Ketika Mereka Tak Membutuhkan Aku Lagi
Suatu hari dalam percakapanku melalui telepon dengan sahabat masa kecilku, kami membincangkan tentang kerepotan mengurus anak. Dia mengeluh tidak bisa ke mana-mana karena harus mengurus putranya yang masih kecil.
“Nikmati saja,” kataku kala itu. “nanti kamu akan merasakan rindu dan sedihnya ingin direpotin anak,” lanjutku.
“Masak sih?” dia tidak percaya perkataanku.
Aku menceritakan padanya, betapa sedihnya ketika tidak dibutuhkan anak lagi karena mereka sudah mau mandiri. Sungguh terasa sedih…
***
Saat putra bungsuku sudah kelas dua SD. Dia yang biasanya selalu aku siapkan setiap akan berangkat sekolah, baik mengenakan baju seragamnya ataupun menyiapkan bekal untuk di sekolah, tiba-tiba mau melakukannya sendiri.
Ketika aku membantu mengenakan seragam sekolahnya, tiba-tiba dia berkata,
“Aku bisa pakai sendiri, Bun. Nggak perlu Bunda bantu,” katanya sambil menarik seragamnya yang ada di tanganku.
Kemudian dia memakai satu persatu seragamnya. dilanjutkan memakai sepatu dan menyiapkan tas sekolahnya. Aku hanya bisa melihat dan tertegun…
Seharusnya aku senang jika dia sudah bisa mengurus keperluannya sendiri. Tapi kenapa hatiku terasa kosong? Aku seperti merasa tidak diperlukan lagi. Kenapa dulu ketika anak pertama dan kedua mau belajar mandiri aku tidak merasakan perasaan seperti ini? Mungkin karena saat dia mandiri aku masih disibukkan dengan mengurus adiknya. Tapi sekarang ketika anak bungsu yang tidak memerlukanku lagi tiba-tiba terasa hatiku kosong.
Sungguh itu yang aku rasakan saat itu. Entah orang lain juga sepertiku, aku tidak tahu. Itulah sebabnya aku selalu berkata nikmati saja kerepotan oleh anak, karena nanti akan terasa kehilangan ketika mereka sudah tidak bergantung lagi pada kita.
Kejadian ini menyadarkanku, bahwa anak-anak tidak akan selamanya bersama kita. Mereka hanya diizinkan untuk lewat di hidup kita tapi tidak untuk menetap bersama kita selamanya. Mungkin dengan ini Tuhan mengajarkan padaku untuk tidak berat bila melepas mereka untuk menjalani kehidupan mereka masing-masing suatu saat nanti.
Aku teringat sepenggal syair Khalil Gibran tentang anak.
Anak
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
-Kahlil Gibran-
Benar juga syair yang ditulis pujangga ini. Ke depan aku akan melewati jalan ini secara perlahan. Satu persatu mereka dewasa dan memilih jalan kehidupan yang mereka rindukan sendiri. Kita hanya bisa memberikan cinta kepada mereka, tapi tidak pikiran kita. Karena mereka mempunyai pemikiran sendiri.
Mungkin dengan pemahaman seperti ini akan mengurangi gap antara orang tua dan anak. Akan terjalin hubungan pribadi yang berbeda dan saling menghargai. Sehingga akan membentuk hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak.
Itulah sebabnya, selagi kita masih direpotkan anak, nikmatilah. Jangan banyak berkeluh kesah. Karena itu tidak akan berlangsung lama. Sebentar lagi mereka akan mandiri dan kita akan merindukan saat-saat direpotkan oleh mereka.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar