Di dalam Keluarga yang Sehat terdapat jiwa anak yang kuat
Di dalam Keluarga yang Sehat Terdapat Jiwa Anak yang Kuat
Oleh. Ineu Maryani, M.Pd
(Guru Bimbingan dan Konseling SMPN 1 Cikalongwetan Kab. Bandung Barat)
Sebagai guru bimbingan dan konseling di sekolah, tentu saja banyak bergelut dengan berbagai persoalan peserta didik yang kadang cukup miris. Berbagai kasus yang ditangani menghentak nurani dan memberi nuansa kekhawatiran yang semakin menyeruak tatkala persoalan terkadang bermunculan, dan hal itu tidak sedikit dialami oleh peserta didik secara merata di semua tingkatan kelas. Peserta didik yang bolos, dari rumah berangkat ke sekolah tidak sampai, atau ke sekolah hadir, tapi pada jam-jam tertentu bolos meninggalkan kelas. Kemudian merokok, mencoba penggunaan obat-obat terlarang, bahkan ada yang jadi bandar. Ada pula yang kecanduan games, sehingga tidak konsentrasi belajar. Pergaulan bebas, meng-upload foto mesra dengan kekasihnya tanpa ada rasa malu lagi. Motivasi belajar rendah, kurang percaya diri, menunda-nunda pekerjaan dan tugas sekolah (prokrastinator) adalah hal-hal yang seringkali dialami peserta didik kita dan eskalasinya saat ini cukup meningkat.
Berbagai masalah yang dihadapi peserta didik di sekolah adalah sebuah gambaran, bahwa lingkungan yang dimiliki peserta didik saat ini, banyak memicu terjadinya maladaptif (ketidakmmapuan beradaptasi) dan malbehaviour (penyimpangan perilaku). Media televisi dengan berbagai suguhan sinetron dan film-filmnya sungguh banyak mengajarkan peserta didik kita mencontoh perilaku para pemerannya yang seringkali menyesatkan. Kemudian acara acara musik yang meninabobokan kesenangan yang sepertinya, tanpa musik mereka tidak bahagia lagi, tidak enjoy lagi. Mereka terbuai dengan lagu-lagu melankolis yang mewakili keadaan jiwanya.
Faktor-faktor Pemicu Permasalahan Peserta Didik
Ketika guru bimbingan dan konseling di sekolah, berhadapan dengan peserta didik yang mengalami berbagai persoalan di atas, mencoba untuk menelusuri berbagai latar belakang terjadinya perilaku-perilaku menyimpang di atas melalui konseling, maka salah satu pemicunya adalah kurangnya peran keluarga dalam hal ini, ayah dan ibu yang merupakan orang-orang terdekat bagi anak-anak dalam kehidupannnya. Ada beberapa faktor keluarga terutama ayah dan ibunya yang memicu permasalahan peserta didik diantaranya:
a. Perceraian kedua orangtua
Rata-rata peserta didik yang mengalami permasalahan maladaptif dan malbehaviour adalah perceraian kedua orangtuanya. Ketika seorang anak yang sering bolos kemudian dengan berbagai pertimbangan di arahkan pada sesi konseling, maka ungkapan anak yang dilontarkan ketika ditanyakan apa yang dirasakan ketika mengetahui ayah dan ibunya bercerai adalah: sedih, sakit hatinya dan jiwanya rapuh kemudian mencoba ingin melupakannya dengan meminum obat-obatan atau hal lainnya yang lebih menjurus kepada hal-hal negatif. Hal itu biasanya diceritakan anak sambil menangis teriris dan ketika ditanyakan apa yang dapat membuat dirinya “move on” dari keterpurukannya dan menjauhi hal-hal yang negatif ? Jawabannya adalah ingin ayah dan ibunya kembali bersatu.
Berbagai perasaan tentu saja berkecamuk, ketika seorang anak menerima kenyataan perceraian kedua orangtuanya, dirinya menjadi bingung dan sedih, dia tidak akan dapat memilih salah satu dari keduanya, karena ayah dan ibunya tidak dapat digantikan oleh ayah dan ibu yang lain. Untuk menyadarkan anak yang kedua orangtuanya bercerai, bahwa itu adalah kenyataan dan takdir yang harus diterima, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab jiwa mereka rapuh dan terkadang tidak mampu lagi menerima dan merusak dirinya (destroyed them self), hal itu karena dia meyakini bahwa ayah dan ibunya juga sudah tidak lagi menyayanginya. Anak hanya berpikir bahwa ayah dan ibunya egois dan tidak mau memikirkan perasaannya.
