Tulungagung merupakan kota kecil yang masyarakatnya majemuk. Dewasa ini keberadaan warung kopi sangat banyak, bahkan hampir di setiap desa setiap gang ada warung kopi. Tradisi ngopi sebenarnya sudah sejak jaman dulu, dan biasanya hanya orang laki laki yang tua yang hobinya ngopi. Kegiatan nyangkruk seakan jadi suatu kebutuhan.Sehingga waktu berjam jam mereka habiskan di warung kopi.

Saat ini warung kopi dilengkapi dengan fasilitas wifi gratis bagi para pelanggannya, nonton tv bareng.Sambil ngopi bisa berselancar di dunia maya dengan gratis, bahkan beberapa ada yang menyediakan fasilitas karaoke. Ini yang menjadi daya tarik anak anak muda bahkan pelajar untuk selalu berada di warung kopi. Hal ini menjadi kebiasaan, bahkan beberapa orang seperti kecanduan.

Pihak pedagang warung kopi meraup untung yang lumayan, karena warungnya tidak pernah sepi. Banyak orang yang meniru untuk membuka warung baru. Alhasil menjamurlah warung kopi dimana mana.

Ketika berada di warung kopi seakan lupa akan waktu. Sehingga pengunjung yang kebanyakan pelajar usia sekolah pulang larut malam. Akibatnya tidak bisa bangun pagi, sekolah pun terlambat. Ketika ada tata tertib yang menghukum siswa terlambat, mereka memilih untuk membolos dan dipilihlah warung kopi tempat mereka bolos. Waktu pulang sekolah mereka juga pulang, sehingga orang tua akan percaya mereka sekolah.

Beberapa kali penggerebekan yang dilakukan pihak sekolah kerjasama dengan pihak berwajib pun hanya sedikit pengaruhnya. Sebentar saja mereka mengulangi. Karena sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan yang sulit diubah. Suatu tradisi orang yang hobi kopi pasti ada rokok. Ditambahkan pula, tidak sedikit pedagang warung kopi nakal yang berjualan minuman keras bahkan narkoba. Sungguh memprihatinkan, hal tersebut akan memupuk subur alam kemaksiatan bahkan di kalangan pelajar. Bagaimana bisa mereka belajar dengan baik, sedangkan fisik dan mental sudah rusak.

Amanah program penguatan pendidikan karakter yang dibebankan kepada sekolah semakin berat. Banyak anak didik yang enggan belajar, semua waktu dihabiskan sia sia di warung kopi.

Tantangan untuk mengubah kebiasaan dan lama lama menjadi karakter ini dirasakan pada guru yang mengajar di semua tingkat bahkan di SD. Tapi tidak ada yang mustahil, selama guru masih punya semangat gigih untuk menanamkan karakter baik pada peserta didik, masih ada harapan. Orang tua juga harus berperan utama ketika anak tidak belajar di sekolah. Bagaimanapun waktu yang dihabiskan di rumah lebih banyak dibanding waktu di sekolah.

Pemerintah daerah Tulungagung harusnya juga membatasi ijin usaha warung kopi. Dan ada peraturan tegas yang melarang anak sekolah berada di warung kopi. Kalau tidak dilakukan, generasi muda akan rusak. Panen demografi sebagai harapan penguatan pendidikan karakter tidak akan memperoleh hasil. Padahal merekalah harapan kita di masa mendatang. Semoga ada pemangku jabatan yang peduli akan masalah ini.

Ketika semangat guru menggelora untuk membentuk karakter positif hancur dan sia sia ketika anak didik mereka semakin kuat terpengaruh kebiasaan negatif yang diperoleh di warung kopi.

Semoga kita diberikan kekuatan dan kegigihan menghadapi tantangan yang berat ini.