Bekerjalah dengan Cinta
Masa tiga tahun, saat memakai seragam abu-abu akan segera berakhir bagi putra bungsuku. Ketika di kelas dua belas, aku yang menjadi guru biologinya. Sebagaimana biasa, setiap mulai masuk awal semester lima, aku selalu mengambil sedikit waktuku mengajar materi biologi dengan memberikan wawasan tentang pilihan yang harus mereka ambil setelah lulus dari SMA.
“ Anak-anak sebentar lagi kalian akan berada di persimpangan jalan. Karena banyak jalan yang bisa kalian ambil. Tapi kalian harus memilih mana yang paling kalian minati. Profesi apa yang paling membuat kalian bahagia menjalaninya. Jangan hanya ikut-ikutan. Untuk itu masih ada waktu sedikit lagi untuk kalian mencari informasi terkait berbagai jurusan di universitas dan seperti apa profesi yang akan kalian jalani nanti,” kataku mengawali kelas saat masuk pertama di kelas dua belas.
Kemudian aku menjelaskan tahap-tahapan yang bisa di tempuh untuk mendapatkan peluang kuliah di universitas negeri. Tujuanku menyampaikan itu supaya mereka mulai berpikir sebelum menentukan pilihan dengan matang. Meski nanti ada informasi dari guru BK yang akan menjelaskan lebih rinci. Aku hanya membuka pikiran mereka tentang jalan seperti apa yang terbentang di hadapan mereka.
Begitu juga dengan putra bungsuku, aku lebih intensif lagi menyuruhnya untuk mulai browsing beberapa jurusan di universitas negeri dan mencari informasi tentang berbagai profesi akan dijalaninya di masa depan. Satu yang aku tekankan, pilihlah yang membuat dia senang menjalaninya, bukan karena disuruh orang lain ataupun ikut-ikutan.
Putraku memiliki kecerdasan kinestetik yang lebih dominan, kemudian diikuti oleh kecerdasan spasial. Dia tidak bisa diam. Dan sangat mudah memetakan suatu tempat. Dia juga sangat hobi berolahraga. Salah satu profesi yang tepat untuk anak tersebut adalah menjadi pilot.
Untuk membantunya mendapatkan informasi tentang sekolah itu, aku dan suami mengajaknya mengunjungi sekolah pilot yang kebetulan ada di kota kami. Bali International Flight Academy (BIFA). Di sekolah pilot ini biasanya banyak yang mendapatkan pekerjaan di PT Garuda Indonesia.
Saat mengunjungi sekolah tersebut, ternyata sekolahnya sedang libur. Sehingga kami hanya bisa melihat dari luar. Persis bersebelahan dengan bandara Wisnu tempat sekolah pilot berada terdapat rumah teman dari suami. Dari sana kami dapat melihat beberapa kali pesawat yang biasa dipakai berlatih para mahasiswa sekolah pilot melintas. Putraku terlihat memperhatikan dengan seksama. Aku melihatnya memandang jauh ke lintasan terbang pesawat dengan sangat serius, entah apa yang sedang dipikirkannya.
“Bagaimana tadi melihat pesawat-pesawat yang digunakan untuk latihan mahasiswa pilot. Apa Adek tertarik untuk menerbangkannya?” tanya ayahnya.
“Biasa aja,” jawabnya singkat.
Ayahnya tidak melanjutkan lagi pertanyaannya setelah mendengar jawaban anaknya.
Suatu hari adek mendekati saya dan berkata.
“Bunda, aku baca brosur sekolah pilotnya, biaya sekolahnya mahal sekali,” katanya sambil memperlihatka brosur itu padaku.
“Iya, dek. Mungkin karena biaya penggunaan pesawat untuk latihannya yang mahal,” jawabku menduga saja mengapa biaya sekolah pilot begitu mahal. Biayanya sampai selesai sekolah hampir satu milyar yang harus dibayar diawal masuk sekolah.
“Bunda dan ayah akan mengusahakannya, kalau memang Adek ingin sekolah di sana,” kataku menghilangkan keraguannya.
