Inka ayu Khoirun nisa

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bagaimana Saudara Kita??

Kelompok milisi Palestina, Hamas, melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober. Aksi itu dilakukan dengan mengerahkan ratusan pasukan bersenjata yang menyusup ke lingkungan warga sipil Israel di dekat Jalur Gaza.

Dalam serangan tersebut, sedikitnya 1.400 warga Israel meninggal dunia. Ada pula 203 tentara dan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, yang dibawa ke Gaza sebagai sandera - berdasarkan catatan militer Israel. Di sisi Palestina, lebih dari 5.000 warga Gaza tewas akibat serangan udara dan artileri militer Israel, sebagai balasan dari serangan Hamas.

Tak hanya itu, pasukan Israel kini berkumpul di sepanjang perbatasan Gaza. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengatakan aksi militer di Gaza "mungkin memakan waktu satu, dua atau tiga bulan, tetapi pada akhirnya tidak akan ada lagi Hamas". Menurutnya, operasi darat yang ditunggu-tunggu, "akan segera dilakukan". Akan tetapi, seberapa cepat operasi tersebut masih belum jelas.

Pada saat yang sama, Israel memberlakukan blokade total terhadap Gaza, sehingga pasokan makanan, bahan bakar dan kebutuhan pokok lainnya ke wilayah tersebut dihentikan. Konflik Israel dan Palestina ini adalah yang terbaru dari pertikaian kedua pihak selama tujuh dekade terakhir. Sepanjang sejarah, wilayah tersebut telah dilanda serangkaian konflik bersenjata, termasuk beberapa perang yang menentukan dinamika hubungan Israel-Palestina. Berikut ini adalah sejarah dan masalah utama konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.

Bagaimana konflik bermula?

Inggris menguasai wilayah yang dikenal sebagai Palestina setelah mengalahkan Kesultanan Ottoman, penguasa wilayah Timur Tengah dalam Perang Dunia Pertama. Wilayah itu dihuni oleh minoritas Yahudi dan mayoritas Arab, serta kelompok etnis lainnya yang jumlahnya lebih sedikit. Namun ketegangan antara kedua etnis yang tinggal di wilayah itu meningkat, sehingga komunitas internasional memberi tugas kepada Inggris untuk mendirikan “rumah nasional” bagi orang Yahudi di Palestina. Keputusan ini merujuk pada Deklarasi Balfour yang ditandatangani pada 1917. Deklarasi itu dinamai demikian karena merupakan kesepakatan antara Menteri Luar Negeri Inggris yang menjabat saat itu, Arthur Balfour, dengan komunitas Yahudi di Inggris.

Deklarasi ini diabadikan dalam mandat Inggris atas Palestina dan didukung oleh Liga Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk pada 1922. Organisasi ini adalah cikal bakal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) . Bagi orang-orang Yahudi, Palestina adalah rumah bagi leluhur mereka, namun komunitas Arab di Palestina juga mengeklaim wilayah tersebut dan menentang klaim sepihak komunitas Yahudi di sana

Antara 1920-an hingga 1940-an, jumlah orang Yahudi yang tiba di Palestina terus bertambah. Banyak dari mereka melarikan diri dari persekusi yang mereka alami di Eropa, khususnya holokos yang dilakukan Nazi di Jerman dan sekitarnya pada Perang Dunia Kedua. Pertikaian antara komunitas Yahudi dan Arab, serta pemerintahan Inggris, juga meningkat.

Pada 1947, PBB melakukan pemungutan suara dan memutuskan membagi Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab. Adapun Yerusalem ditetapkan sebagai kota internasional. Rencana ini diterima oleh para pemimpin Yahudi, namun ditolak oleh pemimpin Arab dan tak pernah diimplementasikan.

Bagaimana dan mengapa Israel dibentuk?

Pada 1948, lantaran tak mampu menyelesaikan pertikaian antara komunitas Yahudi dan Arab di Palestina, Inggris menarik diri dan para pemimpin Yahudi mendeklarasikan pembentukan negara Israel. Wilayah itu dimaksudkan sebagai tempat aman bagi komunitas Yahudi yang mengalami persekusi, serta sebagai kampung halaman bagi mereka. Pertempuran antara Yahudi dan milisi Arab semakin intens selama berbulan-bulan. Sehari setelah Israel mendeklarasikan diri sebagai negara, lima negara Arab menyerang wilayah itu.

Ratusan warga Palestina melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah mereka dalam apa yang mereka sebut sebagai Al Nakba atau “bencana”. Pada saat pertempuran berakhir dengan gencatan senjata pada tahun berikutnya, Israel menguasai sebagian besar wilayah tersebut. Yordania menduduki wilayah yang kemudian dikenal sebagai Tepi Barat, dan Mesir menduduki Gaza. Sementara wilayah Yerusalem terbagi untuk pasukan Israel di barat dan pasukan Yordania di timur. Sebab tak pernah ada perjanjian perdamaian, peran dan pertempuran terus terjadi pada dekade-dekade berikutnnya.

