Indah Patmawati

Indah Patmawati, Widyaiswara di P4TK PKn dan IPS. Lahir di Madiun, sebuah kota yang penuh sejarah dan terkenal dengan nasi pecelnya. Alamat di Jalan Parianom B4...

Selengkapnya
Navigasi Web
MERDEKA NGOPI

MERDEKA NGOPI

Sejak Salinem bekerja paruh waktu di Warung Warudoyong atau yang lebih populer disebut dengan Warung WRD, omzet WRD meningkat hampir seratus persen. Gila kan? Apa hebatnya Salinem, hingga bisa mendongkrak penghasilan Mbok Dhe Kamsiatun sedemikian rupa. Dalam waktu hanya tiga bulan, Mbok Dhe Kamsiatun sudah pake gelang yang segede rantai kereta, pake kalung dengan liontin segede roda. Jiaaahhh bikin ngiler aja.

Langganan di warung itu makin bertambah. Anehnya semua adalah laki-laki. Mulai jam empat sore hingga jam sembilan malam, mobil berderet-deret parkir di sekitar WRD. Warung yang sangat sederhana dengan bangunan dari bambu, reot, dan terkesan ala kadarnya.

Banyak orang menduga (khususnya perempuan) bahwa Mbok Dhe Kamsiatun mencari penglaris. Gosipnya mencari sampai ke Gunung Kawi. Alamaakkk! Mbok Dhe Kamsiatun tertawa ngekek mendengar gosip miring tentang warungnya.

“Mereka nggak tahu, ya, kalau penglarisku itu ya kamu, Nduk? Seloroh Mbok Dhe Kamsiatun pada Salinem yang saat itu tengah menumbuh sambel kacang.

Salinem tertawa ngakak. Sesungguhnya ia juga heran mengapa warung Mbok Dhe ini tiba-tiba menjadi ramai pembeli. Katanya sejak ia datang membantu, semua berubah. Salinem bahagia bisa membantu Mbok Dhe. Hanya itu saja niat awalnya.

__________

Sore itu sudah komplit yang hadir di WRD. Ada Mas Basuki juragan beras, Kang Ran makelar mobil, Mbah Min dukun tiban yang tiba-tiba sakti, dan ketua geng Cak Dar.

“Kopiku nggak usah manis-manis, dik?” celutuk Mas Basuki saat Salinem menyuguhkan beberapa kopi untuk pelanggan permanen di WRD itu.

“Kenapa mas, nggak mau manis?” tanya Salinem dengan senyum.

Manisnya ada di situ aja, Dik,” goda Mas Basuki sambil menunjuk bibir Salinen yang tersenyum.

Disambut ngakak oleh Kang Ran, Mbah Min.

"Dasar Buaya selokan,” teriak Cak Dar dari dalam warung.

Salinem hanya tersenyum menanggapi godaan Mas Basuki. Sesungguhnya dia sangat ngefans pada laki-laki ini, namun dia menutup rapat. Jangan sampai ada yang tahu bagaimana perasaannya. Pamali. Menurutnya begitu.

Sruupppp... suara Mbah Min menyruput kopi buatan Salinem.

“Mantap...Merdeka itu ya begini, minum kopi buatan Salinem,” kata Mbah Min marem.

“Emang, selama ini sampeyan nggak merdeka, Mbah?” tanya Mas Basuki heran “bukannya sejak tahun 45 kita sudah Merdeka. Mengapa sekarang ngomongi Merdeka lagi.” Lanjutnya.

“Lha wong aku hanya ikutan aja lho, sekarang kan banyak orang ngomong Merdeka,” jawab Mbah Min.

“Sampeyan apa nggak sadar to Mas Bas, kalau di WRD ini kita lagi merdeka, hati adem lihat senyum Dik Salinem, telinga nyaman mendengar suara merdunya. Dilayani dengan sepenuh hati. Wes pokoknya di sini kita lagi menghindar dari segala bentuk tekanan,” jelas Kang Ran sambil mencomot pisang goreng. Cengengesan.

