Kesan Pertama
Dini hari yang dingin sebelum subuh, Bus malam yang membawaku memasuki Pulau Dewata mulai bergerak meninggalkan kapal ferry. Aku menoleh kebelakang, mengamati kapal ferry besar dengan kerlap kerlip lampu disekeliling dak kapal Ferry terayun-ayun di Pelabuhan Gilimanuk.
Bus terus melaju memasuki pulau Bali. Kemudian kami melintasi gelapnya Hutan Bali Barat yang di belah oleh jalan raya Gilimanuk-Singaraja. Posisi aku duduk tepat di belakang sopir. Saat menatap ke depan, aku lihat cahaya berpendar dikejauhan seperti cahaya mata hewan. Namun bus tidak juga mengurangi kecepatan. Tiba-tiba bus kami di salip dari sampaing oleh kendaraan lain yang tak kalah kencangnya.
Namun tiba-tiba bus berhenti mendadak. Kondektur Bus dan seorang teknisi bus terlihat turun. Tak lama setelah itu, aku melihat mereka mengangkat seekor hewan masuk ke bagian belakang bus.
“Ada kijang yang tertabrak mobil yang menyalip kita tadi,” kata sang kondektur saat ditanya oleh sopir apa yang terjadi.
Rupanya sinar mata yang aku lihat dikejauhan tadi adalah mata kijang. Hutan ini ternyata banyak dihuni oleh kijang. Sungguh kasihan kijang tersebut yang menemui ajalnya karena ditabrak oleh sang pengemudi mobil yang ngebut tadi .
Kemudian perjalanan dilanjutkan kembali. Setelah melewati hutan lebat kami memasuki perkampung penduduk. Wow…sungguh luar biasa indahnya. Sepanjang kiri dan kanan jalan terdapat janur yang menjulur dari tiang bamboo dengan berbagai hiasan disepanjang bamboo tersebut. Seolah-olah menyambung kedatanganku dengan ramah. Aku merasa tersanjung.
Belakangan aku mengetahui nama janur yang menghiasi batang bambu itu adalah penjor. Penjor ini akan selalu terpasang saat umat Hindu memperingati hari raya Galungan dan Kuningan. Wah ternyata aku saja yang ke ge er-an haha…
Setelah menempuh perjalan lebih kurang dua jam akhirnya kami sampai di kota Singaraja. Kami sampai di sebuah hotel yang berada di dekat perempatan jalan besar utama di kota ini. Hotel ini milik dari sepupu Nyoman, temanku yang sama-sama akan mengikuti kegiatan praktek lapangan di Pulau Bali. Ia putra asli kota Singaraja, rumahnya terletak di pinggir kota.
Saat kami sampai, waktu subuh sudah masuk. Segera aku tunaikan kewajibanku kepada Rabb-ku. Kemudian kami beristirahat sejenak. Karena masih ada sedikit aktu sebelum kami akan berangkat menuju Balai riset tempat kami praktek lapangan.
Setelah sarapan kami segera berangkan menuju lokasi balai penelitian tersebut. Ternyata cukup jauh juga dari kota Singaraja. Kami menempuh perjalanan sekitar satu jam.
Kami menghadap pimpinan Balai untuk menyampaikan maksud kedatangan kami dan menyerah sutar tugas yang kami bawa dari kampus. Beliau menyambut kedatangan kami dengan ramah. Akhirnya kami disediakan mess untuk kami menginap selama praktek dib alai ini.
Mess tempat kami menginap berada di tepi laut. Pantainya sangat landai dengan pasirnya yang putih. Betapa menyenangkannya duduk di teras belakang mess sambil melihat pemandangan laut nan biru dan belaian angin laut yang menyegarkan. Aku sangat senang berada di tempat ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ulasannya keren.....memang disetiap tempat yang kita baru tiba, mesti ada kata baru yang menjadi perbendaharaan kata baru, saat saya di pulau dewata itu, kata "pecalang" menjadi satu kata baru untuk saya.Sukses ibu.....Salam Literasi dari Papua