Imron, M.Pd

Guru SMAN 1 Lasem dan founder SMK Cendekia Lasem. Saat ini sudah selesai menulis 3 buah buku. Satu buku dengan Judul Literasi dan Sekolah Penggiran ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Haruskah Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah?
Rapat koordinasi CGP, PP dan Cabdin Wilayah 3

Haruskah Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah?

Saat mengikuti seleksi Calon Guru Penggerak banyak informasi yang berkembang, bahwa yang menjadi Guru Penggerak harus menjadi Kepala Sekolah. Informasi yang berkembang mengarah justifikasi, bahwa lulusan Diklat Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah. Hal ini diperkuat dengan statement Mendikburistek yang mengarahkan Kepala Daerah mengangkat Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah. Bahkan, ada suatu Daerah yang latah masih menjadi Calon Guru Penggerak sudah dilantik menjadi Kepala Sekolah. Walaupun ada “embel-embel” Guru Berprestasi.

Suatu hari pastinya hari Jum’at, selesai salat Jumat, Saya bertemu dengan pejabat suatu Cabang Dinas Pendidikan dan sedikit menyinggung Kepala Sekolah yang dilantik dari lulusan Guru Penggerak. Karena, ada Kepala Sekolah yang barusan diangkat berasal dari lulusan Guru Penggerak. Dari diskusi tersebut, tersirat bahwa secara akedemik mumpuni. Tapi, secara manajerial atau bidang manajemen masih sangat kurang. Lalu apakah yang sudah lulus Guru Penggerak “harus menjadi” Kepala Sekolah? Pertanyaan tersebut selalu tersirat saat Saya melakukan pendampingan.

Kalau Saya membaca Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah Bab II Pasal 2 dijelaskan bahwa : Guru yang diberikan penugasan sebagai Kepala Sekolah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a). memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari perguruan tinggi dan program studi yang terakreditasi; (b). memiliki sertifikat pendidik; (c). memiliki Sertifikat Guru Penggerak; (d). memiliki pangkat paling rendah penata muda tingkat I, golongan ruang III/b bagi Guru yang berstatus sebagai PNS; (e). memiliki jenjang jabatan paling rendah Guru ahli pertama bagi Guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja; (f). memiliki hasil penilaian kinerja Guru dengan sebutan paling rendah Baik selama 2 (dua) tahun terakhir untuk setiap unsur penilaian; (g). memiliki pengalaman manajerial paling singkat 2(dua) tahun di satuan pendidikan, organisasi pendidikan, dan/atau komunitas pendidikan; (h). sehat jasmani, rohani, dan bebas narkotika,psikotropika, dan zat adiktif lainnya berdasarkan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah; (i). tidak pernah dikenai hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (j). tidak sedang menjadi tersangka, terdakwa, atau tidak pernah menjadi terpidana; dan (k). berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat diberi penugasan sebagai Kepala Sekolah.

Sekolah sebagai ekosistem merupakan tatanan interaktif antara makhluk hidup dan benda mati hidup di lingkungan. Ekosistem mencirikan pola hubungan yang saling mendukung di suatu wilayah atau lingkungan tertentu. Sebuah sekolah diibaratkan sebagai ekosistem, merupakan bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur hidup) dan faktor abiotik (unsur tak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor biotik bersifat timbal balik mempengaruhi dan membutuhkan partisipasi aktif satu sama lain. Faktor biotik yang terdapat dalam ekosistem sekolah adalah: siswa, pimpinan sekolah, guru, tenaga/tenaga kependidikan, pimpinan sekolah, orang tua, masyarakat sekitar sekolah, instansi terkait dan pemerintah daerah.

Selain faktor biotik yang telah disebutkan, faktor abiotik berperan aktif dalam menunjang keberhasilan belajar: keuangan, sarana dan prasarana serta alam.

Melihat hal tersebut, akhirnya hari Senin (26/12) Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III mengumpulkan semua Guru Penggerak yang sudah lulus Angkatan 4 dan CGP Angkatan 5 yang baru selesai. Disamping itu, juga dikumpulkan Angkatan 6 dan Angkatan 7 yang sedang berjalan. Dalam sambutannya, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III, Drs. Sugiyanto, M.Pd menguatkan bahwa Guru Penggerak yang sudah lulus dan mendapat Sertifikat GP tidak harus menjadi Kepala Sekolah. Untuk menjadi Kepala Sekolah tetap harus melalui seleksi seperti tertuang dalam Permendikbudristek. Sertifikat Guru Penggerak hanya menjadi salah satu syarat mendaftar sebagai Kepala Sekolah.

Karena, Sekolah adalah sebuah ekosistem seperti di atas, keberadaan Guru Penggerak menjadi modal untuk menggerakkan ekosistem tersebut. Saya membayangkan, setiap SD mempunyai 1 Guru Penggerak, setiap SMP mempunyai 2-3 Guru Penggerak dan setiap SMA/SMK mempunyai 3-5 Guru Penggerak. Alangkah dahsyatnya perubahan pendididkan dan pembelajaran yang terjadi. Kalau semua Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah, lalu siapa lagi yang bisa menggerakkan di luar Kepala Sekolah?

Pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh Guru Penggerak yang sudah dinyatakan lulus dari Diklat dan Kebijakan Pemerintah Daerah itu sendiri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya keren

26 Dec
Balas

Terima kasih ..

26 Dec



search

New Post