Belajar dari Kawasi, Obi, Halmahera Selatan
Pernah mendengar tentang pernyataan: take it or leave it? Ya! Ketika ditugaskan untuk berbagi dengan teman-teman sesama pendidik di Halmahera Selatan, saya langsung mengiyakan. Kinarya Gagas, bagian Reseach and Development Sekolah GagasCeria mendapat undangan dari Provisi Education untuk memberikan materi tentang PAIKEM. Provisi Education bekerja sama dengan PT Harita Nickel untuk meningkatkan kompetensi guru-guru di Desa Kawasi. Diharapkan, dengan meningkatnya kompetensi pedagogik guru, maka hal ini akan berimbas pada capaian kompetensi siswa.
Salah satu keinginan saya adalah berbagi untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Toh, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jadi, belum jadi manusia yang ‘baik’ jika saya belum bermanfaat bagi orang lain. Satu lagi keinginan saya adalah bisa sampai ke bagian timur Indonesia. Jadi, ketika saya diminta pergi ke satu daerah asing yang bernama Kawasi, Obi, Halmahera Selatan, saya ambil kesempatan ini.
Kawasi, Obi, Halmahera Selatan
Kawasi adalah sebuah desa di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Dengan luas wilayah kurang lebih 286 km2 dan jumlah penduduk 1.118 jiwa, kepadatan penduduk di Kawasi sekitar 4 orang/km2. Penduduk Kawasi terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Dibukanya pertambangan membuat Kawasi menjadi daerah yang acukup ramai dengan banyaknya warung makanan berbagai daerah.
Untuk mencapai Desa Kawasi, perjalanan yang ditempuh cukup menantang. Saya yang tinggal di Bandung harus ke Jakarta. Kamis pagi, dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, saya naik pesawat ke Bandara Sultan Babulah Ternate. Dari bandara tersebut, saya naik lagi pesawat ke Bandara Oesman Sadik, Labuha. Dari Labuha, saya ke Pulau Obi naik sea truck perusahaan. Saya menginap semalam di Labuha karena jadwal keberangkatan reguler sea truck ke Pulau Obi adalah hari Selasa dan Jumat. Saya naik sea truck pada hari Jumat pagi. Dibutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk mencapai Pulau Obi dari Pelabuhan Kupal, Labuha. Sesampainya di Obi, saya samapi di kantor CSR (Corporate Social Responsibility) PT Harita Nickel. Di sana, saya berkoordinasi dengan Pak Zaid dari CSR dan Bu Sarita dari Provisi untuk acara pelatihan dua hari ke depan.
Menemukan Sendiri
Listrik menjadi kendala pertama dalam pelaksanaan pelatihan. PLN belum masuk Kawasi. Listrik didapat dari genset desa. Hal ini membuat adanya batasan waktu kapan listrik menyala. Biasanya pada malam hari dan berlangsung beberapa jam. Saat itu, genset desa sedang rusak saat itu. Keadaan ini memang sudah diinformasikan kepada saya sehingga plan B diperlukan kalau-kalau listrik tidak menyala saat pelatihan. Alhamdulillah, di sekolah terdapat genset. Tapi, beberapa kali proyektor mati saat kami sedang menonton video motivasi tentang sepak bola di perkampungan Thailand. Akhirnya, kami menyelesaikan menonton video dengan laptop saya dan Bu Sarita. Genset akhirnya diganti dan kami dapat menggunakan proyektor.
Hari ini akan membahas tentang pembelajaran PAIKEM dan literasi. Peserta diajak untuk berpikir kritis melalui percobaan-percobaan yang dilakukan. Mereka membuat dugaan dan membuktikannya dengan percobaan apakah dugaannya benar atau salah. Yang menarik dari sesi ini adalah reaksi peserta ketika mengetahui bahwa dugaan yang mereka buat salah. Kegiatan ini menggunakan pendekatan scientific dengan metode ilmiah. Peserta diajak untuk berpikir, membuat dugaan, dan membuktikan kemudian mengambil kesimpulan. Salah satu insight dari perserta mengenai ini adalah peserta dapat mengetahui jawaban dengan sendirinya melalui percobaan.

