SARAPAN ANGIN
Hari ini kita sarapan angin anakku, kita masak dengan aneka olahan sambil bercerita di dapur tua. Pada matamu yang jenaka aku menemukan resep yang membuatku kenyang sebelum kupraktikkan.
Aku sering mengabaikan usulmu tentang menu terkini yang membuat liurmu menggerimis. "Anak-anak dilarang usul," demikian pikirku. Sebab orang dewasa, jauh lebih dulu makan asam garam dan bumbu-bumbu lainnya. Lidahnya terlatih mencecap rasa. Bila sudah menemu enak, akan diam mengeram sampai beranak pinak.
Diam saja anakku, hayati kodratmu sebagai anak. Jangan mencoba menjadi sok anak-anak. Tidak lazim bukan? Kalau sok tua itu baru keren. Begitulah orang tua, sesungguhnya pantas melakukan apa saja. Sok tua, sok pintar, sok bijak.
Mari kita sarapan angin anakku, ciumlah aroma bumbunya.
Sewangi masakan koki di depot-depot yang sering kita lewati.
Jangan, jangan ... jangan ada mata bertanya.
Bukankah anak kecil di larang protes?
Mengapa mengangguk anakku?
Bukankah seharusnya menggeleng?
Kau jadi misteri dan aku tak mengenali
Aku pura-pura kuat ketika kau ulurkan
sepiring penuh pecahan bibir
yang masih ada gurat senyummu
Apakah kau menertawakan aku, Anakku?
#Selamat hari puisi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjut beraksara Bu.
Ma kasih bu
Mantap Mbak.