Mukena dari Nenek
Aisyah kebingungan ketika menerima paket sore tadi. Sepasang mukena kembaran ibu dan anak yang tidak tahu siapa pengirimnya. Hanya tertulis nama toko dari mana barang itu dikirim. Setelah dia pikirkan sejenak dan mencoba menerka-nerka siapa pengirim mukena tersebut akhirnya dia meyakini paket itu dikirim oleh ibunya. Untuk meyakinkan apa yang diduganya, dia segera menelepon ibunya.
Ternyata benar, ibunya yang telah mengirim sepasang mukena cantik tersebut.
“Wah terimakasih. Dalam rangka apa nih hadiah mukena cantik untukku dan Sofia, Bun?” tanyanya penasaran.
“Apakah perlu alasan untuk memberi hadiah kepada kalian yang sangat Bunda sayangi,” jawab Bundanya tulus. Ucapan Bundanya menghangatkan hatinya yang sudah sangat rindu untuk pulang kampung.
Semula Aisyah mengira paket tersebut adalah hadiah ulang tahunnya beberapa hari yang lalu. Tapi mendengar jawaban bundanya dia merasa konyol sendiri. Mengapa dia masih mengharapkan hadiah seperti gadis tujuh belasan saja. Padahal umurnya kini telah lewat kepala tiga bahkan sudah punya buntut seorang gadis kecil yang cantik.
“Semoga mukena tersebut bermanfaat bagi kalian. Kamu bisa memulai untuk mengajarkan putrimu salat berjamaah setiap waktu salat. Sehingga dia juga bisa mengulang hafalan juz amma-nya di dalam salat. Dengan begitu hafalannya tidak mudah lupa,” sambung bundanya.
***
Setelah mukena baru tersebut dicuci dan disterika yang rapi, pagi subuh besok Aisyah berniat mulai mengajak Sofia untuk ikut salat subuh berjamaah. Mereka akan memakai mukena baru mereka.
Malam harinya, Aisyah sudah menyampaikan maksudnya tersebut kepada Sofia. Dia mengatakan besok mereka akan salat subuh. Surat yang akan dibaca adalah surat An Naba yang sudah dihafal Sofia. Mereka akan membaca 5 ayat pada rakaan pertama dan 5 ayat juga pada rakaat ke dua. Sofia sangat senang, dia sudah tidak sabar menunggu salat subuh besok hari.
Pagi harinya, Sofia sangat mudah dibangunkan karena mengingat akan salat subuh berjamaah seperti yang diceritakan ibunya semalam. Meski masih mengantuk tapi dia mengikuti mamanya untuk berwudhu. Saat memasuki musalah, ayahnya telah menunggu mereka di mihrab.
Segera setelah mikena dipakai dengan sempurna, ayahnya segera memulai salat subuh berjamaah. Benar seperti cerita ibunya, ayah yang menjadi imam membaca surat an naba setelah membaca surat al Fatihah. Sofia bisa mengikutinya dengan mudah, karena dia sudah menghafal surat tersebut. Sofia mengucapkan salam diakhir salat dengan gembira.
Saat salat zuhur, mamanya yang menjadi imam. Ayah tidak salat bersama mereka karena masih di kantor. Tapi Sofia tidak menyelesaikan salatnya sampai empat rakaat seperti yang sudah diajarkan ibunya. Setelah dua rakaat dia berhenti, selesai slam pertama, Sofia tidak berdiri lagi.
“Aku capek, Bu. Salatnya lama sekali,” jawabnya sambil cemberut ketika ibunya menanyakan kenapa dia tidak menyelesaikan salatnya.
“Sofia, kita harus bersabar dalam beribadah. Karena Allah juga bersabar terhadap semua perbuatan kita. Allah masih saja terus menurunkan hujan untuk minum kita, meski kita sering berbuat kesalahan. Allah masih saja memberi makan makhluknya ketika banyak makhluknya merusak alam. Apa jadinya dengan kita bila Allah tidak lagi sabar atas semua perbuatan kita. Karena itu kita harus bersukur atas semua nikmat-Nya dengan cara menjalankan ibadah yang diperintahkan-Nya,” nasehat Ibunya ketika Sofia mengeluhkan lelahnya beribadah.
Sofia mengangguk, mencoba memahami apa yang dikatakan ibunya. Terbayang betapa hausnya dirinya bila ingin minum tidak ada air karena kemarau panjang. Betapa menderitanya bila Allah menghentikan hujan selamanya karena tidak sabar atas perbuatan manusia.
“Aku harus bersabar juga dalam salat seperti Allah yang selalu sayang dan sabar kepada manusia,” batin sofia dalam hati.
Aisyah sangat bersyukur memiliki anak yang sangat pengertian dan mudah memahami apa yang disampaikannya. Dia memang sudah mebiasakan dari kecil untuk mengkomunikasikan apa maksudnya dengan masuk akal, sehingga putrinya memahami apa yang disampaikannya.
Aisyah juga bersyukur atas mukena yang diberikan bundanya. Pemberian ini membuat dia ingat betapa pentingnya melakukkan apa yang sudah dipelajari. Hafalan yang sudah tertanam dalam pikiran putrinya harus di gunakan di dalam salat. Tidak hanya sekedar diulang-ulang tanpa jelas tujuan menghafalnya. Apalagi hanya untuk membanggakan diri karena pujian orang lain atas kemampuan putrinya menghafal Al Quran.
Selain bermaknanya kegiatan menghafal Al Quran yang telah mereka lakukan dan mengajarkan putrinya untuk salat dengan istiqamah. Mukena yang diberikan Bundanya juga mengarahkan dia untuk mengajarkan putrinya arti berkerja keras dan disiplin. Dan yang lebih penting adalah arti bersyukur kepada Sang Pemberi Kehidupan. Allah SWA.
“Terimakasih Bunda, meski kini aku sudah menjadi seorang ibu juga, tapi pendidikan dan perhatianmu tak pernah berkurang untuk ku,”ucapnya lirih sambil merasakan kehangatkan yang mengalir menyusup kedalan hatinya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar