Ilma Wiryanti

Ilma Wiryanti, mengajar adalah aktivitas sehari-hari saya. Namun saya punya hobi menulis dan berkebun. Hal yang juga menarik minat saya adalah masalah lingkunga...

Selengkapnya
Navigasi Web
Rembulan di Atas Hagia Sophia

Rembulan di Atas Hagia Sophia

Cahaya rembulan memantul lembut di kubah megah Hagia Sophia, menari-nari di antara mozaik-mozaik kuno. Di bawah langit malam Istanbul yang dingin, berdirilah seorang pemuda bernama Kaan, matanya tertuju pada gadis Indonesia yang sedang mengamati bangunan megah itu dengan penuh takjub.

Tiba-tiba, gadis dengan mata sehitam malam itu mendekatinya. "Permisi," sapa gadis itu dengan logat Indonesia, "Saya mencari makam keluarga saya. Katanya ada di sekitar sini." Gadis itu memperkenalkan namanya Ayumi. Ia seorang mahasiswi asal Indonesia yang sedang mencari akar keluarganya di Turki.

Kaan tertegun. Ia tak menyangka akan bertemu dengan orang Indonesia di tempat seperti ini. Sejak kecil, ia selalu merasa terikat dengan Indonesia, tanah kelahiran ibunya. Ia pun bersedia membantu Ayumi mencari makam keluarganya.

Pertemuan mereka terasa seperti takdir. Ayumi, dengan rambut hitam panjangnya yang berkibar tertiup angin, dan Kaan, dengan wajahnya yang tampan dan mata berwarna hazel, tampak begitu serasi. Mereka mulai sering bertemu di berbagai tempat ikonik di Istanbul, berbagi cerita tentang kehidupan, keluarga, dan mimpi-mimpi mereka.

Kaan, yang fasih berbahasa Indonesia, membantu Ayumi dalam pencariannya. Mereka menjelajahi arsip-arsip tua, mengunjungi desa-desa kecil di Istanbul, dan berbicara dengan orang-orang tua yang mungkin mengenal leluhur Ayumi. Mereka menjelajahi setiap sudut pemakaman tua di sekitar Hagia Sophia. Kaan menceritakan sejarah Istanbul dan pemakaman itu dengan penuh semangat. Ayumi mendengarkan dengan saksama, matanya berkaca-kaca saat Kaan menyebutkan nama-nama keluarga yang mungkin terkait dengan keluarganya.

Seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, hubungan mereka tidak semulus yang mereka harapkan. Keluarga Kaan menentang hubungan mereka. Mereka menginginkan Kaan menikah dengan seorang gadis Turki yang seiman. Ayumi, yang beragama kristen, merasa terbebani dengan perbedaan agama mereka.

Suatu malam, di bawah langit malam yang dingin di Hagia Sophia, Ayumi dan Kaan berbicara tentang masa depan mereka. Ayumi merasa sedih dan bingung. Ia tidak ingin kehilangan Kaan, tetapi ia juga tidak ingin menyakiti keluarganya.

"Aku tidak tahu harus bagaimana, Kaan," ucap Ayumi lirih. "Aku mencintaimu, tapi aku juga tidak ingin membuatmu kesulitan."

Kaan menggenggam tangan Ayumi erat-erat. "Aku mencintaimu apa adanya, Ayumi. Aku tidak peduli dengan perbedaan agama kita. Yang penting adalah kita saling mencintai."

Namun, cinta mereka harus menghadapi ujian yang lebih berat. Ayumi menemukan sebuah surat kuno yang mengungkapkan bahwa leluhurnya adalah seorang ulama yang terpaksa meninggalkan Indonesia karena konflik agama. Surat itu juga menyebutkan bahwa leluhurnya telah memeluk Islam sebelum meninggal.

"Aku tidak pernah menyangka akan menemukan kebenaran tentang keluargaku di tempat ini," ucap Ayumi, matanya berkaca-kaca menatap kubah megah Hagia Sophia. "Rasanya seperti sebuah lingkaran yang sempurna."

Kaan tersenyum lembut. "Aku senang akhirnya kau menemukan kedamaian batin, Ayumi. Dan aku bersyukur bisa menjadi bagian dari perjalananmu."

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati suasana malam yang tenang. Cahaya rembulan semakin terang, seolah menghangati hati mereka yang penuh cinta.

Ayumi tidak pernah menyangka bahwa leluhurnya memiliki hubungan yang begitu erat dengan Islam. Ia merasa bersalah karena telah menyembunyikan identitas aslinya dari Kaan.

Setelah melalui pergumulan batin yang panjang, Ayumi memutuskan untuk memeluk Islam. Keputusannya ini membuat Kaan sangat bahagia. Di bawah kubah raksasa Hagia Shopia, mereka berpegangan tangan, merasakan kehangatan cinta yang tumbuh di antara mereka. Kaan merasa telah menemukan belahan jiwanya pada Ayumi. Begitu pula dengan Ayumi, ia merasa nyaman dan aman berada di dekat Kaan. Cahaya rembulan memantul lembut di kubah megah Hagia Sophia seolah merestui ikatan cinta mereka.

Akhirnya, mereka bisa menikah dan hidup bersama. Pernikahan mereka menjadi perayaan yang meriah, menyatukan dua budaya yang berbeda. Ayumi dan Kaan hidup bahagia di Istanbul, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman yang menyayangi mereka. Mereka sering mengunjungi Hagia Sophia, tempat di mana cinta mereka pertama kali bersemi.

