Inayatul Muchlisin

Saya hanya guru biasa yang ingin menjadi orang luar biasa. Bermanfaat bagi diri dan orang lain. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dahsyatnya Sepatah Apresiasi
Hanya sekadar jempol. Gratis namun dahsyat akibatnya.

Dahsyatnya Sepatah Apresiasi

Mengucapkan kata bagus, keren tak membutuhkan biaya. Gratis! Tapi dahsyatnya luar biasa. Ada beberapa peristiwa yang membuktikan hal ini dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh kecil pernah dialami oleh diri sendiri. Ketika kita menulis lalu ada yang mengapresiasi kita dengan kata bagus, mantul atau lanjutkan, saya merasa bahagia dan tersanjung. Padahal saya yakin kata itu tidak sepenuhnya benar. Bisa jadi hanya ingin memberi semangat buat saya. Sesungguhnya kita amat mengenal dengan kemampuan diri kita sendiri.

Suatu kali ada seorang teman yang mau mencoba menulis seperti yang lain. Beliau mengirimkan separagraf tulisannya ke saya. Ketika saya sampaikan bagus karena memang bagus, beliau tidak percaya.

"Masa, sih. Jujur nih," begitu jawabnya.

Saya sampaikan saya jujur karena memang bagus tulisannya. Jika beliau punya waktu lebih banyak pasti selesai tulisannya. Yang membuat saya bangga adalah ucapannya bahwa beliau berjanji melanjutkan tulisannya. Padahal saya sendiri masih harus belajar banyak.

Hal ini juga sering kita jumpai ketika kita mengajar dalam kelas. Seorang guru biasanya melontarkan pertanyaan kepada siswa. Yakin 100% tidak semua siswa berani menjawab. Namun ketika ada yang berani menjawab kita beri motivasi, maka tampak ekspresi wajahnya bahagia.

"Bagus jawabanmu. Sedikit lagi!" begitu kita memberi motivasi kepada mereka.

Ada peristiwa kecil yang tetap melekat di hati saya tentang dahsyatnya pula perkataan yang tidak menyenangkan. Padahal saya tidak bermaksud melukainya. Putra saya sedang berlatih menyanyi menggunakan hp. Kedengarannya kurang pas di telinga saya. Namun saya diam saja khawatir mengganggu aktivitasnya. Setelah selesai dia bertanya kepada saya, "Bagus ga, Mi suarak aku ?"

Saya jawab bagus cuma belum pas nadanya. Dia tersanjung, namun dia melontarkan pertanyaan lanjutan, "Jujur saja, Mi. Aku kuat, ko."

Karena dia minta dinilai sejujurnya maka saya sampaikan bahwa suaranya kurang bagus. Mungkin karena pita suara putra saya sedang mengalami perubahan dari remaja ke dewasa. Ternyata kalimat itu menyakitinya.

" Tuh, kan. Suaraku jelek. Bilang dong dari tadi suaraku jelek, " ucapnya sedih.

Ya, Allah tak menyangka sepatah kalimat saya mematahkan semangatnya. Lalu saya meminta maaf dan memberikan penjelasan. Akhirnya dia mengerti dan mau melanjutkan latihannya.

Dari kejadian sederhana yang saya alami, saya menyimpulkan bahwa kita harus berpikir sebelum berucap agar segala yang kita ucapkan hanyalah kebaikan yang membuahkan kebahagiaan buat orang lain. Maafkanlah saya jika pernah ada kata yang pernah lahir dari lisan saya yang belum bisa mengapresiasi. Semangat mengapresiasi!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Good....

06 Feb
Balas

Terima kasih Bu Hj.

06 Feb

Mantap bu...!

06 Feb
Balas

Terima kasih, Ibu. Baru belajar, Bu

08 Feb

Terima kasih, Ibu. Baru belajar, Bu

08 Feb



search

New Post