Inayatul Muchlisin

Saya hanya guru biasa yang ingin menjadi orang luar biasa. Bermanfaat bagi diri dan orang lain. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Nomor Satu Tak Selalu Mujur (Tantangan Gurusiana 60 hari ke-36

Nomor Satu Tak Selalu Mujur (Tantangan Gurusiana 60 hari ke-36

Nomor Satu Tak Selalu Mujur

(Tantangan Gurusiana 60 hari ke-36)

Oleh : Inayatul Muchlisin

Teet…teet.... Bel berbunyi menunjukkan waktu istirahat selesai. Warga sekolah MTs Insan Karimah baru saja melaksanakan salat Zuhur berjamaah kemudian ada beberapa menit untuk jajan di kantin. Hendro baru saja menyelesaikan makan siangnya di kelas. Mulutnya masih penuh nasi dan lauk pauk.

“Untung Bu Yurna belum masuk,” ucapnya dalam hati.

Masalahnya jam pelajaran terakhir ini pelajaran bahasa Indonesia ada ulangan. Dia belum sempat baca-baca buku. Gampang laah, pikirnya. Namanya juga pelajaran bahasa sendiri. Masa sih tidak bisa. Keciil…pikirnya.

Segera ia merapikan makanannya ke dalam tasnya. Untung makannya sudah selesai. Sudah cukup kenyang laah perutnya membereskan isi makan siangnya hingga tandas. Ternyata Bu Yurna juga belum masuk ke kelas. Cukuplah waktu untuk berbincang-bincang dengan Oman yang duduk di sampingnya.

Tujuh menit berlalu. Bu Yurna, sang guru bahasa Indonesia memasuki kelas 7.2.

“Assalamualaikum, anak-anak,” Bu Yurna memberi salam sambil memasuki ruang kelas 7.2 yang sejuk. Maklum kelas 7.2 ber ac, jadi sejuk rasanya.

“Waalaikum salaam,” jawab anak-anak serempak.

“Siapa hari ini yang tidak masuk?” tanya Bu Yurna seperti biasa.

Beliau biasa mengabsen siswa sebelum memulai pelajaran.

“Nihil, Bu. Katanya ga enak badan hari ini,” jawab Oman bercanda.

Bu Yurna tersenyum. Sudah biasa dengan candaan ini sehari-hari.

“Alhamdulillah siswa 7.2 masuk semua, ya. Berarti Ibu bisa memberikan ulangan pada hari ini sesuai janji Ibu minggu lalu ya,” kata Bu Yurna.

“Hah, ulangan Bu?” tanya Oman pura-pura lupa. Biasa si Oman memang begitu. Senang bercanda dengan siapapun. Termasuk ibu guru yang seharusnya dia hormati.

“Iya Oman, hari ini kita ulangan. Sudah belajar atau belum?” tanya Bu Yurna.

“He he… sedikit, Bu. Boleh baca buku dulu, Bu?” tanya Oman berharap.

“Boleh…lima menit boleh membaca kembali catatan kalian untuk mengingat kembali materi yang telah kalian pelajari,” jawab Bu Yurna mengabulkan permintaan Oman.

Segera murid-murid membaca ulang buku catatannya. Ada yang mulutnya komat-kamit dan matanya menerawang ke plafon kelas seperti mengingat-ingat pelajaran. Ada yang telunjuknya diacung-acungkan sambil mengangguk-angguk mereview pelajaran. Dan masih banyak lagi tingkah siswa menghafal ulang pelajarannya.

Tujuh menit berlalu, Bu Yurna segera memerintahkan siswa untuk mengumpulkan buku catatan ke meja terdepan masing-masing baris. Siswa diperintahkan menyiapkan kertas ulangan dan menuliskan identitasnya. Lalu Bu Yurna berkeliling membagikan soal ulangan.

Suasana hening. Semua berfikir untuk menyelesaikan soal-soal ulangan. Bu Yurna duduk di kursi guru menulis jurnal guru sambil mengamati siswa khawatir ada yang melirik pekerjaan temannya. Alhamdulillah tidak ada yang melirik pekerjaan temannya. Semuanya menunduk mengerjakan pekerjaan masing-masing. Memang ulangan bahasa Indonesia tidak perlu menyontek. Karena soalnya adalah soal praktik, bukan hafalan.

Dua puluh menit berlalu. Hendro segera mengumpulkan pekerjaannya. Bu Yurna agak heran karena terkesan Hendro bekerja tergesa-gesa.

“Hendro sudah selesai?” tanya Bu Yurna sambil menerima lembar soal dan jawaban Hendro.

“Sudah, Bu.” Jawab Hendro mantap.

“Tidak ingin diperiksa dulu?,” tanya Bu Yurna lagi.

“TIdak, Bu.” Jawab Hendro lagi.

“Baiklah.” Kata Bu Yurna.

Siswa yang lain masih asyik mengisi kertas ulangan. Mereka tidak perduli dengan Hendro. Sementara Hendro sudah sibuk membereskan buku pelajarannya.

“Bu, bolehkah saya keluar duluan. Saya ada janji mau main futsal dengan teman-teman di rumah, Bu.” Kata Hendro.

“Sekarang kan belum bel pulang, Hendro. Tunggulah sebentar. Kasihan Oman juga ingin pulang jadinya. Ya, Oman, ya?” jawab Bu Yurna.

“ Ah, tidak, Bu. Kalau Hendro mau pulang duluan juga gapapa, Bu,” Jawab Oman sambil melanjutkan pekerjaannya.

“Bagaimana yang lain, apakah boleh Hendro keluar duluan?” tanya Bu Yurna kepada siswa yang lain.