Hal ini menjadi peringatan bagi ayah dan ibu yang ingin bercerai, sebaiknya hal itu dipikirkan masak-masak, karena anak merupakan amanah dalam sebuah pernikahan menjadi tersia-sia dan tersakiti, dan sebagian besar anak korban perceraian (broken home) tidak mampu menerima kenyataan ini. Jangankan mendidik anak secara bersama, bahkan untuk bertemu pun menjadi sulit. Kembali harus disadarkan dan diingatkan kembali bahwa awal membangun mahligai rumah tangga adalah untuk ibadah, sehingga segala kesalahpahaman dan kemarahan dapat reda. Sekalipun perceraian halal di hadapan Allah namun sangat dibenci Allah. Perceraian hanya akan meninggalkan luka dan banyak pihak yang tersakiti.
b. Orang tua sering bertengkar
Pertengkaran yang sering terjadi dalam sebuah rumah tangga, sangat berakibat fatal bagi anak. Hal ini akan memicu ketakutan dan kesedihan yang mendalam bagi anak. Apalagi pertengkaran dengan suara keras, kata kata kasar dan merusak benda benda berharga dalam rumah, akan menimbulkan kepanikan dan trauma bagi anak. Anak akan merasa tidak nyaman ada di rumah, dia akan mencari pelampiasan di luar rumah, main games, atau hal hal lainnya yang negatif, mulai merokok untuk menghilangkan kegelisahannya atau bahkan mencoba obat-obatan terlarang.
Proses belajar di rumah tentu saja tidak mungkin terjadi, karena ketidaknyamanan dan kesedihan akan membuatnya frustasi. Anak adalah peniru yang sangat ulung, sehingga kalau ayah dan ibunya sering bertengkar apalagi dengan mengucapkan kata-kata kasar, maka jangan heran kalau anak anak kita juga akan mengucapkan kata-kata kasar ketika bertengkar dengan saudara-saudaranya atau temannya. Bahkan dia tidak akan segan untuk berkelahi dengan saudaranya atau teman-temannya, karena pertengkaran kedua oramgtuanya adalah contoh baginya.
Apabila memang pertengkaran tidak dapat dihindarkan, pertengkaran hendaknya tidak dilakukan dihadapan anak-anak kita, karena tanpa kita sadari apabila orangtua bertengkar dihadapan anak, kita sudah menyakiti perasaaan anak-anak, bahkan jika pertengkaran itu dipicu oleh kelakukan anak-anak kita. Memang tidak akan ada rumah tangga yang sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah, akan tetapi pertengkaran adalah bumbu dalam rumah tangga yang mungkin dapat terjadi karena akhirnya untuk saling memahami berbagai kekurangan pasangan kita dan menguji kesabaran dalam permasalahan rumah tangga. Biarlah anak-anak kita tumbuh dalam sebuah keluarga yang harmonis tanpa teriakan dan cacian , karena sebenarnya itulah ciri-ciri keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah.
c. Ayah dan ibu bekerja
Salah satu pemicu permasalahan peserta didik ketika melakukan perilaku menyimpang adalah ayah yang bekerja dan jarang pulang atau ibunya bekerja dan seringkali pulang malam. Anak yang kurang pengawasan kedua orang tuanya cenderung akan mudah terbawa lingkungan yang buruk. Pulang malam, menginap di rumah teman adalah hal yang kerap terjadi apabila orang tua jarang ada di rumah, akhirnya anak-anak akan banyak berkumpul dengan anak anak yang sering keluyuran malam hari, sehingga tidak terhindari mengikuti kebiasaan perilaku buruk diantaranya merokok, mabuk-mabukkan, dan begadang sepanjang malam. Hal ini tentu saja sulit bagi anak untuk dapat belajar di rumah, karena tidak ada yang dapat memotivasinya untuk belajar.
Sebaiknya ayah yang bekerja jauh dan jarang pulang harus sering melakukan komunikasi jarak jauh dengan anak, saat ini hand phone yang kita miliki sudah dapat melakukan video call yang dapat memfasilitasi pertemuan walaupun dalam jarak jauh, sehingga anak-anak tidak merasakan kehilangan sosok ayahnya. Kemudian ibu yang bekerja sampai larut malam agar mempertimbangkan pekerjaan yang tidak sampai terlalu banyak menyita waktu, bagaimanpun sosok ibu di dalam rumah adalah simbol kehangatan dan keceriaan bagi anak anak. Berikan pengertian kepada anak mengapa ibu harus bekerja, sehingga anak dapat memahaminya dan menyesuiakan dirinya dengan keadaan tersebut, bahkan hal itu dapat memicu tanggung jawab dan kemandiriannya.
Di dalam Keluarga yang Sehat Terdapat Jiwa Anak yang Kuat
Peran keluarga menjadi sangat penting, keluarga yang sehat adalah keluarga yang tidak saja memiliki fisik yang sehat tetapi juga jiwa-jiwa yang kuat. Kekuatan jiwa yang dmaksud adalah kekuatan iman yang mutlak harus dimiliki oleh kedua orang tua yang memegang kendali biduk rumah tangga. Seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya, dia memiliki kewajiban memberikan nafkah lahir dan batin bagi istri dan anak-anaknya. Dipundak seorang suami tanggung jawab yang harus dipikul terhadap istrinya adalah mendidiknya, seperti dikatakan dalam sebuah hadist : istrimu tercipta dari tulang rusuk (bengkok) , maka luruskan, jangan terlalu keras, karena apabila terlalu keras maka akan patah. Mendidik istri haruslah dengan kasih sayang, bukan hanya sekedar kata-kata sayang tetapi lebih dari itu menyambungkan kasih sayang Allah berupa ayat-ayat-Nya, kalau mampu setiap hari atau bahkan ketika mengalami persoalan maka seorang suami akan menjawabnya dengan ayat-ayat-Nya.
