Imron, M.Pd

Guru SMAN 1 Lasem dan founder SMK Cendekia Lasem. Saat ini sudah selesai menulis 3 buah buku. Satu buku dengan Judul Literasi dan Sekolah Penggiran ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sunan Bonang dan Sejarah Literasi

Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim, merupakan salah satu dari sembilan wali yang berperan dalam menyiarkan Islam di Indonesia. Beliau juga salah satu Putra Sunan Ampel atau Raden Rahmat dengan Nyai Ageng Manila atau Dewi Candrawati( Tjondrowati). Nyai Ageng Manila sendiri adalah putri Raden Arya Tedja. Salah satu tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. Sunan Bonang juga merupakan seorang guru dan imam besar yang terkenal dan dihormati di pulau Jawa. Beliau juga salah satu waliyullah yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.

Sunan Bonang berdakwah di Lasem, karena diutus oleh ayahandanya. Sekaligus untuk membantu kakaknya, Nyi Ageng Maloka yang menikah dengan Pangeran Wiranegara. Pangeran Wiranegara adalah Adipati II Lasem sekaligus putra dari Pangeran Wirabajra dan keponakan Mpu Santi Badra (dikenal dengan Tumenggung Wilwatikto sekaligus ayahanda dari Sunan Kalijaga). Pangeran Wirabajra adalah sahabat dari Sunan Ampel yang menjadi Adipati I Lasem, sekaligus masih keturunan raja di Kerajaan Lasem. Beberapa metode dakwah Sunan Bonang: melalui gamelan dan melalui karya sastra

Dalam hal pendidikan, Sunan Bonang belajar pengetahuan dan ilmu agama dari ayahandanya sendiri, yaitu Sunan Ampel. Ia belajar bersama santri-santri Sunan Ampel yang lain seperti Sunan Giri, Raden Patah dan Raden Kusen. Selain dari Sunan Ampel, Sunan Bonang juga menuntut ilmu kepada Syaikh Maulana Ishak, yaitu sewaktu bersama-sama Raden Paku Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan haji ke tanah suci. Sunan Bonang dikenal sebagai seorang penyebar Islam yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan menakjubkan.

Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari Bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.

Ada pula sebuah karya sastra dalam Bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belandaseperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.J.W Drewes, seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya.

Dia juga menulis sebuah kitab yang berisikan tentang Ilmu Tasawwuf berjudul Tanbihul Ghofilin. Kitab setebal 234 halaman ini, sudah sangat populer dikalangan para santri. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Sunan Bonang lah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa

Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian dia kombinasi dengan kesimbangan pernapasanyang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang artinya hanya Allah SWT yang tahu.

Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Dia ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya'. Beliau menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur'an.

Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia.

Hal yang memperkuat Lasem sebagai induknya budaya literasi adalah adanya terselamatkannya Kitab Sabda Badra Santi yang ditulis oleh Mpu Santi Badra yang kemudian dikenal sebagai Tumenggung Wiltatikta. Sekaligus ayah biologis dari Santi Kusuma yang dikenal dengan nama Raden Said alias Sunan Kalijaga.

Banyak peninggalan pada masa kejayaan Lasem telah dimusnahkan oleh Kolonial pada masa penjajahan Belanda. Sebab para penjajah kesulitan, jika Wong Lasem bersatu. Akhirnya mereka memecah belah Wong Lasem dengan memelencengkan sejarah, membakar habis kitab-kitab kuno, dan menghancurkan bangunan bersejarah seperti candi-candi. Kecuali Kitab Sabda Badra Santi yang disimpan di rumah Raden Panji Margono sekaligus masih keturunan dari raja-raja Lasem dan putra Adipati Lasem Tejokusuma V.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post