Peta Israel

Dalam perang pada 1967, Israel menduduki Yerusalem Timur dan Tepi Barat, serta sebagian Dataran Tinggi Golan di Suriah, Gaza, dan Semenanjung Sinai. Sebagian besar pengungsi Palestina dan keturunan mereka tinggal di Gaza dan Tepi Barat, serta di sejumlah negara seperti Yordania, Suriah, dan Lebanon. Baik mereka maupun keturunan mereka tak diizinkan oleh Israel untuk kembali ke kampung halaman mereka. Israel beralasan hal itu akan membuat Israel kewalahan dan mengancam keberadaannya sebagai negara Yahudi. Israel masih menduduki Tepi Barat dan mengeklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, sementara Palestina mengeklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina pada masa mendatang.

AS adalah satu dari segelintir negara yang mengakui kota ini sebagai ibu kota Israel. Selama 50 tahun terakhir Israel telah membangun permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang dihuni lebih dari 700.000 orang Yahudi.

Permukiman ini dianggap ilegal berdasar hukum internasional – seperti yang dinyatakan oleh Dewan Keamanan PBB dan pemerintah Inggris – meskipun Israel menolak klaim ini.

Apa itu Jalur Gaza?

Gaza adalah sebidang tanah sempit yang diambil antara Israel dan Laut Mediterania, yang berbatasan dengan Mesir di bagian selatan. Dengan panjang hanya 41 km dan lebar 10 km, wilayah ini dihuni lebih dari 2.000.000 penduduk, menjadikannya sebagai salah satu tempat terpadat di dunia. Setelah perang pada 1948-1949, Gaza diduduki oleh Mesir selaa 19 tahun.

Pada 1967, Israel menduduki Gaza dan bertahan hingga 2005. Dalam jangka waktu itulah, Israel membangun permukiman Yahudi di wilayah itu. Israel menarik pasukan dan pemukimnya pada 2005, meskipun mereka tetap memegang kendali atas wilayah udara, perbatasan, dan garis pantai Bersama. PBB masih menganggap wilayah itu diduduki Israel. Perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina telah dilakukan berulang kali antara 1990-an hingga 2000-an, diselingi dengan pecahnya pertikaian.

Perdamaian yang dinegosiasikan tampaknya mungkin terjadi pada masa-masa awal. Sejumlah pembicaraan rahasia di Norwegia menjadi proses perdamaian Oslo, yang dilambangkan dengan upacara di halaman Gedung Putih pada 1993 yang dipimpin oleh Presiden AS Bill Clinton. Dalam momen bersejarah, Palestina mengakui negara Israel dan Israel mengakui musuh bebuyutannya, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebagai satu-satunya wakil rakyat di Palestina. Otoritas Palestina yang memiliki pemerintah sendiri kemudian dibentuk. Namun, perpecahan segera muncul ketika pemimpin oposisi Israel saat itu, Benjamin Netanyahu, menyebut proses perdamaian Oslo sebagai ancaman bagi Israel. Israel mempercepat proyek permukiman komunitas Yahudi di wilayah yang mereka duduki di Palestina.

Kelompok milisi Palestina, Hamas, yang baru saja muncul saat itu, mengirim pelaku bom bunuh diri untuk membunuh orang-orang di Israel dan merusak peluang terjadinya perjanjian perdamaian. Suasana di Israel memburuk, dengan puncaknya pada momen pembunuhan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin oleh seorang ekstrimis Yahudi pada 4 November 1995. Pada 2000-an, upaya dilakukan untuk menghidupkan kembali proses perdamaian – termasuk pada 2003 ketika peta jalan dirancang oleh negara-negara besar dangan tujuan akhir solusi dua negara, namun hal ini tak pernah terlaksana.

Upaya perdamaian akhirnya terhenti pada 2014, ketika perundingan antara Israel dan Palestina di Washington, AS, gagal. Rencana perdamaian terbaru – yang disiapkan oleh AS ketika Donald Trump masih menjabat sebagai presiden – disebut sebagai “kesepakatan abad ini” oleh Perdana Menteri Netanyahu, namun ditolak oleh Palestina karena hanya sepihak dan tidak pernah dilaksanakan. Gaza dikontrol oleh Hamas, kelompok Islam yang berkomitmen untuk menghancurkan Israel. Hamas ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Inggris dan banyak negara lainnya. Hamas memenangkan pemilu terakhir Palestina pada tahun 2006, dan menguasai Gaza pada tahun berikutnya dengan menggulingkan rival mereka, kelompok Fatah dan Presiden Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat.

Sejak saat itu, para milisi di Gaza telah berperang beberapa kali dengan Israel, yang bersama dengan Mesir telah mempertahankan blokade parsial untuk mengisolasi Hamas dan mencoba menghentikan serangan, khususnya penembakan roket tanpa pandang bulu ke kota-kota Israel. Warga Palestina di Gaza mengatakan blokade yang dilakukan Israel dan serangan udara terhadap wilayah padat penduduk merupakan hukuman kolektif.

Tahun ini merupakan tahun paling mematikan bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Mereka juga mengeluhkan blokade dan tindakan militer yang dilakukan di sana sebagai respons terhadap serangan mematikan terhadap warga Israel. Ketegangan ini mungkin menjadi salah satu alasan serangan terbaru Hamas. Namun para milisi mungkin juga berusaha eningkatkan popularitas mereka di kalangan rakyat Palestina, termasuk dengan menggunakan sandera untuk menekan Israel agar membebaskan sekitar 4.500 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post