Hal itu pun berlaku bagi pendidikan anak-anak di rumah, karena kasih sayang pada anak tidak hanya mencukupi kebutuhan lahirnya atau materinya saja, akan tetapi kebutuhan batinnya, yaitu dibacakannya ayat-ayat Allah padanya. Ingat bahwa perbuatan anak akan menyeret kedua orangtuanya. Jadi harus disadari benar, bahwa sebagai orang tua kita juga harus terus belajar, Tholabul Ilmi, bukankah menuntut ilmu itu wajib hukumnya, mulai dari buaian sampai liang lahat?. Bergabunglah dengan komunitas yang mengajarkan kajian ayat ayat Allah atau ilmu ilmu yang bermanfaat, sehingga akan menjaga akhlak yang baik dan mampu berperan sesuai kehendak-Nya.
Sering melakukan aktivitas bersama, adalah hal yang akan mendekatkan tali kasih sayang keluarga. Anak kalau sudah terpenuhi kasih sayang dari ayah dan ibu atau saudara-saudaranya tidak akan mencari ketenangan dari hal-hal yang negatif, misalnya obat-obatan terlarang atau berkumpul dengan teman-teman gengnya untuk mendapatkan keceriaan dan kebahagiaan. Sholat berjamaah di rumah adalah salah satu aktivitas bersama yang sangat penting yang dapat dilakukan agar anak merasakan ketenangan, dia akan mampu berkonsentrasi untuk belajar dan mengerjakan banyak tugas sekolah, karena merasa ada yang mendukung, memotivasi dan mendoakannya.
Matikan televisi atau handphone dari maghrib sampai pukul sembilan, merupakan program beberapa pemerintah daerah yang sekarang sedang digalakkan. Selain sholat Maghrib dan Isya berjamaah, pada waktu waktu ini orang tua dapat mengajari anak anak hapalan ayat, mengaji, mengajarkan sejarah para Nabi dan Rasul Allah yang dapat menjadi tauladan bagi kehidupannya. Juga sejarah para pahlawan kemerdekaan atau kebudayaan-kebudayaan bahkan lagu-lagu daerah agar anak-anak kita tidak kehilangan akar budayanya. Selain itu juga dapat menanyakan aktivitas yang dilakukan selama di sekolah, apa yang menyenangkan di sekolah, apa yang menyulitkan di sekolah, apakah dia bertanya kepada gurunya atau aktivitas lainnya, yang menujukkan betapa kedua orangtuanya memperhatikan belajarnya.
Memberikan arahan apabila ada pekerjaan rumah atau tugas sekolah yang yang sulit untuk dikerjakan. Berikan ruang dan waktu bagi anak untuk mengemukakan apa yang tidak disukai atau tidak disukainya. Apabila hal-hal yang disukainya membahayakan atau tidak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dalam lingkungan sekolah dan masyarakat, berikan pengertian hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Kemudian orang tua harus memberi contoh anak-anak untuk membaca buku. Banyak penulis buku terkenal, karena keluarganya membiasakan dari masa kecilnya untuk membaca buku. Mulailah untuk setiap perilaku baik dan prestasi yang diraihnya, dengan memberi hadiah/reward buku. Hal ini akan memacu anak membaca dan mencintai buku. Pergi memancing, joging dan bersepeda bersama adalah alternatif yang dapat dilakukan agar anak-anak merasa kebersamaan dengan keluarganya sudah mencukupi baginya untuk berprestasi dan membanggakan keluarganya.
Itulah beberapa hal yang menjadi ciri-ciri keluarga yang sehat yang akan menumbuhkan jiwa yang kuat bagi anak. Bentuklah anak-anak kita tidak hanya kuat secara fisik, namun lebih dari itu anak anak kita harus dibentuk menjadi pribadi yang tangguh, kuat imannya, mulia akhlaknya, dan berprestasi dibidangnya. Negeri ini butuh generasi penerus yang memiliki jiwa yang penuh dengan keimanan dan ketaqwaan, dan hal itu dapat dibentuk dimulai dari ibunya yang merupakan madrasah bagi anak-anaknya dan dari ayahnya untuk mendapatkan arti tanggung jawab dan kesungguhan.
Semoga hal itu akan membangun sebuah keluarga yang disebut Rasullullah sebagai Baiti Jannati, rumahku adalah syurgaku. Hal itu menjadi gambaran, bahwa rumah yang didalamnya penuh keinaman dan ketaqwaan serta kasih sayang, akan mencerminkan syurganya dunia, sebuah tempat yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan, kenyamanan dan kasih sayang. Semoga setiap orang tua yang telah diamanahi anak diberikan kekuatan untuk menjadikan anak-anaknya sholihin.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar