Cinta Monyetku Ternyata Jodohku
Aku dan suamiku adalah teman satu sekolah saat duduk dibangku SMA. Dari kelas 1 sampai kelas 3 kami selalu satu kelas. Tapi aku baru mengenal suamiku di akhir kelas 3 dan itupun langsung suami nembak aku untuk mau jadi pacarnya. Saat itu umurku sudah 17tahun jadi gak apa-apalah punya pacar pikirku. Toh nanti kalau tamat sekolah pasti tamat juga hubunganku dengan dia (suamiku). Pemikiran yang pendek karena biasanya seperti itu anak muda jaman dulu. Kebetulan juga selama SMA aku belum pernah punya pacar.
Sengaja aku menyembunyikan hubunganku dengan suami dari orang tuaku. Mereka tidak menyetujui kalau aku pacaran selagi masih sekolah. Terutama ibuku yang sangat protektif. Pernah satu kali aku pacaran sebelum suamiku, saat pacarku datang kerumah tiba-tiba di usir lah sama ibuku. Malu banget akutuh.
Dan akhirnya ibuku mengultimatum di iringi ancaman untuk memilih ibu atau pacar. Ya jelas aku milih ibu lah, gile aje milih pacar. Belum tentu juga nanti jadi suamiku, pikirku.
Agak sakit sih harus putus, tapi cuma sebentar. Karena dulu aku nganggepnya itu CINTA MONYET. Bukan cinta sama monyet ya.
Waktu mendekati kelulusan sekolah, akhirnya orang tuaku mengetahui kalau aku sudah punya pacar. Dan leganya ibuku menyetujui hubungan kami. Bahkan ibuku sangat menyayangi suamiku sejak pertama kali aku pertemukan mereka. Aneh juga pikirku, baru kali ini ibuku langsung welcome bahkan menganggap seperti anak sendiri kepada laki-laki yang dekat dengan aku.
Suamiku sangat pintar mengambil hati ibuku. Dia tau kalau senjata pamungkasku adalah ibu. Setiap suamiku main kerumah, ibuku lah yang paling antusias menyajikan makanan dan minuman. Bahkan sering menahan suamiku agar tidak buru-buru pulang.
Satu-satunya jurus suamiku untuk mendekati ibuku adalah PIJAT. Itu yang aku perhatikan. Setiap suamiku datang kerumah, pasti langsung menemui ibuku dan memijat tangan dan kakinya. Karena waktu itu ibuku sedang sakit.
Di akhir kelulusan sekolah, suamiku memutuskan melanjutkan pendidikan di Jakarta. Dia masuk pelatihan militer disana. Dan aku memutuskan pergi ke Bandung untuk belajar kerja disana. Meski orang tuaku menyuruh aku kuliah, tapi aku masih merasa belum siap karena pengen sekalian melemaskan otak setelah bertahun-tahun sekolah. Jadi menolak permintaan mereka dan berangkat "merantau".
Hubunganku sama suami waktu itu masih berjalan meski jarang komunikasi dan jarang ketemu.
Dan itu membuat hubungan kami agak renggang serta mudah masuknya godaan dari sisi kanan kiri atas bawah depan dan belakang. Setahun di Bandung aku memutuskan pulang dan melanjutkan kuliah. Tapi suami masih di Jakarta. Meski mengalami kegagalan dalam pendidikan militer, dia lanjut mencari kerjaan di sana.
Karena intesitas pertemuan yang jarang dan komunikasi yang kurang lancar, aku tergoda dengan laki-laki lain. Dia temanku sendiri. Teman tempat curhat dan bercanda. Temanku tau kalau aku sudah punya pacar. Tapi perasaan kami tidak bisa dibohongi. Kenyamanan saat di dekat dia, dan hanya dia yang selalu ada buat aku di saat suamiku jauh disana. Alasan itulah yang membuat kami memutuskan menjalin hubungan sembunyi-sembunyi.
Tapi yang namanya bangkai pasti akan tercium juga. Saat suamiku pulang dan dia main kerumahku, dia menangkap basah aku sedang ber sms ria dengan temanku itu dengan penuh kemesraan. Murka lah suamiku karena merasa di khianati.
Pertengkaranpun tidak bisa terelakkan. Apalagi saat itu suamiku sudah sangat serius menjalin hubungan dengan aku. Kedua orang tua kamipun sudah saling bertemu.
Alih-alih sadar, aku malah memutuskan hubungan dengan suami dan memilih temanku itu. Orang tuaku pun sangat marah besar mengetahui perbuatanku. Tapi waktu itu aku tidak peduli. Mataku buta oleh cinta terlarang.
Sampai pada suatu pagi, Almarhum bapak menyidang dan mengancam aku. Kalau aku tidak melanjutkan hubunganku dengan suami dan memilih temanku itu, lebih baik bapak kehilangan "telur" satu. Karena sudah terlanjur malu. Apa kata orang-orang dan saudara kalau tau hubunganku dengan suami putus gara-gara ulahku.
Mendengar ancaman seperti itu, aku takut. Aku takut menjadi anak durhaka. Tapi dalam hati sudah tidak rasa untuk suami dan lebih mencintai temanku. Tapi apalah dayaku. Aku cuma bisa mengikuti perintah orang tua untuk melanjutkan hubunganku dengan suami. Walau sebenarnya hubunganku dengan temanku juga masih berlanjut.
Ibuku selalu mendesak aku dan suami untuk segera menikah. Tapi tak pernah kuhiraukan permintaannya. Karena waktu itu aku masih muda dan masih kuliah. Suamiku juga masih kerja belum punya modal untuk berumah tangga. Bapakku selalu menasehati, orang menikah itu mempunyai rejeki nya masing-masing. Toh menikah itu juga ibadah, pasti akan diberikan jalan sama Allah SWT. Begitulah kira-kira nasehat bapak.
Tapi tetap saja tak membuat aku berpikir untuk menikah pada saat itu. Yang ada dalam pikiranku aku masih mau menuntut ilmu lalu bekerja.
Namun takdir berkata lain, sebelum aku menyelesaikan kuliahku, ibuku menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit yang sudah di idap bertahun-tahun. Saat itu duniaku serasa runtuh bersamaan dengan menutupnya mata ibuku. Ibuku satu-satunya tempat mencurahkan segala isi hati. Satu-satunya orang yang tidak pernah menghakimiku ketika aku melakukan kesalahan. Aku hancur saat itu.
Ditengah kesedihanku karena ditinggalkan orang yang aku sayangi, tiba-tiba bapak menanyakan kesanggupan suami menikahiku di depan jenazah ibu. Aku mendengar pembicaraan mereka, tapi aku tidak peduli. Dengan lantang dan tanpa pikir panjang, suamiku mengiyakan pertanyaan bapak. Agak kaget mendengarnya tapi lagi-lagi aku masih tidak peduli. Karena di pikiranku saat itu masih ibu.
Lalu semua keperluan disiapkan ala kadarnya. Setelah jenazah ibu di sholatkan, aku dan suami di minta duduk di depan jenazah sebelum di berangkatkan di pemakaman.
Semua orang sudah bersiap-siap. Tau apa yang aku lalukan? Aku menelpon temanku mengabarkan kalau ibu meninggal dan aku akan menikah saat itu juga di depan jenazah. Dia terkejut lalu menanyakan bagaimana dengan hubungan kami. Tak ada pilihan, aku memutuskan hubungan kami. Meski berat tapi aku percaya jika ini sudah menjadi takdir-Nya.
Terjadilah ijab qobul aku dan suami di depan jenazah dengan mas kawin uang sebesar 20.000 rupiah tanpa kehadiran orang tua suamiku dan tanpa kemeriahan seperti layaknya pernikahan.
Saaahhhhh......
Penglihatanku terasa gelap setelah mendengar kyai mengucapkan SAH. Tapi aku mencoba untuk tetap sadar. Sebelum orang-orang memberangkatkan ibu ke pemakaman, aku masih diberi satu lagi kesempatan untuk mencium dan meminta restu. Di bukakan kembali kain putih yang menutupi tubuh ibuku. Aku meminta restu dan memohon doa semoga pernikahanku ini diberkahi Allah SWT.
Hampir 14tahun perjalanan pernikahan kami. Banyak cobaan dan godaan yang mengiringi perjalanan kami, bahkan dari masa laluku yang mencoba hadir kembali. Berkat kesabaran dan kesetiaan suami, hubungan ini selalu terhindar dari perpecahan. Kami dikaruniai 2 orang anak. Tapi sayang, anak ke dua kami bukan rejeki kami. Aku mengalami keguguran dalam usia kandungan 6 bulan. Anak pertama kami berumur 12 tahun.
Apa yang ada dalam hati orang tua buat anak ternyata itu yang terbaik. Terbukti dalam jalan kehidupanku...
Jika saja aku tidak menuruti keinginan orang tua dan lebih mengikuti kata hati, aku tidak tau apa yang terjadi dalam kehidupanku selanjutnya. Apakah sebahagia saat ini? Atau sebaliknya..
Yang pasti aku bersyukur mempunyai suami yang teramat sabar dan tak pernah berhenti menyayangiku. Meski aku pernah berbuat salah, tak sedikitpun dia mengingatnya.
Serta anak perempuan yang cantik yang mempunyai wajah seperti ayahnya. Kami hidup dalam kesederhanaan dan bahagia.
Tak kan ku ulangi kebodohan itu lagi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar