“Apa aku harus berbuat licik saja untuk mendapatkan cinta, Mirna?” pikir Handoko.

Handoko mengenang kisah romantis dan kesetiaan Layonsari kepada suaminya. Kisah Romeo dan Juliet dari Pulau Dewata.

Diliriknya gadis cantik di sampingnya yang masih nanar menatap birunya laut Teluk Terima. Handoko telah jatuh cinta pada pandangan pertama, saat Mirna datang menyampaikan bahwa dia akan menjadi pembimbing penelitian skripsinya di Balai penelitian tempat Handoko bekerja.

Namun berjalannya waktu, ia belum juga mampu mengungkapkan perasaannya. Akhir-akhir ini Mirna sangat dekat dengan Dewa. Seperti sepasang kekasih.

Melihat itu hati Handoko gunda gulana. Sebentar lagi penelitian Mirna akan berakhir. Ia ingin melancarkan strategi jitu untuk menjebak Mirna. Tapi ia tidak punya keberanian.

“Air lautnya sangat biru” kata Handoko membuka pembicaraan.

“Iya. Biru warna tanda setia. Setia kata yang sederhana, tapi maknanya melebihi cinta,” jawab Mirna dengan nada suara melankolis.

Mereka menuruni tangga beriringan. Sepanjang jalan menuruni bukit terlihat pemandangan sangat indah dan romantis. Senja mulai melingkupi persada, air laut di Teluk Trima memancarkan rona biru berbaur dengan garis-garis merah jingga. Berkedap-kedip gemerlap diterpa mentari senja. Konon kabarnya garis-garis merah itu disebabkan oleh percikan darah Jayaprana saat dibunuh.

Di kiri kanan jalan terlihat dedaunan berguguran meninggalkan ranting-ranting yang terlihat sangat indah seperti di musim gugur. Beberapa ekor monyet terlihat asik bermain melompati ranting-ranting pohon itu. Ada cerita yang beredar bahwa jumlah anak tangga selalu berubah, tergantung pada apa yang kita pikirkan. Bila kita berpikir bahwa perjalanannya jauh, itu akan menambah jumlah anak tangga dan menjadikannya benar-benar jauh.

Mbok Wayan langsung dibonceng kekasihnya Bli Gede. Sedangkan Handoko membonceng Mirna. Tiba-tiba motor yang dikendarai oleh Handoko berjalan tersendat-sendat. Beberapa kali tubuh Mirna membentur punggung Handoko.

Tak lama setelah itu, motor benar-benar berhenti dengan sendirinya.

“Bensin habis,” keluh Handoko setelah memeriksa tangki motor.

“Ayo kita dorong, semoga ada kios bensin,” kata Handoko.

Setelah mendorong sekitar setengah kilometer, mereka menemukan sebuah kios bensin

Mereka beristirahat sejenak di pinggir pantai dekat kios. Bulan purnama mengintip dengan genit dari balik awan, sementara Sang Baskara belum sempurna tenggelam di batas cakrawala.

Terbawa suasana yang romantis, Handoko memberanikan diri untuk mengutarakan rasa yang telah lama dipendamnya. Ia percaya pada kekuatan cintanya.

“Mirna…Maukah kamu seperti surya yang tenggelam dalam rengkuhan samudra hatiku?” tanya Handoko dengan gugup.

“Maksudnya?” Mirna bingung.

“Maukah kamu menjadi istriku?” kata Handoko to the point.

Mirna menemukan kesungguhan dan ketulusan saat menatap mata Handoko. Sejurus kemudian dia menganggukkan kepalanya. Handoko sangat bahagia, tak menunggu lama segera dia memeluk Mirna.

“Terimakasih, Mirna. Aku akan menjagamu sepanjang hayatku,” ucapnya penuh kesungguhan.

Rembulan pun tersenyum melihat dua sejoli yang sedang menyatukan hati. Handoko benar-benar bersyukur, cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.