“Semprolll.... dasar kalian laki-laki nggombali, nggiapleki. Lari dari tanggung jawab gitu ta?” suara keras Cak Dar disambut tawa ngakak dari mereka berempat.

“Kemarin lihat tipi kok isinya Merdeka Belajar, Belajar Merdeka. Halaah mboh gak paham maksudnya. Makanya menurutku, sejatinya minum kopi buatan Dik Sal inilah arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Iya to, Dik?” kata Mbah Min lagi sambil kedap-kedip pada Salinem.

“Sekarang sudah punya tipi to kang? Kalau saya nggak pernah lihat berita begituan Kang. Pikiran saya jadi ruwet kalau ikutan mikir negara. Mendingan saya mikir, bagaimana caranya bisa cepet dapat jodoh lagi.” gurau Salinem membalas candaan Mbah Min.

“Ya harus tetap mengikuti berita to, Dik. Orang itu harus aptudet . Harus tahu perkembangan zaman, supaya tidak kuper dan kepo. You know?” Mas Basuki ikutan nimbrung. “sssttt... kalau urusan jodoh itu nanti kita bicarakan berdua saja, ya?” lanjut Mas Basuki gemes mendengar kata-kata Salinem.

Salinem melirik sesaat pada Mas Bas, ada debar halus tiap kali melihat laki-laki ini. Dia tak berani menjawab selain hanya tersenyum kemudian dengan tergesa berlalu menghindar dari obrolan mereka.

“Padahal dulu, kalau orang bilang Merdeka itu artinya terbebas dari apapun, atau boleh tidak melakukan apa saja. Lha sekarang, kalau Merdeka belajar itu artinya boleh tidak belajar ngono ta?” tanya Mbah Min masih penasaran.

“Nggak gitu, Mbah. Merdeka belajar itu boleh belajar, boleh tidak. Jadi sak karepmu, semau-maumu gitu,” celutuk Kang Ran.

“Wes ta, Mbah. Gak usah ikut mikir negara. Biarkan saja. Itu kan program mentri baru. Ganti mentri ganti kebijakan kan biasanya begitu. Sebab kalau nggak begitu dikira nanti mentrinya gak kerja, gak punya program. Gak kreatif. Wong paling nanti yang ruwet dan ribut ya yang di bawah.” Cak Dar menimpali.

“Sing penting di warung ini kita merasa merdeka. Bebas dari segala bentuk omelan ya to...” Kang Ran ikut nambahi nyinyir.

Lagi-lagi mereka tertawa ngakak. Tak terasa hari mulai larut. Semua mulai beranjak dari kursi panjang WRD. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi mereka selain ngompot berlama-lama di WRD.

Mas Basuki clingak clinguk mencari Salinem, dia harus menemui perempuan pujaannya itu. Ada sesuatu yang akan disampaikan padanya.

“Orangnya di belakang sono lho,” kata Kang Ran seolah tahu apa yang dicari Mas Bas.

Mas Basuki nyengir aja pada Kang Ran. Kemudian bergegas mencari Salinem di belakang.

“Dik, aku mau pulang,” kata Mas Basuki setelah bertemu Salinem di belakang.

Salinem tergeragap dibuatnya. Kenapa tiba-tiba Mas Basuki repot mencarinya hanya untuk sekedar pamit. Bukankah biasanya tidak begitu?

Salinem hanya bisa mengangguk, mulutnya seolah terkunci. Ambyar seluruh kata-katanya. Apalagi tiba-tiba Mas Basuki menggenggam tangannya lembut. Salinem makin gemetar. Ia ingin menarik tangannya. Tapi semua tak sanggup dilakukan. Ada yang terasa hangat mengalir dalam darahnya.

“Tunggu aku ya, suatu saat aku akan melamarmu."

Salinem ambruk terduduk di amben belakang warung. Matanya berkunang-kunang, perutnya mual. Atau jangan-jangan setelah berpegangan tangan bisa hamil?

Mimpikah ini?

#edisinggombal

Batu, 23.2.20

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ngampong kopi mesranya ...bund

26 Feb
Balas

Hehehehe...biar tambah merdeka

26 Feb



search

New Post