Sebenarnya banyak harapan dari keluargaku agar putra bungsuku menjadi pilot. Terutama sang kakek. Bahkan saat liburan lebaran kemaren saat sang kakek bertemu cucunya, beliau sudah menjanjikan akan menanggung separuh biaya kuliah bila sang cucu dapat masuk sekolah pilot.
Tapi aku dan suami tidak mau memaksakan harapan keluarga kami padanya. Kami menyerahkan apa yang dia minati dan yang akan membuat dia bahagia nanti menjalani profesinya. Kami tidak ingin hidupnya terlihat banyak harta dan terlihat sukses, sejatinya dia mengambil jalan yang salah yang tidak sesuai dengan jalan yang dia rindukan di masa kecil yang membuat dia bahagia.
Seleksi masuk sekolah pilot biasanya dilaksanakan belakangan setelah selesai SBM PTN. Sehingga masih banyak waktu berpikir bagi ananda. Ketika saat pendaftaran SNM PTN sudah dimulai, dia menyampaikan padaku akan mengikutinya. Dia akan mengambil jurusan rekayasa genetika dan fakultas peternakan.
Aku menyetujuinya karena aku tahu di juga sangat senang meneliti. Selama di SMA dia mengambil ekskul KIR. Dan dia juga penyayang binatang, bila ada kucing sakit yang dia temui di jalan akan dibawanya pulang dan diobati. Setelah sehat akan diberikan pada temannya karena dia tahu ayahnya alergi bulu kucing.
Selain dua kecerdasan di atas, rupanya dia juga memiliki kecerdasan natural dengan porsi yang cukup besar. Dia terlihat seperti memiliki chemistry dengan hewan, karena hewan-hewan itu sangat mudah dekat dengannya. Semula aku menawarkan mengapa tidak mengambil fakultas kedokteran hewan saja? Dia tidak mau, alasannya di kedokteran hewan akan lama baru bisa bekerja, karena harus koas dulu.
Ketika pengumuman SNM PTN keluar ternyata dia diterima di fakultas peternakan. Dia terlihat sangat senang karena dapat masuk melalui jalur undangan dan nggak perlu susah-susah mengikuti SBM PTN nantinya.
“Bunda aku nggak jadi sekolah pilot ya. Aku mau daftar ulang untuk masuk Fakultas Peternakan,” katanya padaku.
“Ya, boleh. Asal adik benar-benar suka dan ingin menerjuninya nanti untuk profesi adek,” jawabku.
“Ya aku suka, Bun,” jawabnya mantap.
Sebenarnya aku juga senang dia tidak jadi mengambil sekolah pilot. Karena direlung hatiku yang paling dalam aku takut jika dia berprofesi sebagai pilot, dia akan jauh denganku dan keluarganya. Kerena menjadi pilot mengharuskannya lebih banyak di udara. Mungkin ini memang yang terbaik yang Allah berikan pada keluarga kami. Aku hanya mendoakan apapun yang dia pilih, dia menjalaninya dengan bahagia dan mencintai profesinya tersebut.
Kebahagiannya yang lebih utama. Sebagaimana kata-kata indah Khalil Gibran yang dulu sangat menyangkut di hatiku tentang pekerjaan.
“Bekerja dengan rasa cinta, berarti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, dengan diri orang lain dan kepada Tuhan. Tapi bagaimanakah bekerja dengan rasa cinta itu? Bekerja dengan cinta bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu, seolah-olah kekasihmu yang akan memakainya kelak.”
Hmmm...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap ulasannya, sukses selalu bu Ilma
Terimakasih, Bunda atas apresiasinya. Salam literasi.
Kebahagiannya yang lebih utama. biarkan sang anak memilih sesuai kesenangannya. Semoga sehat dan sukses selalu buat Ibu Ilma Wiryanti
Benar Pak Bambang. Kita hanya bisa menuntun, mereka yang menentukan arah masa depan mereka yang bisa membuat mereka bahagia. Doa yang sama juga untuk Pak bambang Sekeluarga. Salam literasi.
Bekerja dengan rasa cinta, berarti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, dengan diri orang lain dan kepada Tuhan. Nasehat yg bijak...
Ya, Pak. Kita hanya bisa menuntun, mereka yang menentukan arah masa depan mereka yang bisa membuat mereka bahagia. Salam literasi.