Pernikahan Ayumi dan Kaan menjadi awal babak baru dalam hidup mereka. Keduanya memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen kecil di dekat Hagia Sophia, sebuah tempat yang bagi mereka sarat akan makna. Ayumi yang kini telah menjadi seorang muslimah, semakin mendalami agama. Ia mengikuti kursus-kursus keagamaan dan aktif dalam kegiatan sosial di komunitas muslim Istanbul.

Kaan, yang sangat mendukung keputusan istrinya, juga ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. Ia bahkan mulai belajar bahasa Arab untuk bisa membaca Al-Quran. Keduanya sering mengunjungi masjid-masjid tua di Istanbul, menimba ilmu agama dan sejarah Islam.

Namun, kebahagiaan mereka tak lepas dari cobaan. Keluarga Kaan yang awalnya menentang hubungan mereka, perlahan mulai menerima Ayumi. Namun, ada beberapa anggota keluarga yang masih sulit melupakan perbedaan budaya dan agama. Begitu pula dengan beberapa teman Ayumi dari Indonesia yang merasa kehilangan sosok Ayumi yang dulu.

"Aku tahu ini sulit untukmu, Mi," ucap Kaan suatu malam, saat melihat Ayumi termenung di balkon apartemen mereka. "Tapi ingat, kita selalu bersama."

Ayumi tersenyum lemah. "Aku baik-baik saja, Kaan. Hanya saja kadang aku merasa kehilangan."

Kaan memeluk Ayumi erat. "Kita akan menemukan kebahagiaan kita sendiri, Ayumi. Di sini, di Istanbul, bersama-sama."

Di tengah kesibukan mereka, Ayumi dan Kaan tidak melupakan mimpi mereka untuk membuka sebuah rumah makan Indonesia di Istanbul. Mereka ingin memperkenalkan cita rasa Indonesia kepada masyarakat Turki. Dengan modal yang mereka kumpulkan, mereka mulai mewujudkan impian mereka. Rumah makan mereka diberi nama "Rembulan di Bosphorus", terinspirasi dari malam pertama mereka bertemu di bawah cahaya rembulan Hagia Sophia.

Rumah makan mereka langsung menjadi favorit warga lokal dan turis. Aroma rempah-rempah Indonesia yang khas memenuhi udara, mengundang siapa saja yang lewat untuk mampir. Menu-menu seperti nasi goreng, sate ayam, dan rendang menjadi favorit pelanggan.

Suatu malam, saat sedang melayani pelanggan di rumah makannya, Ayumi melihat seorang wanita tua yang sangat familiar di matanya. Wanita itu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah melayani pelanggan terakhir, Ayumi menghampiri wanita tua itu.

"Permisi, Nyonya," sapa Ayumi lembut. "Maaf mengganggu, tapi saya merasa wajah Nyonya sangat familiar."

Wanita tua itu tersenyum tipis. "Saya mengenali matamu, Nak. Sama seperti ibumu."

Ayumi terkejut. "Ibu saya? Maksud Nyonya?"

Wanita tua itu menceritakan bahwa ia adalah sahabat ibunya. Ia mengetahui tentang Ayumi dan Kaan dari surat yang dikirimkan oleh ibunya sebelum meninggal. Ia juga menceritakan tentang keluarga besar Ayumi di Indonesia. Ayumi baru ingat, ia pernah melihat foto wanita itu di album ibunya. Pertemuan dengan wanita tua itu membuat Ayumi semakin merasa dekat dengan akar keluarganya.

Beberapa tahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Yusuf. Kaan dan Ayumi mengajarkan Yusuf tentang pentingnya toleransi, saling menghormati, dan cinta kasih. Mereka berharap Yusuf tumbuh menjadi anak yang sholeh dan bermanfaat bagi banyak orang.

Ayumi memutuskan untuk mengajak Kaan dan anak-anaknya mengunjungi Indonesia. Mereka mengunjungi desa tempat nenek moyang Ayumi berasal, bertemu dengan keluarga besarnya, dan merasakan kehangatan keluarga yang selama ini ia rindukan.

Kembali ke Istanbul, Ayumi dan Kaan semakin bersyukur atas kehidupan yang mereka miliki. Mereka telah menemukan cinta sejati, keluarga yang hangat, dan kesuksesan dalam karir mereka. Setiap malam, mereka selalu menyempatkan diri untuk duduk di teras rumah mereka, memandangi keindahan Hagia Sophia yang diterangi cahaya rembulan.

Suatu malam, sambil memandang bulan, Kaan berkata kepada Ayumi, "Aku bersyukur telah bertemu denganmu, Ayumi. Kau adalah hadiah terindah yang Allah berikan padaku."

Ayumi tersenyum bahagia. "Aku juga bersyukur, Kaan. Hidup bersamamu adalah anugerah terbesar dalam hidupku."

Mereka berdua kembali memandang ke arah Hagia Sophia. Cahaya rembulan masih sama lembutnya, menyinari kubah megah itu. Ayumi dan Kaan merasa begitu bersyukur atas semua yang telah mereka alami. Mereka telah menemukan cinta sejati di bawah langit malam Istanbul yang dingin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pembaca budiman, mohon saran dan kritik untuk perbaikan tulisan saya

01 Nov
Balas



search

New Post