untuk bermain futsal selama ujian. Maksud saya melarang supaya dia tidak kelelahan sehingga tidak menganggu waktu belajarnya mempersiapkan diri untuk ujian.

Tapi meskipun saya melarang dia tetap bermain futsal pada sore hari, dihari pertama dia mengikuti UN. Semula saya tidak tahu, yang saya ingat sore itu dia minta izin keluar rumah untuk belajar di rumah temannya yang pintar matematika, karena besok soal UN-nya pelajaran matematika. Dan saya mengizinkannya untuk belajar di rumah temannya.

“Tante tahu nggak kemaren tim kami menang melawan tim dari perumahan sebelah,” cerita temannya yang sedang bertandang ke rumah.

“Loh, memang kemaren ada pertandingan?” tanya saya memancing ceritanya lagi.

“Iya tante, Pivot tim kami yang menjebol gawang lawan” jawabnya antusias sambil menunjuk putra saya yang sedang berjalan turun dari tangga menuju tempat kami sedang berbincang.

.”Lho, kemaren adek main futsal, bukannya pamit sama bunda untuk belajar?” berondong saya begitu dia sampai di ruang tamu.

Ia hanya diam dan menoleh temannya dengan pandangan tajam seolah berkata jangan cerita-cerita.

Saya sangat kesal saat itu dan mengatakan kepadanya, bagaimana kalau nilai ujiannya nanti tidak bagus. Dia hanya minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

“ Aku minta maaf Bun nggak diulangi lagi deh. Tapi habis main futsal aku belajar kok di lapangan, sebelum pulang. Kan aku sudah membawa buku,” katanya membela diri.

Setelah memahami bahwa kecerdasan yang utama putra saya adalah kecerdasan kinestetik saya menyadari bahwa sikap saya yang melarang dia beraktifitas yang banyak geraknya adalah keliru.

Bagi anak dengan kecerdasan kinestetik justru dengan bergerak tersebut dia akan mudah menangkap pelajaran. Gerakan, koordinasi, irama, dan kenyamanan fisik sangat menonjol pada anak kinestetik. Tipe belajar anak kinestetik cenderung menerima informasi paling efektif dengan melibatkan gerak tubuh (physical movement) dan pengalaman gerak tubuh (physical experience).

Mereka mengingat sesuatu atau menghafal akan lebih mudah apabila sambil berjalan atau menggerakkan bagian tubuh tertentu, dalam keadaan tidak ada kegiatan mereka biasanya cenderung akan merasa gelisah.

Kecerdasan kinestetik merupakan embrio bagi berkembangnya kecerdasan emosional anak. Oleh karena itu, kecerdasan kinestetik juga bisa disebut sebagai kemampuan untuk menggabungkan antara kinerja pikiran dan kinerja fisik untuk meraih tujuan yang diharapkan. Saat anak mencapai keberhasilan yang diharapkannya tentu akan menimbulkan rasa percaya dirinya yang kuat.

Jika kepercayaan diri mereka telah dibuktikan sendiri melalui keberhasilan demi keberhasilan yang terbaik, daya optimisme dalam meraih keberhasilan juga semakin menguat. Daya optimisme inilah yang disebutan kecerdasan emosional (EQ). Jadi pemenuhan kebutuhan dirinya untuk bergerak akan menimbulkan kenyamanan dan meningkatkan rasa percaya dirinya yang akan bermuara pada terbentuknya kecerdasan emosionalnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post