Kegiatan selanjutnya adalah peserta mencari bukti dari suatu pertanyan seperti laba-laba adalah serangga, paus dan lumba-lumba adalah ikan, dan awan mencair membentuk hujan. Dalam kelompok, peserta harus mencari bukti-bukti apakah pernyataan ini benar atau salah. Kami kemudian mempraktikkan galery walk. Setiap kelompok membagi anggotanya siapa yang tetap di kelompok untuk mempresentasikan bukti-bukti yang didapat, dan sebagian lagi berkeliling ke kelompok lain. Anggota yang berkeliling kemudian menceritakan pengalamannya ‘berkunjung’ ke kelompok lain. Bu Wanti, guru SMP Loji Permai mempraktikkan metode ini di kelasnya.

Kegiatan ketiga adalah menggunakan alat bantu berpikir seperti peta pikiran (mind map) dan diagram lotus. Peta pikiran ini termasuk hal baru bagi mereka. Dari referensi yang digunakan untuk membuktikan pernyataan (kegiatan kedua), peserta diajak untuk mengorganisasi informasi. Bu Lusi, guru SDN 217 Halmahera Selatan mempraktikkan hasil pelatihan ini. Beliau mengajak murid-muridnya untuk membuat peta pikiran tentang manfaat matahari. Sebelum membuat peta pikiran, Bu Lusi mengajak murid-murid kelas 1 untuk melakukan percobaan dengan handuk, tisu, dan kertas basah dan mengamati hasilnya ketika dijemur di bawah sinar matahari.

Kegiatan hari pertama ditutup dengan membuat rencana pembelajaran untuk micro teaching esok hari. Peserta memilih satu di dalam kelompoknya untuk menjadi guru model.
Micro Teaching
Pada kegiatan micro teaching, Pak Ahmad, Bu Fenska, Bu Lusi, dan Bu Silfia menjadi guru model. Dua guru mengajar SMP dengan mata pelajaran Olah Raga (Pak Ahmad) dan Biologi (Bu Silfia), dua guru lainnya mengajar Sekolah Dasar Kelas 1 (Bu Lusi) dan Kelas 4 (Bu Fenska).


Proses diskusi setelah pembelajaran (post lesson discussion) menjadi teachable moment di mana saya banyak belajar dari peserta. Peserta aktif dalam memberikan masukan pada guru model. Saran yang diberikan cukup membangun dan jika dilaksanakan, insya Allah kualitas pembelajaran akan meningkat. Misalnya saran mengenai mengefektifkan waktu, melakukan apersepsi, penggunaan bahasa, dan lain-lain. Satu yang pasti: semua guru model melibatkan murid-muridnya dalam pembelajaran. Di sini, prinsip aktif tidak diragukan lagi untuk digunakan.
Mengikuti pelatihan bukan berarti peserta langsung menjadi ‘jago’. Pelatihan hanyalah satu langkah untuk membuat perubahan pada pola pikir. Butuh proses untuk menjadi berhasil. Butuh waktu untuk menjalani proses. Tidak hanya peserta yang belajar tapi saya juga. Rasanya menyenangkan ketika mengetahui ada peserta yang mempraktikkannya di kelas seperti Bu Lusi dan Bu Wanti. Dari mereka, saya belajar tentang semangat untuk membuat pembelajaran yang lebih menarik. Saya juga belajar tentang adanya kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik dan keberanian untuk keluar dan menciptakan sesuatu di luar kebiasaan.
*foto-foto oleh Iin dan Sarita
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Luar biasa, sangat ‘baik’ sekali, bermanfaat bagi orang lain. Hebat. Semoga sy juga bisa. saya juga mau belajar, percobaan apa yang dilakukan ibu?