Indriati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Zonasi di Sekolah Teknik (Masih Tentang Zonasi : Curhatan seorang guru)

Zonasi di Sekolah Teknik (Masih Tentang Zonasi : Curhatan seorang guru)

Zonasi menempatkan permasalahan-permasalahan baru ditempat saya bekerja. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri satu-satunya di daerah kecamatan Rengat Barat ini terpaksa mengenyam perihnya zonasi. Zonasi adalah program pemerintah yang menetapkan anak tempatan harus diterima di sekolah yang memiliki radius terdekat dengan tempat tinggalnya. Mereka merajai 70 persen peserta didik di sekolah tersebut. Letak masalahnya adalah karena sekolah ini berada pada batas kecamatan. Akhirnya sumber daya peserta didik yang masuk sebagian besar adalah dari desa yang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya masih rendah. Desa Talang Jerinjing merupakan wilayah terdekat dari sekolah tersebut.

Tak ayal kericuhan terjadi saat keputusan kenaikan kelas. Semua guru bersedih karena ada beberapa kelas dari kelas X (sepuluh), sebagian besar siswanya dinyatakan tidak mampu menyelesaikan beberapa mata pelajaran. Terutama mata pelajaran kejuruan teknik (mata pelajaran produktif). Kelakuan siswa yang tidak menyelesaikan tugas pembelajaran terungkap dalam rapat kenaikan kelas. Hal ini menambah runyam masalah. Kematangan berpikir para siswa untuk mengerti tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar SMK Teknik menjadi daftar panjang yang harus dipecahkan.

Tanggapan dari kepala sekolah untuk meningkatkan peran guru-guru membina siswanya seperti menjadi tugas dan beban berat yang harus diemban. “Keadaan sekarang ini seperti sebuah perusahaan yang bahan bakunya dari kualitas yang kurang. Yang masuk itu kualitasnya kurang. Sementara kita harus mengolahnya. Ya, terima saja keadaan ini. Bagaimana cara kita mengolahnya saja lagi”. Kata-kata bijak kepala sekolah tidak mendapat tanggapan dari para guru yang cenderung dengan idealismenya masing-masing. Keputusan sekola yang penuh dengan pertimbangan untuk menaikkan sebagian siswa bermasaalah, menjadi tanggung jawab besar guru pada tingkat berikutnya.

Dan malangnya ada satu siswa yang harus diterima pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB} yang sebenarnya tidak mampu bersekolah di sekolah teknik tersebut. Sebut saja “Melati”. Anak ini terpaksa harus diterima sekolah teknik ini. Alasannya adalah zonasi dan tidak cukupnya siswa yang mendaftar di sekolah tersebut akibat adanya zonasi. Yang pada akhirnya, setelah satu tahun bersekolah dengan kehadiran sesuai syarat, harus hengkang dari sekolah tersebut. Dengan alasan, anak ini tidak mampu berada di sekolah Teknik. Bagaimana tidak, Melati mempunyai kecakapan agak berbeda dengan teman-teman lainnya. Psikomotorik “Melati” tidak mampu untuk sekolah keteknikan.

Sesungguhnya, pendidikan itu mematangkan siswa untuk mengerti tanggung jawabnya dan mematangkan kompetensi yang sudah dipilihnya. Tapi apakah kita harus mengikuti kemauan siswa dan orang tua yang dalam kasus dimana orang tua siswa minim pengetahuanya tentang pengolahan siswa didik di sekolah? Zonasi memaksakan anak bersekolah di sekolah terdekat. Zonasi juga menghukum sekolah terdekat untuk menerima siswa dalam wilayah zonasi. Dengan alasan sekolah tersebutlah yang terdekat dari tempat tinggalnya, orang tua memaksakan anaknya diterima di sekolah tersebut. Padahal anaknya mempunyai keterbatasan kemampuan. Semua masalah yang timbul disebabkan satu alasan, Zonasi.

Akibatnya target kurikulum yang ditetapkan pemerintah (Standar Kelulusan) tidak tercapai. Setelah anak ini dinyatakan naik atau lulus, siswa kurang bisa bekerja. Karena life skill hidup tidak mampu ditransfer saat mengenyam pendidikan di sekolah. Akibat jangka panjangnya adalah tamatan-tamatan dari SMK teknik tersebut tidak mampu berkarya di masyarakat.

Dalam masalah zonasi penulis sendiri berpendapat, zonasi kurang baik untuk SMK teknik, karena pada dasarnya sekolah SMK teknik membutuhkan SDM yang memiliki kecakapan psikomotorik untuk menyelesaikan kompetensi-kompetensi yang dibebankan kurikulum terhadap sekolah tersebut. Ini tahun ketiga diberlakukannya zonasi. Para pendidik boleh berlega hati mendengarkan kebijakan Kemendikbud yang membolehkan sekolah menerima siswa berprestasi di luar zonasi menjadi sebanyak 20 persen. Dan menerima siswa dari wilayah zonasi yang mula-mula minimal 90 persen kuota sekolah, menjadi 80 persen. Permulaan babak baru pemerintah membuka diri tentang zonasi.

Menurut penulis idealnya siswa dari wilayah zonasi adalah 50 persen. Untuk mempercepat pengembangan kemampuan peserta didik dalam daerah zonasi. Dan membuka kesempatan bagi sekolah untuk menyeleksi siswa dari luar zonasi sehingga mampu membentuk simbiosis mutualisme. Dan tentunya meningkatkan kemampuan sekolah untuk bersaing.

Bagaimana di sekolah Bapak dan Ibu guru sekalian, apa pendapat anda tentang zonasi?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Astagfirullah, satu problem lagi muncul skibat sistem zonasi, problem sosial yang harus segera disikapi. Mantaps Bund paparannya, semoga dibaca oleh pemegang kebijakan. Sukses selalu dan barakallahu fiik

25 Jun
Balas

Semoga dibaca pihak yg lbh bertanggung jawab

12 Jul
Balas

Trimakasih Bu.

25 Jun
Balas



search

New Post