Setelah berjuang selama hampir tujuh tahun. Selama itu juga telah menyuarakan nasionalisme. Tetapi, sepertinya gaung tak pernah bersambut. Bagaimana bisa bersambut jika semua pihak berkepentingan juga berpijak pada globalisasi yg harus diraih dan dimenangkan. Bagaimana bisa dilaksanakan semua anjuran yang menurut mereka tidak masuk akal. Yang ada kini aku yang harus putar haluan. Tidak lagi berkeras mempertahankan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa yang seharusnya dan satu-satunya tetapi menjadi bahasa yang bersanding dengan berbagai bahasa asing agar supaya anak bangsa tidak tertinggal oleh bangsa lainnya. Rupanya cara ini lebih baik dan dapat diterima. Dan aku masih tetap berjuang sendirian karena tidak dapat mengharapkan bantuan dari para petinggi yang masih sibuk mencari tapak untuk meninggalkan jejak yang dapat dikenang. Di sekolah, kusarankan agar belajarlah menguasai banyak bahasa, walau disarankan bahasa sendiri haruslah tetap menjadi prioritas. Hal ini tentunya bukan tidak menimbulkan banyak friksi, tetapi sudah kepalang basah, mimpi ini harus diperjuangkan. Mimpi bahwa bahasa Indonesia akan menjadi tian rumah di negara sendiri, sekalipun di sekolah yang mengatasnamakan diri sebagai sekolah bertaraf internasional. Dan mimpi ini diharapkan menjadi nyata, walau masih panjang jalan yang harus kulalui, mimpiku masih di dalam mimpi....