“ Ga ngaruh, Bu. Kalau dia mau pulang duluan juga gapapa,” jawab Naufal.

“Iya, Bu gapapa,” jawab beberapa siswa yang lain.

“Baiklah, Hendro. Kamu Ibu izinkan keluar duluan. Tapi tolong jangan ganggu siswa yang lain yang masih di dalam kelas, ya.” Akhirnya Bu Yurna meluluskan keinginan Hendro.

“Asyiik… goodbye temaan….!” sambil membawa tasnya menuju keluar. Hendro pamit kepada Bu Yurna dan mengucapkan salam.

Menit demi menit berlalu. Beberapa siswa yang sudah selesai diizinkan Bu Yurna untuk pulang duluan. Tapi Hendro masih belum pulang. Dia ada di depan kelas.

“Koq Hendro belum pulang, katanya mau main futsal?,” tanya Bu Yurna karena Hendro masih berada di depan kelas.

“Sepatu saya hilang, Bu.” Kata Hendro.

“Ooh…tadi kamu taruh dimana?” Tanya Bu Yurna.

“Di rak sepatu, Bu.” Jawab Hendro. Memang sekolah ini mewajibkan warga sekolah melepas alas kaki ketika menginjak lantai putih.

“Coba kamu cari dulu, Hendro.” Perintah Bu Yurna. Hendro segera mencari sepatunya.

Sementara di dalam kelas satu per satu siswa kelas 7.2 berkurang karena yang sudah selesai segera pulang. Tinggal lima siswa di dalam kelas yang belum selesai mengerjakan ulangan padahal lima menit lagi sudah waktunya bel pulang.

Pak Nasir, guru IPS yang selesai mengajar di kelas 7.1 lewat dan bertanya pada Hendro, “Sedang apa Hendro, ada yang hilang?”

“Iya, Pak. Sepatu saya hilang,” jawab Hendro.

“Dimana kamu menyimpan sepatumu?” tanya pak Nasir Iagi.

“Di rak sepatu ini, Pak.” Jawab Hendro sambil menunjuk rak sepatu di depan kelas 7.2.

“Memang bagaimana ciri sepatumu?,” tanya pak Nasir lagi.

“Seperti sepatu teman-teman itu, Pak. Tapi ukurannya lebih besar. Sepatu saya nomor 40, Pak,” jawab Hendro.

“Ooh…memang di dalam ada berapa siswa?” tanya Pak Nasir sambil permisi kepada Bu Yurna yang sedang menunggu siswa yang belum selesai ulangan.

“Masih lima orang, Pak,” jawab Bu Yurna sambil mempersilakan Pak Nasir melihat keadaan di dalam kelas. Pak Nasir melihat lagi ke rak sepatu. Ternyata ada enam pasang sepatu di sana.

“Di dalam ada lima siswa, sedangkan sepatunya ada enam. Berarti yang satu punyamu, Hendro,’ kata pak Nasir.

“Harusnya begitu, Pak. Tapi Koq sepatu saya tidak ada?” Jawab Hendro.

Satu persatu siswa yang di dalam keluar kelas karena mereka sudah menyelesaikan ulangan. Satu per satu siswa mengambil sepatunya. Tinggallah satu sepatu berwarna hitam dan bergaris merah pada lingkar pergelangan kaki.

“Ini sepatumu bukan?” kata Pak Nasir sambil menunjuk sepatu yang tinggal sepasang.

“Ooh iya, Pak. Itu sepatu saya. Saya lupa ternyata hari ini saya pakai sepatu yang itu. Seingat saya, saya pakai sepatu converse bertali seperti sepatu yang lain,” jawab Hendro sambil menepuk jidatnya. Ada rasa malu dan kesal . segera ia pamit kepada Pak Nasir dan Bu Yurna . Kemudian ia pergi menuju gerbang sekolah. Bu Yurna dan Pak Nasir saling berpandangan sambil tersenyum. Hendro…Hendro…mau pulang duluan malah terakhir.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hehehe.... cerita yang menggekitik. Terima kasih telah berkunjung ya Bu

14 Oct
Balas

Sama sama Bunda

17 Oct

Cerita yang lucu dan menarik ibuku. Mantap, Ayo dilanjutkan menulisnya ibu, keren.

31 Oct
Balas

Ceritanya lucu, tersenyum sy mbc nya.Slm sukses y bun

22 May
Balas

Keren banget Bun sukses selalu ya Bun

23 Nov
Balas

Hehehehe....jadi ingat cerita siapa ya? Si Dandi bukan?

31 Oct
Balas

Keren bun tulisannaya

07 Oct
Balas

Terima kasih Bunda

07 Oct

Keren cerpennya Bunda. Salam sukses selalu.

31 Oct
Balas

Cerita ringan menghibur disajikan dengan bahasa yang renyah. Salam sukses Bunda

07 Oct
Balas

Terima kasih Bunda hebatku

07 Oct

Hendro..Hendro... Cerita yang asyik dan menggelitik.semangat dan sukses selalu ibu

30 May
Balas

Kerennnn....mantul tulisanya....dah ku follow bund....follow back he he

07 Oct
Balas

Siap, Pak

07 Oct

Bagus..salam sukses

10 Oct
Balas

Terima kasih

17 Oct

Hahahaha cerpen yang bunda. Judulnya cakep. Sukses selalu bun. Salam kenal dan salam literasi

07 Oct
Balas

Terima kasih Bunda.

07 Oct

Dikira saya hasil ulangan Hendro yang tidak terbaik (nomor satu). Ternyata nyari-nyari sepatu dan lupa sepatu yang dipakainya hari ini. Kereeen B u Ina. Salam sukswes selalu.

22 May
Balas



search

New Post